Mohon tunggu...
Intan Rosmadewi
Intan Rosmadewi Mohon Tunggu... Guru SMP - Pengajar

Pengajar, Kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain ; sesungguhnya adalah kebaikan untuk diri kita sendiri QS. Isra' ( 17 ) : 7

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Raadhiyah Mardhiyyah, Putri Ayah yang Tangguh

14 Januari 2020   07:28 Diperbarui: 14 Januari 2020   07:26 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Didi bersama Ayah dan Bunda (pict: dok.pribadi)

 Gadis tangguh puteri Ayah dan Bunda lahir dengan kisah drama yang agak berlebihan meskipun sesungguhnya bukan rekayasa Kami berdua,  ia lahir pada  9 Januari 1995M  bertepatan dengan hari Rabu,  

11 Sya’ban 1415 H.

Rencana Ayah dan Bunda melahirkan puteri ketujuh ini di Puskesmas Puter -  Bandung  yang  menjadi langganan untuk melaksanankan persalinan dengan pelayanan prima harga super murah dan relatife tidak terlalu jauh dari tempat kami bermukim di utara kota yaitu Ciburial.

Di Puskesmas – Puter setelah petugas  memeriksa kondisi Bunda,  mereka merekomendasi agar kelahiran kali ini dipersilahkan menuju rumah sakit bersalin Hasan Sadikin dengan beberapa pertimbangan diantaranya riskan bagi puskesmas melaksanakan pelayanan persalinan anak yang ketujuh khawatir terjadi pendarahan dsb.

Bukan semata – mata faktor usia Ibunya saat itu,  akan tetapi karena kelahiran anak ketujuh masuk dalam kategori resiko tinggi.    

Maka Kamipun pada akhirnya  dirujuk ke RS Hasan -- Sadikin Bandung dan si kecil lahir dengan timbangan 3,6 sedang gambaran panjangpun entah berapa,  hanya itu yang tersisa dalam ingatan Bunda  yang kini telah menginjak usia 58 tahun.

pict : Rara Muhammad
pict : Rara Muhammad
Dokpri
Dokpri

Keseharian Dalam Kehidupan

Dalam keseharian Kami sudah sangat terbiasa  memanggil si kecil dengan sematan  Dee dee  (Didi) singkatan dari nama aslinya   Raadiyyah Mardhiyyah   Bunda bersepakat dengan Ayah menamainya  mengambil dari potongan ayat Qur’an al Fajr (89)  :  28

Harapan Ayah dan Bunda menyematkan nama tersebut pada sang bayi yang lahir paling jumbo dibandingkan dengan Abang /  Kakak -kakaknya,   agar ia hidup berhati – hati dan selalu berburu amal shaleh yang diridhai Nya sehingga keridhaan demi keridhaan – Nya melekat dalam kehidupan sejak lahir hingga wafat dan harapan itu untuk semua do’a kami ayah juga Bunda.

Nama panggilan tersebut  di rumah melekat hingga kini  #Didi,  akan tetapi dia memiliki nama pena    Rara Muhammad.    Khusus saat gadisnya Ayah ini menuntut ilmu di kota Malang dan bergabung bersama Bolang - Kompasiana,   nama  Rara  lebih melekat dan Bunda kadang celingukan dalam  hati . . . saat semua rekan, teman dan sahabatnya di Malang memanggil  salah seorang mantan mahasiswa jurusan bahasa Inggris  (UNJ)   ini dengan panggilan Rara.

Puteri cantik ini semakin besar hingga menginjak remaja dan kini sudah dewasa karakternya agak sedikit maskulin, pemberani tidak ada rasa takut misalnya ketemu ulat, cacing, tikus,  anjing, tokek, cecak juga kecoa. 

Ada enam puteri Bunda yang lainnya dengan binatang – binatang kecil inipun kadang takut juga jijik,  khususnya Bunda.

Atas keberanian salah satu anak perempuan ini,   terkadang Bunda heran dan mengingat – ingat apa saja yang Bunda lakukan selama Didi dalam kandungan.  Tentu saja sudah lupa dan Kami berdua Ayah juga Bundanya sering heran mengamati tingkah laku puteri yang berkulit berbeda dengan semua saudaranya dia agak gelap atau tepatnya sawo matang.

Untuk masalah kulit  dalam keluarga kami sepertinya Didi mendekati kulit Kakanya Dzulfikar Al Ala,  yang berperan banyak mendorong keluarga agar latihan menulis via Kompasiana.

Selama mengembara di Malang bersyukur Didi tinggal bersama Ibu Ridwan dan Ibu Tarigan, kedua Ibu yang shalehah ini adalah  mukimin  sehingga  sejak awal kuliah di Universitas Negeri Malang,   Bunda sangat mempercayai keduanya. Alhamdulillah Didi patuh pada keinginan orang tua demi keselamatan dan kehormatan keluarga. 

Hidup Prihatin di Perantauan

Prihatin,   adalah kata kunci kesuksesan perempuan pemberani keturunan Ayah berasal dari Madura dan Bundanya dari Selayar ( Sulawesi – Selatan ). Makan dan minum sedemikian sederhana demikian tampilan super seadanya.

Bunda dengan Ayah memang keadaannya tidak berlebihan berjuang  “jumpalitan”  agar putera dan puteri bisa masuk perguruan tinggi saja suatu anugerah yang berlimpah mohon pada Gusti Allah kemudahan dan keringanan pembiayaan.

Alhamdulillah pada akhirnyapun Didi memperoleh bea siswa dari UNJ atas bantuan seseorang yang bermurah hati mengurus segala sesuatu terkait administrasi hingga Ayah dan Bunda bisa sedikit bernafas lega dan sangat bersuka cita, kendati Ayah sudah tiada.

Tidak lupa Bunda haturkan terima kasih ya pada Lek Vitanya,  yang dengan sabar mengurus segala hal terkait berbagai persyaratan administrasi  dan selalu   terus sambung   shilah ar Rahim     atas hubungan kekeluargaan yang indah ini.

Do’a dan do’a selalu untuk Ayah yang mencintai kalian dengan sepenuh cinta.  Tidak ada lagi yang bisa Kita lakukan untuk Ayah selain berdo’a agar Allah mengampuni semua dosa – dosanya,  menyayanginya dengan cara di tempatkan di Surga – Nya yang terpuji dan mulia.

pict : dok.pribadi
pict : dok.pribadi

Dokpri
Dokpri

Tidak Pernah Mengeluh

Apapun kesulitan hidup dan kehidupan selama di perantauan sebagai salah seorang mahasiswi yatim,  plus berbagai ketebatasan  Didi sama sekali tidak pernah mengeluh.  Apakah lewat tilpon, kirim  whatsapp  atau berkabar lewat saudara – saudaranya berkabar lewat  inbox  Face Book  atau DM via instaghram   sama sekali tidak pernah dia lakukan.

Demikianpun jika Ibu Ridwan dan Ibu Tarigan kami tilpon selalu berkhabar bahwa Didi baik – baik saja,   Bunda tahu kesulitan hidup sebagai mahasiswi itu tidak mudah.

Hebatnya lagi puteri kecil kami sama sekali tidak pernah merepotkan keluarga,  misal kangen kuliner kota Bandung yang sangat variatif,  Didi pandai menahan diri dan inilah keistimewaan tersembunyi.

Kuliah Rampung Tepat Waktu

Tentu saja Ayah, Bunda bangga sekali Didi rampung kuliah tepat waktu dan Kami tidak bisa hadir saat wisuda karena terkendala berbagai hal,  pun Ayah telah tiada.  Akan tetapi Ibu Ridwan dengan suka – cita mengantarkan prosesi wisuda demikian Teh  Ean dengan Syirin bisa mendampingi mewakili Bunda yang mobile di Bandung.

Kuliah rampung tepat waktu adalah prestasi yang Bunda sangat hargai karena tidak mudah memenej waktu sedemikian rupa, dengan godaan pergaulan semakin berat bagi segenarasi kalian.

Hadiahnya buat Didi dari Bunda  adalah do’a – do’a Bunda yang terus ditaburkan ke langit dan lanjut ke S2, S3 jika kesempatan itu datang.

Pertanda Ayah Pergi

Oiya tentang Bolang,

Menjadi surprise tersendiri bagi Kami sang anak perempuan Bunda berkenan gabung dan itu baik,  beberapa hari yang lalu sempat searching kea kun Kompasiana Rara Senja ada sekitar 70 tulisan dan lanjutkan untuk mengasah literasi yang tidak pernah usai dalam berbagai cakupan.

Salam Milad Ananda, meskipun telad Bunda tulisakan ini sebagai penanda bahwa Kami cinta kamu dan kalian semua . . .

18  Jumadil Awwal 1441 H  /   14 Januari 2020 M

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun