Kita terkadang dengan mudah saling berbagi informasi termasuk data yang sifatnya pribadi kepada orang yang baru dikenal. Akibatnya data privasi dapat disalah gunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Apalagi bila mereka masih anak-anak. Mereka sangat polos di dunia digital bila tak ada pembimbingnya.
Nah data privasi kita dengan mudah diperjual belikan oleh mereka yang tidak bertanggung jawab di media digital. Wow, data itu bisa digunakan untuk menipu , memeras dan seterusnya... mengerikan juga ya?
CABE itu singkatan dari Cakap, Aman, Budaya, dan Etika digital. Jadi anak-anak kita harus cakap digital, menjaga keamanan digital, melakukan budaya digital, dan memiliki etika digital saat terhubung ke dunia maya.
Dari hasil survey Google bersama Trust dan Safety research pada bula Februari 2021, ada 51 % orang tua di Indonesia merasa khawatir tentang keamanan digital anak. Bahkan ada 42 % orangtua mengkhawatirkan 3 hal yaitu keamanan informasi anak, anak-anak menerima konten yang tdk pantas, dan anak-anak menerima perhatian dari orang yang tidak dikenalnya.
Resiko kejahatan di ruang digital pada anak yang sering terjadi adalah kecanduan games, cyberbully, pelanggaran privasi, kejahatan seksual dan lain-lain yang bisa kita baca di media sosial.
Rata-rata anak mengakses internet selama 4-5 jam per hari. Penggunaannya untuk berbagai tujuan, mulai dari belajar, bermain media sosial, hingga mengakses beraneka konten di jagat maya.
Tanpa pengawasan dan pengaturan berarti, anak-anak sangat berisiko terpapar konten yang tidak sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, orangtua didorong untuk lebih peduli dalam mendampingi anak mengakses internet dan mengatur penggunaannya.
ayangnya, sekitar 74 persen anak yang menggunakan gawai dan internet tidak mempunyai pengaturan dengan orangtuanya. Padahal, dengan pengaturan, anak-anak akan lebih terkawal dan termonitor dalam mengakses internet.
Pengaturan itu dapat diterapkan dengan membatasi durasi anak memakai gawai. Sebagai contoh, anak diberi waktu menggunakan gawai pada hari tertentu seperti pada akhir pekan. Sementara bagi anak usia sekolah yang membutuhkan internet untuk pembelajaran, dapat dibatasi hanya dua jam. Bisakah ini dilakukan?
Nah hal yang lebih menyeramkan adalah Grooming, kasus pelecehan seksual pada anak dengan modus iming iming PDKT, dan Kasus grooming pada anak mulai banyak ditemukan sejak tahun 2019 dan terus bertambah setioap tahunnya. Kita sebagai orang tua dan juga guru harus mulai waspada dan belajar tentang literasi digital.
Beritanya ada di https://id.theasianparent.com/child-grooming, semoga akses internet anda cepat sehingga bisa membuka link beritanya. Anda akan dibuat terkejut dengan pelecehan seksual terhadap anak.