Mohon tunggu...
Rosul Jaya Raya
Rosul Jaya Raya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa STAI Syaichona Moh. Cholil Bangkalan

Membaca adalah bagian dari hidup saya, terutama karya-karya sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Bagai Kali Menghanyutkan Benda-Benda

28 Juli 2023   16:53 Diperbarui: 28 Juli 2023   17:00 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/megapolitan/read/2018/09/14/08524741/4-fakta-tentang-kalimalang-yang-akan-disulap-ridwan-kamil-mirip-sunga

Bagai kali yang menghanyutkan benda-benda di atasnya, entah kayu, plastik, sampah, kotoran, limbah pakrik, kain, bahkan pernah seonggok mayat, adalah waktu yang menghanyutkan kotak-kotak peristiwa di tanah ini. Ya, tanah yang sudah 10 tahun tidak kujejaki tetapi kenangan tentang kotak-kotak itu selalu terjejak di ingatanku. Terutama kali yang membentang ini.

"Ayuk, kita naik perahu Paman Hendra," sahut-sahutan percakapan dengan kawan yang juga ingin menyeberangi kali ini terngiang.

Kawanku Badrus berlari mendahuluiku.

"Paman Hendra, antarkan kami ke seberang," dengan muka cemong sehabis kita bermain di lapangan tanah, ---karena memang musim hujan--- kawanku berbicara sambil tersenyum.

"Ayuk-ayuk kesini," kami mendekati perahu eretan di atas kali yang memisah perkampungan dengan jalan raya yang di pinggirnya berdiri gedung, pabrik, ruko.

"Tunggu! Nanti ketika sudah dekat kalian baru melompat kayak Batman. Okeh!" Paman Hendra memberi peringatan.

Dari daerah yang jauh, di Kabumen Jawa Tengah, Paman Hendra merantau ke kota Bekasi ini, daerah pinggir Kali Malang yang membentang memisahkan perkampungan yang kami tinggali ---termasuk Paman Hendra dan Badrus--- dengan bagian perkotaan: jalan raya yang di pinggirnya gedung, pabrik, ruko.

"Hey! Kalian jangan terlalu dekat kali, nanti tercebur!" teriak Paman Hendra sambil menarik eretan supaya perahu mendekat ke posisi kami berdiri di tepi kali.

Kalau sore hari aku dan kawan-kawan yang hanya berpakaian celana pendek akan naik lalu ke tengah besi panjang berkawat yang merentang di atas kali, lalu melompat dengan gaya terbaik, lalu byuurrr kepala kami akan nongol di permukaan air kali yang coklat ini. Tanpa pergi ke Waterpark atau Waterboom, bermodal keberanian, kami bisa berenang.

Saat sore sampai malam banyak pegawai-pegawai pabrik akan pulang ke rumah mereka di perkampungan pinggir kali. Kalau pagi hari pergi ke seberang untuk bekerja. Alat transportasi mereka ialah perahu Paman Hendra, dan orang-orang yang berhajat menyeberangi kali menaiki transportasi yang sama. Seperti aku dan Badrus.

Setelah kami menyerahkan uang, langsung berlari, "hati-hati! Jangan dekat-dekat jalan, bahaya! Banyak motor dan mobil kencang-kencang," perhatian Paman Hendra sebagaimana ayah kepada anaknya itu lekas dijawab Badrus, "kami ingin menyusul ayah mencari belut."

Ayah Badrus, Pak Asep seperti Paman Hendra, sama-sama perantau. Dia datang dari Subang. Berdagang bubur sumsum keliling profesinya dan aku suka membeli. Bubur sumsum berwarna hijau dengan candil, mutiara, santan yang manis dan dingin kalau melewati tenggorokanku, wiiihhh, nikmat sekali.

Tetangga-tetanggaku juga dari daerah yang jauh, dari Kuningan, Medan, Madura, Ambon. Ada yang berjualan gorengan, siomay, sate, es cendol, batagor, kerja sebagai pegawai. Lalu orang-orang itu tak pernah lagi kujumpai, hanyut terseret waktu.

Tanah pinggir jalan raya yang menjorok menurun miring ke kali, di bawah sana di lumpur kali banyak lubang-lubang belut, Pak Asep memegang senar pancing. Dengan melepas sandal, kami akan turun memburu belut di tepi-tepi kali itu.

Tepi-tepi berlumpur itu hanyut terseret waktu. Sekarang hanya ada beton-beton pembatas yang memanjang di pinggir kali. Sebelum pergi meninggalkan kota ini, kulihat alat mengambang seperti kasur kotak yang di atasnya bisa menampung satu mobil beko berlayar di atas kali dan bagian beko yang seperti tangan bengkok itu dengan bucket-nya mengeruk lumpur kali, begitu banyak, lalu menaikkan dan menaruhnya di pinggiran. Itu yang melenyapkan lumpur-lumpur tempatku berpijak saat mencari belut.

