Mohon tunggu...
Rossidah Rihadatul Aisi
Rossidah Rihadatul Aisi Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Mahasiswa Ekonomi dan Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Analisis Hubungan Perdagangan Internasional: Menghindari Ketergantungan Ekspor Indonesia ke China

18 Desember 2024   18:26 Diperbarui: 18 Desember 2024   18:26 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegiatan ekspor memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Ekspor menyumbang pendapatan devisa yang digunakan untuk menjaga stabilitas perekonomian negara. Devisa yang didapat dari ekspor digunakan untuk investasi, membayar utang luar negeri dan membiayai impor barang dari luar.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor barang dan jasa menyumbang porsi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Tercatat dalam statistik pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan ke-3 tahun 2024, bahwa ekspor telah menyumbang 9,09% pada pertumbuhan PDB. Hal ini menegaskan bahwa Ekspor memegang peranan krusial sebagai sumber penghasilan terbesar bagi Indonesia.

Negara-negara yang memiliki hubungan ekonomi yang kuat dengan Indonesia, baik untuk impor maupun ekspor, merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Salah satu negara yang menjadi mitra dagang terbesar Indonesia adalah China. Tercatat dalam data BPS pada bulan November 2024, China masih menjadi mitra dagang terbesar Indonesia dengan ekspor mencapai 5.345,9 juta dolar AS dan 5.796,6 juta dolar AS dari segi impor.

Kekuatan hubungan perdagangan Indonesia dengan China ini memberikan kesempatan besar bagi negara, terutama karena China merupakan konsumen terbesar komoditas-komoditas unggulan indonesia. Benerapa komunitas utama Indonesia yang di ekspor ke China adalah Batu bara, Besi dan baja, dan minyak sawit. Data dari BPS memaparkan bahwa China merupakan konsumen terbesar dari ketiga komoditas tersebut. Total perdagangan antara Indonesia dan China terus meningkat setiap tahun karena hubungan ekonomi yang kuat dan peran China sebagai pasar global terbesar.

Pemintaan China yang tenggi terhadap sumber daya alam memberikan peluang yang besar bagi Indonesia untuk mendapatkan pendapatan dari ekspor. Dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, China membutuhkan banyak bahan baku untuk mendukung industrinya yang terus berkembang. Ini memberikan peluang strategis bagi Indonesia untuk berperan sebagai pemasok utama sumber daya alam.

Trade relations antara Indonesia dan China menguntungkan dari segi pendapatan devisa maupun peningkatan ekspor. Akan tetapi, ketergantungan yang berlebihan dapat membawa risiko dan membuat perekonomian negara menjadi rentan.

Besarnya pengaruh perdagangan luar negeri dengan china bagi perekonomian Indonesia dapat menimbulkan ketergantungan perdagangan. Mengingat China yang merupakan konsumen terbesar beberapa komoditas unggulan Indonesia, ketergantungan dapat menjadikan ekonomi menjadi rentan terhadap perubahan ekonomi china dan dapat mengganggu stabilitas perekonomian negara.

Jika ekonomi China melambat atau permintaan menurun, pendapatan ekspor Indonesia akan terdampak secara signifikan. Contohnya saat terjadi perlambatan ekonomi China yang terjadi pada masa pandemi Covid-19.

Menurut Kahfi Riza dalam wawancara di CNBC Indonesia, ada beberapa alasan mengapa ekonomi China lambat berkembang. Yang pertama adalah pembukaan kembali China yang belum ideal, dan yang kedua adalah bagaimana kebijakan politik China berfokus pada peningkatan kesejahteraan dan konsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa proses reopening dan efeknya belum berjalan secara optimal. Akibatnya, China melakukan sensus yang tidak setinggi kebanyakan negara lain.

Dampak perlambatan perekonomian China ini berpengaruh pada Indonesia terutama pada sektor ekspor dan impor. Tindakan yang akan dilakukan China ketika ekonominya mengalami perlambatan yaitu mengurangi jumlah impor dari negara lain termasuk Indonesia. Jika China mengurangi impor komoditas unggulan dari Indonesia, maka dampaknya akan sangat besar, seperti penurunan nilai ekspor Indonesia dan menurunya harga komoditas yang terkait karena banyaknya pasokan yang meningkat.

Menurunya nilai ekspor juga dapat menyebabkan risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi negara. Seperti yang telah disebutkan, sektor ekspor memiliki kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Penurunan ekspor akan berpengaruh pada kestabilan ekonomi, terutama karena ekspor memiliki peran signifikan terhadap pertumbuhan PDB.

Dampak yang mendalam juga dapat dirasakan terhadap berkurangnya lapangan kerja. Penurunan ekspor ini dapat berpengaruh pada penurunan produksi di sektor-sektor terkait. Akibatnya perusahaan mungkin akan mengurangi biaya produksi dan berakibat pada PHK tenaga kerja dan menurunya pendapatan tenaga kerja.

Pada contoh kasus berkurangnya permintaan batu bara dari China, dampaknya dapat dirasakan dari segi pendapatan devisa, neraca perdagangan, bahkan berdampak pada daerah penghasil batu bara. Penurunan permintaan batu bara dari China juga dapat mengakibatkan penurunan harga batu bara di seluruh dunia karena pasokan batu bara di pasar global akan meningkat. Jika ekspor batu bara menurun, hal itu juga berdampak buruk pada wilayah yang menghasilkan batu bara. Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatra Selatan akan merasakan konsekuensi ekonomi langsung dari penurunan ini.

Penurunan nilai ekspor negara juga dapat menyebabkan meningkatnya stok yang ada di dalam negeri dan yang dapat terjadi berikutnya adalah harga barang yang turun secara signifikan juga kerugian bagi para produsen yang kesulitan menjual produk-nya.

Singkatnya, Penurunan tingkat ekspor berdampak luas pada ekonomi, mulai dari penurunan penerimaan devisa, melemahnya pertumbuhan ekonomi, meningkatnya pengangguran, hingga gangguan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengatasi risiko ini, pemerintah perlu mendorong diversifikasi pasar ekspor, meningkatkan daya saing produk, dan memperkuat pasar domestik sebagai alternatif penyerapan produksi.

Diversifikasi pasar dan produk merupakan upaya atau strategi untuk memperluas jangkauan pasar dan mengurangi risiko dengan cara menyebarkan investasi dan sumber daya ke berbagai pasar atau industri. Dalam hal ini, yang dapat dilakukan adalah memvariasikan produk dan memperluas pasar agar negara tidakbergantung pada satu sumber saja.

Kebijakan dapat dilakukan dengan beberapa cara untuk meningkatkan dan menstabilkan pendapatan negara berbasis ekspor, termasuk promosi ekspor, diversifikasi ekspor, pemberian kredit ekspor, standardisasi produk dan kebijakan lainnya(Amir et al., 2020). Diversifikasi ekspor umumnya didukung oleh kebijakan promosi, standardisasi, dan kredit ekspor.

Diversifikasi produk yang dapat dilakukan salah satunya adalah hilirisasi. Hilirisasi merupakan usaha  Fokus pada pengolahan bahan mentah menjadi produk setengah jadi atau produk jadi yang memiliki nilai jual lebih tinggi.

Seperti yang telah ditegaskan oleh mantan Presiden Republik Indonesia Joko widodo pada acara Peresmian Injeksi Bauksit Perdana SGAR di Mempawah, Kalimantan Barat, Selasa (24/9), tentang pentingnya hilirisasi mengolah barang mentah menjadi barang jadi untuk meningkatkan nilai tambah komoditi. Peningkatan nilai tambah akan membawa Indonesia menjadi negara industri.

Berikutnya adalah diversifikasi pasar, yaitu strategi memperluas pasar dan menjangkau asar baru atau yang berbeda sebagai pengganti disaat pasar China sedang mengalami perlemahan.

Cara menghindari ketergantungan yang berikutnya adalah meningkatkan daya saing produk. Srategi ini dapad dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas peoduk, meningkatkan efisiensi dan produktivitas, dan memperhatikan daya tarik global.

Memiliki China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia memang sangat menguntungkan bagi negara, apalagi China merupakan konsumen terbesar beberapa komoditas unggulan Indonesia. Namun, jika hal ini terus berlanjut maka akan terjadi ketergantungan terhadap satu negara tersebut dan berbampak besar bagi perkembangan perekonomian negara. Akan tetapi, ketergantungan ini bisa dihindari dengan melakukan mitigasi dari dampak perlambatan perekonomian seperti mendorong diversifikasi pasar ekspor, meningkatkan daya saing produk, dan memperkuat pasar domestik sebagai alternatif penyerapan produksi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun