Mohon tunggu...
Rosul Jaya Raya
Rosul Jaya Raya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pasca Sarjana

Cerpen pertamanya "Bentuk Sebuah Barokah" memenangkan lomba cerpen se-kabupaten tingkat santri. Cerpennya "Putri Kuning" memenangkan lomba cerpen nasional tingkat mahasiswa. Cerpennya "Mengapa Perempuan Itu Melajang" terbit di media nasional Kompas.id (Rabu, 16 Oktober 2024). Cerpennya "Hutan Larangan Cak Badrun" terbit di Instagram Cerpen Sastra. Tiga kali juara sayembara cerpen di Kompasiana yang diadakan Pulpen. Penikmat sastra (novel; cerpen; esai). Instagram: @rosuljayaraya24

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemaknaan Baru "Sumur, Kasur, Dapur"

28 April 2023   10:54 Diperbarui: 28 Mei 2023   23:48 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Perempuan tidak usah sekolah tinggi-tinggi. Karena ujung-ujungnya kerja mereka hanya di dapur, di kasur, dan di sumur." Falsafah Jawa yang sebenarnya mempunyai arti penting itu selalu mempunyai kesan pemaknaan yang negatif. Bahkan lekat dengan budaya patriarki.

Padahal ---setelah saya menengok tulisan Mas Cahyadi Takariawan di Kompasiana.com "Benarkah "Dapur, Sumur, Kasur" Tidak Relevan Lagi?"--- mempunyai makna sangat positif. Yaitu ajaran kepada istri agar memberikan khidmah (pelayanan) kepada suami sebagai bentuk bakti, penghormatan dan cinta kasih kepada suami.

Tulisan Mas Cahyadi Takariawan menyorot perempuan agar tidak meninggalkan falsafah tradisional dan jangan terpancing slogan modernitas untuk meninggalkan tiga kewajiban tersebut.

Namun dalam tulisan ini saya ingin mengulas "Dapur, Sumur, dan Kasur" dengan pemaknaan baru versi Ning Khilma Anis yang lebih longgar sehingga tidak mengekang perempuan juga tidak semena-mena meninggalkan makna zahir tiga falsafah itu.

1. Makna Dapur

Dapur. Ya, seorang perempuan adalah "dapur" yaitu menjadi ruh dari rumah. Ning Khilma Anis memaknai demikian, setelah saya pikir-pikir, karena dapur menjadi bagian sentral dari rumah.  

Setiap rumah pasti memiliki dapur. Penghuni rumah menghidupi dirinya dengan dapur. Rumah boleh tidak mempunyai kamar tamu atau kamar tidur, tetapi rumah harus memiliki dapur.

Sehingga perempuan bukan hanya khidmah dan bermanfaat kepada suami karena disebut "dapur" tetapi juga kepada keluarga, segenap penghuni rumah. Perempuan adalah kunci utama rumah untuk membuka gerbang kebahagiaan. Menjadi istri untuk membahagiakan suaminya, menjadi ibu untuk membahagiakan anak-anaknya, menjadi nenek untuk membahagiakan cucu-cucunya.

2. Makna Kasur

Perempuan sebagai "penenang" demikianlah makna "kasur" yang disampaikan Ning Khilma Anis. Saya tafsiri, perempuan sebagai sandaran bagi suaminya pula anak-anaknya.

Fungsi kasur begitu nyaman untuk beristirahat. Empunya rumah ketika pulang dari bekerja, bepergian, bersekolah, berkunjung, atau apapun itu, destinasi istirahatnya ialah kasur di rumah.

Begitu jugalah seorang perempuan. Perempuan harus menjadi tempat yang nyaman bagi segala keluh kesah suami dan anak-anaknya. Tempat bercerita yang nyaman. Tempat penenang bagi anak-anaknya, sebab ibulah alokasi curhat pertama---sehingga penting juga perempuan harus cerdas karena merekalah sekolah pertama anak-anak.

3. Makna Sumur

Sumur biasanya terletak di belakang rumah, sebagai tempat untuk mandi dan mencuci pakaian. Tetapi berbeda dengan "sumur sinaba" yang berada di tengah gurun sahara. Adalah sumur tempat orang berteduh dan meminum air yang sejuk.

Orang yang mempunyai banyak wawasan. Terkenal bijaksana dan cerdas sehingga didatangi banyak orang. Merekalah orang yang berwatak sumur sinaba. Ning Khilma Anis menyebut perempuan harus menjadi sumur sinaba---minimal sumur sinaba untuk anak-anaknya.

Sumur sinaba yang berada di tengah padang pasir. Berada di ruang publik, tempat dilewati dan dikunjungi  semua orang menandakan bahwa perempuan bisa tampil di publik menjadi tumpuan semua orang. Contohnya perempuan mampu menjadi pemimpin yang hebat. Perempuan juga bisa berkarir. Perempuan juga silahkan sekolah tinggi. Perempuan juga boleh menggapai cita-citanya yang tinggi.

Namun ketika di ruang publik, tentunya perempuan harus pandai menjaga dirinya. Mendapatkan izin dari keluarga dan suaminya. Berpakaian sopan---tentunya kalau muslim mesti menutup aurat dan bersama mahram atau ditemani kerabat/teman perempuan lain yang terpercaya---agar aman dan terhindar dari pelecehan seksual---terkadang pakaian yang terlalu vulgar memancing modus laki-laki.

Bahkan Najwa Shihab putri Prof. Quraish Shihab, Yenny Wahid putri Gus Dur, Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jawa Timur juga aktivis NU), Ning Umi Laila (pendakwah), Ning Khilma Anis (motivator dan penulis buku), di antara perempuan yang menjadi putri ulama atau dekat dengan ulama yang tampil di publik sebagai sumur sinaba.

Pemaknaan seperti itu dengan slogan "Dapur, Kasur, Sumur" berorientasi pada wilayah positif yang kesannya tidak mengekang perempuan, sehingga perempuan tidak masalah sekolah tinggi dan mengejar harapan masa depannya.

Namun sebagaimana yang saya tuliskan di awal, perempuan tidak boleh semena-mena meninggalkan makna zahir tiga falsafah itu karena bentuk khidmah kepada suami dan sebab mereka ruh dari rumah. Tetap memasak di dapur, melayani suami di kasur, mencuci di sumur.

Referensi:

https://www.kompasiana.com/pakcah/54f34d56745513a12b6c6f07/benarkah-dapur-sumur-kasur-tidak-relevan-lagi

https://youtu.be/76KhX5td56s

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun