Mohon tunggu...
Rosul Jaya Raya
Rosul Jaya Raya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa STAI Syaichona Moh. Cholil Bangkalan

Membaca adalah bagian dari hidup saya, terutama karya-karya sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Advokat dan Kasus Adrian

23 April 2023   22:31 Diperbarui: 16 Mei 2023   18:52 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://penasihathukum.com/

"Terdakwa mengenggam pisau dapur stainless steel menghampiri Buk Lasma yang sedang berada di balkon rumah. Terdakwa menusukkan benda tajam tersebut ke perut Buk Lasma berkali-kali. Kemudian mendorongnya hingga jatuh ke dekat kolam renang keluarga Pak Ryan...."

Pembacaan dakwaan oleh Jaksa bermuka kotak itu memang betul. Ya, begitu kejadian yang saya kira-kirakan juga. Tapi jaksa itu tidak tahu sesuatu yang sangat penting, yang bisa menggeser pasal tindak pidana yang telah ia bacakan. Tenang saja. Saya pasti menang!

Pak Ryan yang mempunyai 5 perusahaan itu tentu akan menambah bayaran saya kalau saya bisa memenangkan perkara ini. Jelas saya akan menang. Tunggu saja.

Kasus sudah jelas. Pengakuan dari Adrian pun jelas. Saksi yang punya hubungan kedekatan sosial, Pak Ganjar (satu dari dua sopir keluarga Pak Ryan) dan Pak Tobroni (satu dari dua pembantu keluarga Pak Ryan), pun akan menperjelas. Pembunuhan itu sudah jelas, sangat jelas. Tapi ada yang tidak jelas, yaitu kondisi batin Adrian. Mereka pasti tidak tahu-menahu.

Karena sudah jelas suatu kejahatan, hukuman pasti tetap berlaku. Kali ini tugas saya meringakannya---sudah saya sampaikan pada Pak Ryan "Pak ini perkara sudah jelas. Jelas Ardian melenyapkan nyawa Buk Lasma, tapi jangan risau, saya bisa meringankannya. Peluang ini pasti berhasil," dengan keyakinan penuh saya sampaikan itu dan Pak Ryan meng-iyakan.

Ketok palu hakim agung akan tepat sesuai target saya atau tak akan meleset jauh.

Saya tak tega, saat pertama kali melihat tahanan bermuka polos itu. Dia orang rumahan, hobinya bermain piano. Saya terperanjat mengetahui anak itu membunuh seseorang, bahkan korban tersebut adalah orang terdekatnya bertahun-tahun, pembantu rumahnya. Setelah saya tanyakan ini-itu kepadanya dari luar jeruji tahanan, ada sedikit jalan terang terbuka.

Sekonyong-konyongnya langsung saya hubungi Basma Assegaf, psikolog yang dahulu teman semasa kuliah saya---saya jurusan hukum pidana, sedangkan Basma jurusan psikologi. Dahulu di kampus, Basma aktif di berbagai organisasi. Saya sempat bertanya, "apakah diberi izin ayah dan ibumu?" dia menjawab "aku tidak dipingit, asal tidak melanggar larangan agama" dengan senyum tipis.

Kala itu saya berspekulasi macam-macam tentang kekentalan patriarki keluarga Basma Assegaf, dan dugaan saya sangat meleset---tapi dalam kasus kali ini, saya tak akan meleset atau meleset sedikit sekali---dan masa ini, banyak keluarga-keluarga lain seperti keluarga Basma tidak terlalu memingit putrinya. Entahlah, boleh jadi dugaan saya itu meleset atau barangkali tepat (mungkin tidak, karena saya hanya berdekatan dengan golongan islam NU).

****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun