Keyword : Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jeremi Bentham seorang filosof Jerman mengatakan, "selama tidak ada keterbukaan, tidak akan ada keadilan".
Itulah sepenggal kalimat seorang filosof yang saya awali sebagai pembuka nurani pembaca di tulisan ini.
Saya teringat pada tahun 2021 ketika saya masih bekerja sebagai staf tenaga pendukung di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Nias Selatan, saya memiliki  pengalaman sendiri menyiapkan alat bukti sidang sengketa pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Nias Selatan tahun 2020 di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Sebagai seorang staf di subbag hukum KPU Nias Selatan, menghadapi sidang sengketa Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Nias Selatan tahun 2020 ini menjadi tupoksi kerja kami. Karena KPU Nias Selatan menjadi pihak teradu waktu itu.
Selain menyiapkan alat bukti sidang, saya juga ikut secara langsung di Mahkamah Konstitusi untuk memfasilitasi komisioner KPU Nias Selatan dalam administrasi sidang sengketa Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Nias Selatan Tahun 2020 Â di MKRI.
Hal ini menjadi pengalaman saya sendiri, dimana pada tahun 2021 masih dalam situasi covid 19. Kegiatan sidang pun tidak dilakukan seperti biasanya, melainkan dilakukan secara luring dan daring. Dimana yang masuk ruang sidang dibatasi jumlahnya sesuai protokol kesehatan dan  pihak terkait lainnya mengikuti secara daring diruang khusus yang ditentukan dan di fasilitasi oleh Mahkamah Konstitusi. Sedangkan saya sebagai sekretariat KPU Nias Selatan  mengikuti sidang dengan menonton melalui Youtobe di hotel saya menginap.
Meskipun dengan cara demikian Mahkamah Konstitusi tetap melaksanakan kinerjanya sesuai prosedur hukum beracara di Mahkamah Konstitusi dengan memanfaatkan teknologi berbasis digital, seperti yang saya paparkan diatas.
Mahkamah Konstitusi Saat ini
Berdasarkan laporan kinerja Mahkamah Konstitusi tahun 2022, Mahkamah Konstitusi menerima sebanyak 3.463 perkara untuk empat kewenangan yang telah dijalankan, yakni Pengujian Undang Undang (PUU), Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN), Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), dan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada). Dari 3.463 perkara, sebanyak 1.622 perkara PUU, 29 perkara SKLN, 676 perkara PHPU, dan 1.136 perkara PHP Kada. Dari 3.463 perkara di atas, sampai dengan akhir tahun 2022, sebanyak 3.444 perkara telah diputus dan 19 perkara masih dalam proses pemeriksaan. Jika difokuskan sepanjang tahun 2022, Mahkamah Konstitusi menangani sebanyak 147 perkara, yaitu 143 perkara PUU dan 4 perkara PHP Kada. Dari 147 perkara tersebut, MK telah memutus sebanyak 124 perkara PUU, dan 4 perkara PHP Kada.