Sekarang kita telah memasuki era society 5.0. Era di mana teknologi menjadi bagian dari manusia itu sendiri yang diharapkan dapat mempermudah aktivitas sehingga tercapai kehidupan yang lebih efektif dan efisien. Ini menjadi bukti bahwa tantangan di masa sekarang itu bagaimana manusia bisa hidup berdampingan dengan teknologi mulai dari bekerja, belanja, berbisnis, hingga belajar.
Dengan kehadiran era society 5.0 ini, terjadi digitalisasi di berbagai sector secara besar-besaran. Tidak hanya di Indonesia saja, Negara-negara lainnya di planet bumi ini sedang mengalami transformasi digital. Mungkin di Negara maju sudah tidak asing lagi dengan berbagai macam bentuk teknoloi digital. Namun, di Indonesia masih menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang begitu cepat seperti sekarang.
Pandemi covid-19 kemarin, menjadi momentum untuk bercermin bagi masyarakat Indonesia bahwa sebenarnya kita belum siap dengan transformasi digital terlebih di bidang pendidikan yang mengalami perubahan sangat signifikan dalam proses pembelajarannya.
Kalau dicermati ke belakang di mana kehidupan normal sebelum datangnya virus covid-19, masyarakat kita sudah mulai beralih fungsi dalam berkegiatan seperti belanja, distribusi barang, pelaksanaan tatanan ekonomi dari konvensional ke digital. Ini dibuktikan dengan banyaknya aplikasi yang menunjang semua itu. Berbeda halnya dengan sektor pendidikan.Â
Sistem pendidikan di Indonesia sebelum covid-19 dilaksanakan secara konvensional terutama dalam kegiatan transfer ilmu, yakni pembelajaran dilaksanakan secara tatap muka langsung antara pendidik dan siswa di satu tempat dan kondisi yang sama.Â
Ada pengecualian seperti homeschooling atupun Universitas Terbuka yang memang sistem belajarnya dilakukan dalam jarak jauh karena tujuannya berbeda dengan sekolah atau universitas pada umumnya.
Saya sendiri mengalami pembelajaran daring selama kurang lebih 2 tahun. Dalam masa transisi awal perubahan tata laksana pembelajaran, sempat membuat saya keteteran. Mulai dari alat penunjang yang tidak memadai hingga materi yang disampaikan pun hanya sedikit yang dipahami.Â
Masalah lainnya yang cukup menghambat adalah banyak teman saya yang berasal dari keluarga dengan keadaan ekonomi menengah ke bawah.Â
Ada yang tidak mempunyai smartphone sehingga harus pinjam ke saudara bahka tetangga, ada yang mempunyai laptop tetapi tidak mumpuni untuk digunakan aplikasi yang begitu banyak, ada yang mengeluh karena mahalnya kuota internet sedangkan untuk satu hari video conference itu membutuhkan kurang lebih 2 GB, dan ada juga yang sering terlambat masuk kelas meeting karena terkendala jaringan. Satu-satunya harapan untuk mengatasi hambatan seperti itu adalah mendapatkan bantuan dari pihak luar, yakni pemerintah.
Pihak pemerintah dan orang-orang yang memiliki kebijakan di bidang pendidikan harus mengevaluasi kembali sistem pendidikan di Indonesia.Â
Dari melihat, menganalisis, mencermati, pengalaman belajar online selama pandemi, banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah dalam bidang ini. Terutama masalah pemerataan akses pendidikan di era transformasi digital.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H