"Jangan terlalu ke pinggir Andrian," waktu itu aku berada di haluan perahu ---bagian itu bisa menjadi buritan jika perahu bergerak ke arah sebaliknya. Aku mengerti, aku duduk kembali di bangku penumpang, aku hanya melihat air yang dibelah perahu ini.

"Kau tidak ingat dulu pernah tercebur?" ya, aku ingat Paman.

"Saat umurku 7 tahun Paman?"

"Iya, untung kau bersama ayahmu. Dia langsung melompat ke kali kayak Superman," aku mengingat-ngingat, "kau tahu saat mabuk ikan?" aku mengangguk, "seperti itulah dia melompat. Kau pasti tak memperhatikan. Kau terus menangis. Alhamdulillah kau selamat, sehat. Hanya pingsan sebentar sebab tersedak banyak air."

Ketika perahu sampai di tengah, ayah akan melompat seperti Superman, menggenggam jaring ikan yang besar. Aku menjaga ember di haluan perahu. Happ, ikan terjerat, ayah berenang mendekat, lalu memasukkan ikan mabuk ke dalam ember. Tugasku kemudian menutupnya dengan tripleks.

Aku heran, setiap tahun atau kadang satu tahun dua kali, ikan-ikan akan nongol di permukaan kali. Ada yang mengambang tanpa nyawa, ada yang menggelepar-gelepar, ada yang kepalanya muncul di permukaan. Ini fenomena tahunan. Kata mamah, "mungkin ada orang yang mengebom kali dengan racun, sehingga ikan-ikan pada mabuk."

Ketika itu, orang-orang berbondong-bondong ke kali. Menangkap ikan-ikan yang kejang-kejang. Anehnya setelah beton-beton pembatas di pinggir kali terpasang, tak pernah ada fenomena tahunan ikan-ikan yang mabuk. Dihanyutkan waktu, juga mungkin kali yang berubah, mengenggankan rencana pengebom ---jika memang cerita ibuku benar.

Kotak-kotak peristiwa itu hanyut diseret waktu bagai benda-benda di atas kali.

Honda Beat milik ayah dipaketkan dan barang-barang dipindahkan ke teras rumah hendak diangkut mobil pikap, yang disiapkan menghadapi perjalanan Bekasi-Indramayu. Sepeda engkol dan motor Honda Supra X yang sudah dimodifikasi sedemikian keren, milikku, dan beberapa barang lainnya, dijual. Kulihat ibu melipat pakaian ---dengan wajah yang juga terlipat--- lalu dimasukkan ke dalam tas besar. Pakaian akan ikut mobil kami, Toyota Avanza.

Bi Rima dan Paman Hendra sudah siap sedari tadi. Tak akan kulihat lagi Bi Rima mencencang sayur-sayuran di atas talenan, menanak nasi sebelum Subuh, sibuk bersama ibu di dapur, memasak untuk warung makan keluargaku. Tak akan kulihat lagi Paman Hendra beserta perahu eretannya.

Tetangga-tetanggaku, pedagang siomay, sate, batagor, banyak yang sudah mengkosongkan rumahnya. Tetapi kebanyakan warga di sini tak sepenuhnya patuh terutama orang Medan, suku Batak. Banyak yang ingin mempertahankan tanah ini. Tak ada gunanya Pak RT. Mereka bertekad turun tangan sendiri.

Aku tak melihat pemandangan tragis itu. Seminggu sebelum penggusuran, kami sekeluarga sudah bertolak.

Di tengah perjalanan Bekasi-Indramayu, aku membayangkan kejadian seminggu mendatang. Alat berat yang bising bergerak perlahan itu, ditimpuki warga yang berbondong-bondong kompak mempertahankan tanahnya. Parang, celurit, piso gading, golok, bambu runcing, yang warga pegang bisa menembus pertahanan para polisi. Tembakan gas air mata tak ada artinya. Mobil beko itu ditumbangkan lalu dibakar. Penggusuran gagal!

Tetapi kenyataan yang terjadi tidak seperti itu....

Aku naik ke atas beton pembatas yang memanjang ini. Melihat kali yang semakin coklat saja. Maklum, pabrik semakin banyak berdiri di sini. Proyek pembangunan juga gencar di pinggiran kali yang dulunya bekas perkampungan dengan warganya dari berbagai daerah dan agama yang saling hidup rukun. Aku duduk, menjuntaikan kaki. Dulu di sana Paman Hendra dan perahunya bertengger.


Bangil, 07 April 2023

Rosul Jaya Raya, santri Bangkalan yang hobinya suka menulis cerpen & ngegame

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun