Kembali lagi saya tanyakan, apakah kalimat berulang-ulang dalam cerpen itu jelek?Â
Saya akan menjawab dengan: tergantung! Tidak semua cerpen dengan kata yang diulang-ulang dalam paragraf itu terkategori cerpen jelek. Adakalanya seorang penulis harus memilih kata yang berulang-ulang untuk lebih membangun kekuatan psikologis cerita, dan adakalanya tidak harus, tergantung model cerpen yang dikarang.Â
Coba bayangkan apa yang dirasakan seseorang saat bimbang? Orang bimbang akan mondar-mandir, melakukan suatu pekerjaan dengan berulang-ulang. Di pikirannya ada masalah yang terus-menerus dipikirkan dengan berulang-ulang. Lantas apakah dalam menuliskan kondisi orang yang sedang bimbang dalam cerpen kita tidak boleh memakai kalimat berulang-ulang? Padahal kondisi bimbang membuat tingkah laku berulang-ulang dan masalah yang dipikirkan datang berulang-ulang.Â
Kadang ada beberapa kata yang sering kita ucapkan berulang-ulang, suatu peristiwa penting yang membuat senang sehingga terus diceritakan, suatu itu selalu berulang-ulang kita pikirkan. Atau kadang kala untuk menguatkan satu kata diperlukan pengulangan kata misalnya: "Hari ini aku sedih. Sedih. Sangat sedih." Sebagai cara penulis meneror mental pembaca (meski ada cara lain tanpa memakai kata berulang-ulang, dan hal itu hanya masalah pilihan).
Satu-satunya hal yang membuat kata berulang-ulang dalam cerpen tampak jelek bukan karena penulis ingin membangun kekuatan psikologis, tapi karena penulis minim kosakata atau kurang pandai menyusun kalimat atau tanpa maksud apapun seperti Jon Fosse menulis. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H