Para ahli ekonomi aliran kelembagaan menemukan alasan bahwa terjadinya disparitas ekonomi adalah akibat dari tingkat akuntabilitas suatu lembaga kepada masyarakatnya dalam mengelola faktor ekonomi yang menimbulkan stagnasi berkepanjangan dan juga terhadap cara suatu lembaga dalam menciptakan suatu iklim ekonomi yang efektif.
Sedangkan tokoh ekonomi kelembagaan baru, Douglass C. North, menyebutkan bahwa kelembagaan ekonomi dibentuk oleh aturan formal seperti aturan, hukum dan konsitusi; dan aturan informal berupa kesepakatan dan norma.
Suatu lembaga ekonomi dipercaya merupakan kunci dari pembangunan ekonomi. Pemerintah memiliki peran sentral dalam menentukan biaya produksi dan biaya pertukaran (cost of exchange).Â
Lembaga pemerintahan yang buruk akan menghasilkan kebijakan yang menelan biaya terlampau mahal dan sangat memberatkan banyak pihak. Kesalahan mengelola pemerintahan dapat memunculkan kebijakan yang menguntungkan segelintir orang atau golongan.
Hal tersebut mendorong terbitnya kebijakan ekonomi yang bersifat redistributif dibandingkan aktivitas produktif, cenderung menciptakan monopoli atau oligopoli dibandingkan dengan pasar yang kompetitif, dan membatasi kesempatan pada segelintir orang daripada memperluas ke masyarakat. Kondisi tersebut menunjukkan adanya inefisiensi lembaga/institusi (institutional inefficiency)
Suatu Institusi/lembaga memiliki kecenderungan untuk mempertahankan dan melanggengkan keberadaannya. Inovasi akan berhenti jika suatu lembaga terus terjebak dalam rutinitas. Perekonomian suatu negara tidak bisa lepas dari peran lembaga ekonomi.
Pola hubungan ekonomi tersebut memunculkan efek ketergantungan sehingga baik atau buruknya perekonomian tergantung oleh baik atau buruknya lembaga/institusi di dalamnya. Struktur kontrak, hukum, serta regulasi dari penegakan hukum yang lemah mengakibatkan disparitas kemakmuran antar negara. Kondisi lembaga/institusi ini lah yang menjadi pembeda antar berbagai negara.
Pengelolaan organisasi publik yang kompleks dan berkelanjutan merupakan pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan. Permasalahan kelembagaan tersebut dapat dijawab dan diatasi dengan beberapa langkah diantaranya yang pertama dengan membuat hukum dan aturan yang jelas dan tegas sehingga tercipta suatu iklim yang sehat pada lingkungan kelembagaan.
Berikutnya adalah dengan membuat suatu tata kelola pemerintahan dan mencantumkan suatu aturan main antar lembaga untuk meminimalisasi biaya transaksi ekonomi dan menghilangkan abuse of power. Langkah terakhir adalah pengalokasian sumber daya yang efektif dan efisien serta membuka kesempatan kerja bagi individu yang berkompeten. Pendekatan ekonomi seperti ini lah yang sebaiknya digunakan karena pada akhirnya melibatkan aspek human behaviour, habit, attitude, dan yang paling utama adalah karakter dari pembuat dan penggerak kebijakan.
Pemerintah sendiri tentunya tidak tinggal diam melihat permasalahan kelembagaan ini. Hal tersebut dapat dilihat pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di mana 3 dari 7 agenda pembangunan nasional berfokus pada pembangunan sumber daya manusia dan kelembagaan.
Lebih khusus pemerintah memiliki program berupa pembangunan pada peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing; revolusi mental dan pembangunan kebudayaan; serta memperkuat stabilitas polhuhankam dan transformasi pelayanan publik.
Langkah pemerintah tersebut tentunya perlu diapresiasi mengingat peran signifikan suatu lembaga dan sumber daya manusia terhadap kemajuan perekonomian suatu negara. Namun perlu diingat bahwa pendekatan kelembagaan hanya salah satu faktor, masih terdapat faktor penting lainnya seperti faktor politik dan sosial yang juga mempengaruhi perekonomian suatu negara.