“Yang akan memakmurkan masjid – masjid Allah hanyalah orang – orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, mendirikan salat menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka mudah – mudahan mereka termasuk orang – orang yang mendapat petunjuk ”
QS. At Taubah (9) : 18
Mesjid terindah dan termegah di dunia ini diantaranya adalah Masjidil Haram tentu saja dengan Ka’bahnya yang sarat pesona spiritualitas mampu menggedor dinding – dinding kalbu yang terdalam, saat dapat memandangnya hanya ucapan
Subhanallah . . . .
Allahu Akbar dan Alhamdulillah.
Bagi jamaah yang sempat berkunjung ke Masjdil Haram tentu tidak akan melewatkan Masjid An – Nabawy, betapa menara – menaranya berkilau ditimpa sinar Matahari pagi, payung – payung elektronik yang bisa buka tutup secara otomatis begitu gagah, anggun juga kokoh bangunannya ornament dan assecoris di dalamnya.
Kini dimasa pandemic global COVID – 19 semua pintu Masjid Al Haram dan Masjid Nabawy tertutup untuk jamah seluruh dunia.
Ditutup oleh Raja demi keamanan semua fihak dan semoga pandemic berlalu kemudian kedua pintu Masjid terbuka kembali.
Kita semua berdoa semoga pandemic berlalu dan masjid – masjid yang terkesan membisu tanpa suara, para jamaahnya hilang baik yang melaksanakan ibadah shalat wajib bahkan salat sunah diantaranya taraweh karena adanya kebijakaan pemerintah tentang social distancing.
Penulis akan sedikit saja berkisah . . .
Di satu desa masuk wilayah kecamatan Cimenyan kabupaten Bandung, berdiri tegak dan kokoh Masjid berkubah biru, yang asal mulanya adalah tempat salat sejenis surau di Sumatera – Barat atau bisalah Kita kategorikan sebagai Langgar atau Mushalla.
Sepengetahuan penulis yang bermukim di Ciburial sejak 1980 tanah Masjid tersebut adalah wakaf Emak Enjeh yang diamanatkan kepada Ajengan Muchtar Adam, saat liburan kuliah sering penulis saksikan Emak Enjeh itu berkeliling seputaran Surau sederhana tersebut menyiram sirih tanaman beliau.
Anehnya penulis sering menyaksikan Emak Enjeh itu berjumpa dengan Ajengan Muchtar Adam dan memberi amanat dengan bahasa Sunda yang cukup loma, (sangat bersahabat) “Ujang Muchtar kade nyak titip wakaf Emak tidieu dugi kaditu . . . “ dst.
( Ujang Muchtar tolong ya diperhatikan ini tanahnya wakaf Emak dari sini hingga kesana . . . biasa Emak akan menunjukkan arah dan ukuran tanahnya arah Utara, Selatan dan Barat hingga Utara )