Mohon tunggu...
rosmalina
rosmalina Mohon Tunggu... Karyawati PLN -

Karyawati HUMAS PT PLN (Persero) Wilayah Sumsel, Jambi dan Bengkulu. Jln. Kapten A. Rivai No. 37 Palembang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sabar Menuai Nasib Angga

22 April 2016   18:24 Diperbarui: 22 April 2016   18:28 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gang kecil yang padat penduduk di Kelurahan Palmerah Selatan Jakarta, tampak sumpek dan terjepit di antara gedung-gedung perkantoran yang tinggi mengelilinginya. Pagi itu terlihat banyak ibu-ibu menjemur pakaian di depan rumahnya yang tidak berpagar, seorang pemuda 32 tahun bertubuh kurus dan kecil, rambut lurus serta berkulit agak hitam  keluar dari rumah sewa berukuran 5 m x 5 m setiap hari meniti jalan ini dengan berjalan kaki. 

Sesekali lewat kendaraan motor dan sepeda lalu lalang ditambah anak kecil bermain membuat gang tersebut semakin sempit, sehingga pemuda berkacamata ini harus mengecilkan badannya yang sudah kurus agar tidak tersenggol. Langkahnya cepat dan pasti, dari sinar matanya yang agak memerah pemuda ini tidak mempunyai jam tidur yang cukup.

[caption caption="Angga menatap hari depan"][/caption][caption caption="Aktivitas Angga cukup berjalan kaki sepanjang 3 km menuju tempat kerja"]

[/caption][caption caption="Angga merasa bangga dengan keadaan sekarang"]
[/caption]Angga yang mengadu nasib di Jakarta sejak 4 tahun yang lalu harus banting tulang untuk keluarga yang berada di kampung halamannya Jogyakarta. Usahanya sebagai penjual handphone bekas saat itu tidak mencukupi untuk makan sehari-hari, mengingat  pedagang handphone sudah menjamur di mana-mana dan harga bersaing sesama penjual. 

Merasa belum bisa memberikan uang yang lebih untuk ibunya yang sudah mulai renta, Angga mencoba untuk beternak ikan lele dari kolam yang dibuatnya sendiri di belakang rumah, usaha ini hanya bertahan 6 bulan saja karena tengkulak-tengkulak ikan membeli murah darinya, sementara biaya untuk beternak ikan mulai dari makanan dan pemeliharaan menghabiskan biaya yang mahal.

Galau, resah dan bingung bercampur menjadi satu, akhirnya Angga memutuskan untuk mencoba mencari nafkah di Jakarta. Tidak semudah yang dibayangkan Angga, kehidupan di Jakarta ternyata lebih keras dan biaya hidup sangat tinggi. Angga yang masih numpang hidup di rumah kost temannya mencari pekerjaan tanpa putus asa, dari puluhan berkas lamaran yang pernah dikirmkan ke berbagai tempat lowongan kerja, Akhirnya Angga dapat diterima bekerja di Studio Kompas TV Jakarta di Bagian Logistik, tidak disangka nasib Angga tidak sekabur perasaannya selama ini.

Sekarang Angga dapat menyisihkan uang untuk dikirim ke ibunya di Jogyakarta, rasa syukur selalu terucap dari mulut pemuda ini yang merasa bangga dengan pekerjaannya. Asap rokok masih terus bisa mengepul dari mulut Angga yang matanya berbinar menceritakan kisah hidupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun