Waluyo (2002: 1) mengungkapkan bahwa puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi rima dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata0kata kias. Suroto (1989: 40) berpendapat bahwa secara bebas dapat dikatakan bahwa puisi adalah karangan yang singkat, padat, dan pekat. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka puisi merupakan suatu karya sastra tertulis yang berisi ungkapan penulis mengenai pikiran, emosi, maupun pengalaman yang dituangkan dalam bentuk tulisan dengan bahasa yang terikat oleh rima dan irama.
Karya sastra seperti puisi yang melalui proses suatu proses penelaahan, penilaiain, penghargaan, dan pengamatan terhadap karya sastra puisi dengan memperhatikan bagian-bagian penting yang terkandung dalam puisi seperti unsur-unsur puisi, citraan puisi, dan nilai-nilai puisi disebut dengan kajian apresiasi puisi. Kajian apresiasi puisi biasanya berisi mengenai kelebihan dan kekurangan suatu puisi yang dikaji dengan memperhatikan segi-segi estetikanya. apresiasi merupakan suatu proses mencermati, mendengar, menghayati, menilai, menjiawai, dan membandingkan atau menghargai suatu karya baik karya seni maupun karya sastra dengan memperhatikan segi estetiknya.
Berikut ini merupakan apresiasi puisi berjudul Telah Satu karya W.S. Rendra:
Telah Satu
W.S. Rendra
Gelisahmu adalah gelisahku.
Berjalanlah kita bergandengan
dalam hidup yang nyata,
dan kita cintai.
Lama kita saling bertatap mata
dan makin mengerti
tak lagi bisa dipisahkan.
Engkau adalah peniti
yang telah disematkan.
Aku adalah kapal
yang telah berlabuh dan ditambatkan.
Kita berdua adalah lava
yang tak bisa lagi diuraikan.
Puisi berjudul Telah Satu  memiliki makna percintaan dan romantisme tentang kebersamaan dan kepercayaan yang dilalui bersama baik dalam keadaan suka atau duka. Puisi karya W.S Rendra ini menceritakan kisah seorang kekasih yang jarang bertemu namun mereka meyakini bahwa cinta yang dimilikinya semakin kuat dan tidak akan terpisah untuk selamanya. Keindahan puisi tersebut bisa tersampaikan lewat makna yang terkandung dalam bait-bait puisi secara jelas. Ekspresi perasaan penulis terlihat secara jelas, bersajak pendek, dan pemotongan kalimat atau frasa lainnya diletakan pada baris berikutnya. Pendengar atau pembaca bisa menghayati perasaan yang sedang dirasakan penulis yang memiliki keyakinan bahwa ia tidak akan bisa terpisahkan dengan kekasihnya karena sudah ditakdirkan bersatu. Hal tersebut dapat dilihat pada bait yang berbunyi
Engkau adalah peniti
yang telah disematkan.
Aku adalah kapal
yang telah berlabuh dan ditambatkan.
Kita berdua adalah lava
yang tak bisa lagi diuraikan.
Pada bait tersebut mengandung makna perasaan sepasang kekasih yang sudah yakin bahwa mereka memang sudah ditakdirkan bersatu seperti peniti yang telah disematkan, seperti kapal yang sudah ditambatkan, dan lava yang tidak bisa lagi diuaraikan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI