Mohon tunggu...
Rossy Angelina Latuharhary
Rossy Angelina Latuharhary Mohon Tunggu... Human Resources - Mahasiswa Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Pelita Bangsa

Wanita Karir

Selanjutnya

Tutup

Financial

Menggali Penyebab Kegagalan Bisnis PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dari Aspek Manajemen Keuangan

3 November 2024   08:55 Diperbarui: 3 November 2024   09:25 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini kita digegerkan dengan informasi banyaknya perusahaan yang dinyatakan bangkrut. Salah satu yang akan kita bahas adalah kegagalan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), yang merupakan salah satu produsen tekstil terbesar di Indonesia. Dalam hal ini ada beberapa faktor utama dalam segi manajemen keuangan yang berdampak signifikan pada keuangan perusahaan. Berikut analisis mengenai manajemen keuangan dan faktor yang menyebabkan kepailitan perusahaan ini:

  1. Kendala Utang
    Pada akhir 2020, PT Sritex memiliki total utang mencapai Rp 17,1 triliun, sementara aset perusahaan hanya sekitar Rp 26,9 triliun. Dengan kewajiban utang yang besar dan arus kas terbatas, kemampuan PT Sritex untuk memenuhi kewajiban finansial semakin tertekan. Kondisi ini diperburuk ketika PT Sritex tidak dapat memenuhi perjanjian homologasi (perdamaian dengan kreditur) yang disahkan pada Januari 2022. Kegagalan memenuhi perjanjian ini mendorong PT Indo Bharat Rayon, salah satu kreditur besar, mengajukan permohonan pembatalan homologasi yang kemudian mengakibatkan PT Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada Oktober 2024

  2. Strategi Ekspansi yang Agresif
    Sritex melakukan ekspansi besar-besaran selama beberapa tahun sebelum 2020, termasuk meningkatkan kapasitas produksi dan melakukan investasi untuk memperluas jaringan distribusi internasional. Meskipun ini dapat meningkatkan skala produksi dan pengaruh pasar, strategi ini juga meningkatkan beban utang perusahaan. Saat pandemi COVID-19 melanda, permintaan produk tekstil mengalami penurunan drastis, yang berdampak negatif pada pendapatan perusahaan dan memperburuk kondisi keuangannya

  3. Kondisi Industri Tekstil yang Tidak Stabil
    Industri tekstil di Indonesia telah menghadapi tantangan besar dari sisi biaya produksi, perubahan regulasi, dan persaingan dari produk impor. Faktor-faktor ini membatasi kemampuan perusahaan untuk mempertahankan margin keuntungan yang memadai. Pada saat yang sama, harga bahan baku yang fluktuatif dan biaya operasional yang tinggi semakin mempersulit situasi keuangan PT Sritex

  4. Kurangnya Manajemen Risiko
    Salah satu kritik utama terhadap PT Sritex adalah lemahnya manajemen risiko dalam mengantisipasi kondisi pasar dan dampak pandemi. Perusahaan tampaknya tidak memiliki strategi mitigasi risiko yang kuat, terutama dalam menghadapi utang jangka panjang yang besar. Kurangnya diversifikasi sumber pendanaan dan ketergantungan pada kredit juga menjadi faktor penyebab utama kegagalan manajemen keuangan mereka

Dari analisis di atas, kegagalan manajemen keuangan PT Sritex terlihat pada strategi utang yang tinggi tanpa didukung mitigasi risiko yang memadai, ekspansi yang terlalu agresif tanpa pertimbangan terhadap ketahanan keuangan, serta kurangnya adaptasi terhadap kondisi industri yang berubah. Pembelajaran dari kasus ini adalah pentingnya keseimbangan antara ekspansi bisnis dan pengelolaan risiko keuangan yang berkelanjutan untuk menjaga stabilitas perusahaan di tengah fluktuasi pasar dan tantangan eksternal.

Untuk menghindari krisis keuangan seperti yang dialami PT Sritex, manajemen keuangan yang baik perlu menerapkan strategi yang berfokus pada pengelolaan utang, evaluasi risiko, serta pengendalian arus kas dan pengeluaran. Berdasarkan prinsip-prinsip dalam buku Manajemen Keuangan oleh beberapa ahli seperti Brigham & Houston (2021) dan Van Horne & Wachowicz (2018), berikut beberapa langkah yang seharusnya diambil PT Sritex untuk memperkuat manajemen keuangan mereka:

  1. Pengelolaan Struktur Modal yang Seimbang
    Menurut teori dari Brigham dan Houston, struktur modal yang optimal adalah kombinasi utang dan ekuitas yang meminimalkan biaya modal keseluruhan dan memaksimalkan nilai perusahaan. PT Sritex dapat mengurangi ketergantungan pada utang jangka panjang yang besar dengan mengutamakan pembiayaan dari ekuitas atau instrumen lain yang tidak menambah beban bunga. Langkah ini dapat menjaga stabilitas arus kas dan mengurangi risiko default.

  2. Manajemen Arus Kas yang Ketat
    Van Horne & Wachowicz (2018) menekankan pentingnya pengelolaan arus kas operasional untuk memastikan ketersediaan likuiditas yang cukup guna memenuhi kewajiban jangka pendek. PT Sritex dapat melakukan proyeksi arus kas secara berkala dan menyesuaikan pengeluaran berdasarkan pendapatan riil. Ini penting untuk menghindari penumpukan kewajiban finansial di tengah penurunan permintaan.

  3. Pengendalian Risiko Utang
    PT Sritex perlu menerapkan manajemen risiko yang ketat dengan melakukan lindung nilai (hedging) untuk utang dalam mata uang asing, seperti yang disarankan oleh teori manajemen risiko dalam Corporate Finance oleh Ross, Westerfield, dan Jaffe. Hal ini akan membantu perusahaan mengurangi dampak dari fluktuasi nilai tukar, yang dapat membengkakkan kewajiban jika perusahaan memiliki banyak utang dalam mata uang asing.

  4. Diversifikasi Produk dan Pasar
    Mengacu pada strategi diversifikasi yang disebutkan oleh Weston dan Brigham, PT Sritex sebaiknya tidak hanya fokus pada produksi tekstil konvensional, tetapi juga mencari segmen pasar baru atau diversifikasi produk yang lebih tahan terhadap perubahan permintaan, seperti produk kain teknologi atau tekstil ramah lingkungan.

  5. Evaluasi Kinerja Keuangan secara Berkala
    Weston & Brigham dalam buku Essentials of Managerial Finance menggarisbawahi pentingnya evaluasi kinerja keuangan secara berkala menggunakan rasio keuangan. PT Sritex dapat menggunakan rasio profitabilitas, likuiditas, dan solvabilitas untuk memantau kondisi keuangan perusahaan dan mengambil tindakan pencegahan lebih dini jika ditemukan tanda-tanda ketidakstabilan finansial.

  6. Pembatasan Ekspansi Berlebihan
    Ekspansi besar-besaran harus diimbangi dengan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan arus kas dan kesehatan keuangan. Penekanan dari Van Horne & Wachowicz menunjukkan bahwa ekspansi yang berlebihan tanpa perencanaan yang matang dapat mengancam kestabilan perusahaan, terutama jika dibiayai dengan utang. PT Sritex dapat mengutamakan ekspansi yang bertahap dan sesuai kapasitas finansial mereka.

Daftar Pustaka:

  • Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2021). Fundamentals of Financial Management (15th Edition). Boston: Cengage Learning.
  • Van Horne, J. C., & Wachowicz, J. M. (2018). Fundamentals of Financial Management (13th Edition). Harlow: Pearson Education.
  • Ross, S. A., Westerfield, R. W., & Jaffe, J. F. (2019). Corporate Finance (12th Edition). New York: McGraw-Hill Education.
  • Weston, J. F., & Brigham, E. F. (1995). Essentials of Managerial Finance (13th Edition). Orlando: Dryden Press.

Langkah-langkah ini dapat membantu perusahaan dalam menjaga stabilitas keuangan serta menghindari risiko seperti yang mungkin timbul akibat ketergantungan berlebihan pada utang dan ekspansi yang agresif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun