Mohon tunggu...
Intan Rosmadewi
Intan Rosmadewi Mohon Tunggu... Guru SMP - Pengajar

Pengajar, Kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain ; sesungguhnya adalah kebaikan untuk diri kita sendiri QS. Isra' ( 17 ) : 7

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

TB Hendra Cihapit 28 Bandung, Kokoh di Tengah Gempuran Media Sosial

16 Februari 2020   13:53 Diperbarui: 16 Februari 2020   15:15 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kiyai Nogosostro Sabuk Inten (picture:dok.pribadi)

Bersyukur terpilih oleh Admin Blogger Bandung untuk bisa berkunjung ke  Taman Bacaan Hendra  di jalan Cihapit 28 Bandung dengan perasaan yang bergejolak karena buku-buku bacaan keche' tertata rapih plus pencahayaan yang di setting agar buku terjaga kehangatannya.

Buku saja butuh kehangatan untuk menjaga keutuhannya,   apalagi para pembacanya lebih membutuhkan kehangatan agar betah menuntaskan ribuan jilid komik silat seperti Kho Ping Hoo karya besar dari Asmaraman S. beken juga disematkan judul komik Kho Ping Hoo di belakang namanya.

Dahulu sekitar tahun 1970 -- 1980  kala penulis masih duduk di  SMPN 7 Bandung terletak  di jalan Ambon,  teman sekelas banyak sekali yang bermukim di sekitaran jalan Cihapit.  

Mereka sering berkisah tentang situasi di jalan tersebut yang spesifik sebagai pasar barang-barang loakan diantaranya berbagai jenis elektronik hingga sepatu dan beberapa jas kulit dominan warna hitam konon penghangat tubuh tersebut limbah dari luar Negara.

Masyarakat kota Bandung sangat memahami jika disebut Cihapit, identik saja dengan barang loakan.

Pada tahun  tersebut penulis ketika itu masih memiliki referensi taman bacaan di sekitar jalan Dago yang juga banyak menyewakan buku komik dari mulai HC. Andersen,  Gerdi WK yang berkisah tentang Gina dengan petualangannya ke manca negeri yang paling beken jadi pembahasan dalam obrolan adalah memang  Kho Ping Hoo Asmaraman.

Merasa amaging saja kemudian menemukan Taman Bacaan di zaman kini, yang koleksi bukunya mencapai hingga 75 ribu judul dan ketika hampir sekian persen menggunakan media social by internet  sebagai pengganti berbagai jenis bacaan, seperti koran yang juga tergusur. 

Kita bisa membayangkan masih ada Taman Bacaan yang kumpulan  bukunya relative banyak yang sudah  kuno, ini sebentuk ketangguhan pemiliknya melawan jaman.

Berdasarkan hasil studi Polling Indonesia yang bekerja sama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia tumbuh 10,12 persen. Menurut Sekjen APJII, Henri Kasyfi, survei ini melibatkan 5.900 sampel dengan margin of error 1,28 persen. Data lapangan ini diambil selama periode Maret hingga 14 April 2019.

"APJII: Jumlah Pengguna Internet di Indonesia Tembus 171 Juta Jiwa", 

Di tengah pertarungan ini Taman Bacaan Hendra masih tegak berdiri sambil merambah dunia kopi sebagai jeda yang asik, membaca dan memilih buku juga komik berbagai judul -- judul keche' yang menjemput masa dahulu kala,  saat internet mungkin masih di alam kubur.

Wow . . . suka. ( Pict : dok.pribadi )
Wow . . . suka. ( Pict : dok.pribadi )
TB. Hendra yang melegenda (pict: dok.pribadi)
TB. Hendra yang melegenda (pict: dok.pribadi)
Mengenang itu,   terasa bahwa ketika itu begitu indah tentang buku- buku komik yang pernah dibaca, novel jadul entah Kabut Sutra Ungu dan melupakan judul yang ingat hanya penulisnya seperti Marga T. atau buku judul apapun termasuk Gajah Mada mengundang kebahagiaan yang tidak biasa,   adapun masa kini ada nama yang muncul seperti diantaranya mungkin Andrea Herata,  Tere Liye ataukah Tasaro GK oke mereka penulis -- penulis segar sebagai penawar dunia bacaan masa kini.

TB Hendra @encykoffee

Sangat mudah menemukan jalan Cihapit 28 Bandung lokasinya sedikit menjorok sekitar dua rumah,  bangunan masih tampak tua dengan pencahayaan yang cukup temaram.

Ada beberapa tumbuhan yang ditata dan dipelihara lumayan rapih sepintas diantaranya terdapat salah satu jenis see kulen,   biasanya tanaman jenis see kulen atau pedang-pedangan  populer disebut lidah mertua dipajang pada halaman rumah dengan maksud agar menghisap berbagai jenis racun yang melayang di udara dan Kita tidak bisa memantaunya secara kasat mata.

Dinding luar bagian depan dipasang topeng wajah,  ukiran unik,  berwarna coklat susu agak kekuningan khas warna kayu yang origin tanpa polesan cat.

Kemudian ada pigura antik berwarna hijau tosca semacam lubang jendela ditempel menyatu sebagai bingkai kedua topeng coklat susu,  relative cukup sederhana minimalnya jika sekejap orang lewat menjadi salah satu center  fokus ketika kemudian pengunjung bisa berjalan perlahan memandangi satu demi satu buku yang ditata sangat rapih, tidak perlu heran jika sebagiannya berdebu mungkin jarang disentuh . . .  kurang populer.

Berbeda dengan para pemburu komik Kho Ping Hoo,  plus  jumlah penggemar yang seakan tidak pernah berkurang hingga komikpun tampak paling lusuh dibanding dengan komik sejenis silat lainnya.  Subhanallah keren penulisnya (kendati banyak juga kontroversi yang merebak terkait berbagai hal.

Lupakan!

Demi mengenang masa dulu penulis meminta Pak Diding mencarikan edisi komik yang sempat diproduksi sebagai  sandiwara radio dengan judul Kiyai Nogo Sostro dan Sabuk Inten.

Kiyai Nogosostro Sabuk Inten (picture:dok.pribadi)
Kiyai Nogosostro Sabuk Inten (picture:dok.pribadi)
Pada 1980 -- 1990-an Kami rutin setiap ba'da Dzuhur atau Ashar menyimak salah satu sandiwara kegemaran tentang Aria Kamdanu sang pemilik Kiyai Nogo Sostro  demikian Sabuk Inten beserta Mantili.

Tentu saja masa itu telah berlalu sekian puluh tahun yang lalu.

Pak Diding adalah pegawai  yang sangat setia terbukti sudah puluhan tahun membersamai keluarga penggemar buku ini dengan cara menjaga, merawat dan kompak  berusaha mensosialisasikannya sejak sekitar 1990-an. 

Bahkan dalam obrolan terungkap Pak Diding termasuk salah seorang  penggemar berat  komik Kho Ping Hoo dan,  membaca seluruh karya Asmaraman S.

Pada awalnya bincang-bincang ringan dibuka dengan menanyakan berapa banyak koleksi novel,  komik  dan beberapa buku politik pada umumnya berbahasa Indonesia akan tetapi ada juga beberapa koleksi berbahasa Inggris.

Bagaimana sikap peminat buku yang ada di TB Hendra,  sehingga pada saat penulis melihat satu demi satu judul yang tersusun di rak yang cukup tinggi.  

Ada salah seorang Ibu yang muncul siang itu ingin meminjam komik Gina penulisnya Gerdi Wk. ternyata komik tersebut sudah ditarik oleh Ibu Juliana.

Disebut komik Gina penulis menghampiri Ibu tsb, dan berbincang sejenak setelah berkenalan alakadarnya.

"Ibu kenapa nyari komik Gina?" 

Jawabannya sambil tersenyum ramah,  

"Saya penggemar semua edisi komik Gina, dulu Saya sering pinjam di sini, kartu anggota  disimpan rapih karena harus pindah keluar daerah. 

Sekarang kembali mah  kembali ke  Bandung lagi . . .

Saya salah seorang hakim itu kantornya dekat dari sini jalan sebentar juga sudah nyampe.

Pingin baca-baca komik lagi . . . males kalau baca medsos . . . duh Ibu,  banyak perceraian gegara medsos dhuh . . . untung   Saya lebih suka baca komik jadul sama gambar yang menarik Kho Ping Hoo mah cangkeul (letih, bahasa Sunda)  terlalu panjang pisan."

Ini potongan pembicaraan yang sangat tidak Kami duga,  sesama penggemar komik Gerdi WK yang dibaca puluhan tahun yang lalu jumpa di TB. Hendra duh aneh dan surprise . . .

Adapun Kang Derian, sebagai pemilik TB.Hendra beliau asik meracik kopi pesanan para pengunjung disiang itu, sesekali dia mencoba melayani pertanyaan-pertanyaan Kami dengan ringan dan terus menyungging senyum khas urang Bandung, ramah!

Adalah Hendra Carlos Ayah Kang Derian,   memiliki komitmen kuat tetap  melanjutkan usaha kedua orang tuanya yaitu Juliana Huwae dan Edi Huwae.

Berdasar penuturan Pak Diding pegawai setia di TB. Hendra,   Derian Indra generasi ketiga yang berkomitmen menjadi pewaris usaha keluarga. Salah satu alasannya adalah "sayang buku sedemikian banyak jika usaha tidak dilanjutkan,  disamping juaa merawat para penggemar komik dan novel khususnya di kota Bandung.

Usaha yang ciamik Taman Bacaan dikombinasi dengan #cafe koffee

Asmaraman Sukowati atau Kho Ping Hoo (juga dieja Kho Ping Ho, Hanzi: ; pinyin: X Pngh, lahir di Sragen, Jawa Tengah, 17 Agustus 1926 -- meninggal 22 Juli 1994 pada umur 67 tahun) adalah penulis cersil (cerita silat) yang sangat populer di Indonesia. Kho Ping Hoo dikenal luas karena kontribusinya bagi literatur fiksi silat Indonesia, khususnya yang bertemakan Tionghoa Indonesia yang tidak dapat diabaikan. (wikipedia.org)

Keganasan dunia media social sesungguhnya bisa Kita siasati salah satunya berkunjung ke taman bacaan atau perpustakaan yang belakangan ini mulai dilirik dan rajin dikunjungi kembali karean mungkin salah satunya adalah kejenuhan yang mendasar dan kerinduan betapa njikmatnya duduk dalam posisi apapun kemudian merambah satu demi satu huruf,  kata dan rangkaian kalimat yang butuh Kita maknai untuk berfikir lebih mendalam tentang bacaan yang tengah kita larut di dalamnya.

#Encykoffee  ( Library & Coffee ).

Ahad,   22JumadilAkhir1441 H   /  16 Februari 2020 M

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun