"Film Indonesia selayaknya berbicara tentang Indonesia, Â dengan pengamatan, Â penghayatan serta penuangannya dalam bentuk film secara utuh dan padu. Â Pribadi yang ditokohkan hendaknya manusia (di) Indonesia dengan permasalahannya, Â dilatari unsur -- unsur social -- budaya"
Paragraf memikat ini terletak dalam artikel pendek yang bertajuk :
Mengapa FFB (Forum Film Bandung)  Menggunakan  "Terpuji" ?  Â
Sebelum penggunaan kata "terpuji" yang sangat berbau local Kita sering mendengar atau membaca kata asing  "The Best"  bahkan rasanya kata asing itu lebih akrab kita gunakan dengan perasaan tidak sungkan,  namun kemudian dibangunlah perasaan bangga menggunakan bahasa Indonesia terpuji Â
Kearifan demi kearifan yang ditampilkan  oleh salah satu unsur masyarakat rela menyebutkan dirinya sebagai  Regu Pengamat FBB,  menjadi salah satu daya tarik dan mempesona bagi penulis;  otomatis diluar regu pengamat ada sesepuh FFB,  ada masyarakat yang terjun di lapangan hingga berdarah -- darah atau bersimbah keringat semuanya  penulis tatap dengan penuh hormat dan salut hingga FFB berusia 32 tahun,  pencapaian yang sangat luar biasa dari para sesepuh dan pengasuhnya juga seluruh tim pendukung.
Di bawah kehebatan Ignatius Jonan seluruh kereta api jurusan manapun di Pulau Jawa bersih, harum dan bermartabat bebas pedagang yang cukup membuat lokasi sekitaran kereta api menjadi sangat sempit dan kumuh, Â terima kasih Pak Jonan.
Sesungguhnya bila membandingkan jarak tempuh ada Mbak Maria Etha yang lebih jauh lagi dengan, Â Mbak penuh semangat datang dari Jakarta, menghadiri FFB 2019 Â Inspiring Mbak Etha . . . !
Dan sesuatu yang di luar dugaan malam itu sebelum acara dimulai otomatis saja terjadi  semacam re -- uni kecil berjumpa kompasianer Ambu Maria. G. Soemitro, Ida Tahmidah, Hidayah Quds beserta satu grup kompak Blogger Bandung plus Bang Aswi sebagai komandan yang sangat mendukung berbagai kegiatan perbloggeran di Jawa - Barat.
Suasana menjadi sangat renyah ketika Kami bisa saling bersenda gurau seadanya di kursi undangan  gold  yang posisinya paling belakang.  Sedangkan satu tahun yang lampau  Kami di pelataran Gedung Sate para blogger  mendapat posisi di panggung yang khusus tidak paling depan akan tetapi panggung lumayan tinggi sehingga seluruh bintang yang tampil demikianpun Kang Emil beserta pasangan naik ke panggung adalah Zainab -- Maudy Koesnaedi bisa kami ambil gambarnya dengan sangat leluasa dan memuaskan.
Maka pada malam itu penulis hanya bisa live face book dalam gambar yang sangat terbatas itupun patut disyukuri sebagai pengunjung yang duduk diurutan paling belakang dengan pemandangan mentok ke  meja  - meja bundar yang teramat padat plus berdesakan.
Dalam penilaian penulis suasana ruangan di Kota Baru Parahyangan terasa sangat formal panggung jauh di depan, Â sehingga Kami tidaklah mungkin merangsek ke depan untuk mengambil gambar dengan posisi strategis. Â
Yang dominan sangat  terasa penyelenggaraan FFB 2019 kali ini  adalah . . . dari menit ke menit penonton berangsur satu demi satu ke luar gedung sehingga ketika acara ditutup nyaris banyak sekali pengunjung yang sudah kembali, otomatis kursi pada kosong melompong.Â
Adapun saat tahun yang lalu (2018) persiapan penyelenggaraan  acara secara menyeluruh dilaksanakan ba'da dzuhur meskipun pelaksanaan acara dimulai live bersama SCTV sekitar jam 14.00  ajaibnya semakin sore pengunjung semakin banyak datang berduyun -- duyun, bahkan ketika menjelang FFB 2018 ditutup halaman Gedung Sate sangat ramai padahal hari menjelang maghrib dan langitpun gelap.
Dari SCTV ke TVRI
Pemirsa yang biasa memantau Festival Film Bandung lewat siaran langsung SCTV tahun ini agak sedikit sangat  berbeda para penonton masih tetap bisa menyaksikan akan tetapi lewat  TVRI,  hal tersebut diungkap oleh Eddy D. Iskandar dalam salah satu artikel di Majalah Edisi Khusus FFB 2019 berjudul :
Terima Kasih SCTV ! Â
Penulis kutip beberapa hal diantaranya :
Berkat kegigihan Ketua Dewan Pembina Form  Film Bandung Ir. Chand Farwez Servia,  yang sangat besar perannya dalam melobi untuk kerja sama siaran langsung dengan SCTV,  kini ia juga bersama anggota FFB lainnya mampu melobi pihak TVRI,  setelah bertemu dan dialog dengan pimpinannya Helmy Yahya.  Secara spontan Helmy tak berbelit -- belit ,  bisa langsung merespon kegiatan apresiatif  seperti FFB yang kini bukan lagi sebuah festival yang kini bukan lagi sebuah festival film daerah, tapi festival film daerah yang sudah menasional. (Eddy. D. Iskandar. Terima Kasih SCTV, p. 07)
Apapun kendala di lapangan yang tercium oleh penulis lewat tulisan tersebut namun terasa juga bahwa dukungan dari berbagai fihak mengalir diantaranya dari Kang Emil sebagai orang nomor satu di Jawa -- Barat beliau sangat terbuka serta niat sekali mendukung terhadap kemajuan perfileman di Indonesia.
Good Job atuh ya Kang Emil !
Terima kasih kepada Gubernur Jabar H. Ridwal Kamil karena telah menjadikan FFB masuk ke dalam kalender kegiatan seni budaya Pemda Jabar.
 Akhirnya ucapan lewat tulisan juga pada fihak TVRI
Terima kasih pada Helmy Yahya dan TVRI, Â karena acara puncak FFB tahun ini disiarkan secara langsung oleh TVRI, Â semoga bisa saling bersinergi dalam meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap film Indonesia.Â
Membahagiakan dan tentunya melegakan bagi parapanitia yang telah mewujudkan festifal film Bandung 2019 ini dengan lika --liku yang pasti akan menjadi sebuah kekayaan spiritual yang tidak bisa dibeli dengan jenis uang apapun juga.
Luna Maya di Festival Film Bandung 2019
Apa yang terlintas dalam fikiran sebagian besar rakyat Indonesia jika mereka mengenal dan kemudian  disebutkan nama Luna Maya? Rasanya dibenak Kita dan Mereka akan melesat membayang di alam imajinasi  bisa saja tentang segudang prestasi Luna di dunia layar lebar,  model iklan atau lenggang lenggoknya di atas cat walk  bahkan bisa jadi tentang hal -- hal lain di luar itu semua,  skandal - skandal yang muncul dan kemudian menjadikannya semakin laris hingga akhirnya malam itu menyabet gelar Aktris Terpuji di FFB 2019 atas perannya Suzzanna Bernafas Dalam Kubur,  produksi Soraya Int Films.
Luna Maya lahir di Denpasar Bali 26 Agustus 1983  mungkin film Suzzana Bernafas Dalam Kubur  menjadi puncak prestasinya di tahun 2019,  namun jika menelusuri prestasi Luna di masyarakat ada kiprah yang menarik yaitu pada 2005 sempat menjadi Duta PBB untuk WFP ( Program Pangan Dunia),  sesuatu yang jarang orang mengetahuinya dan tidak diberitakan secara viral dibandingkan  jika ada kasus negative, kurang sedap biasanya lebih ramai diberitakan.
Luna juga sempat memperoleh Awarding Night LA Lights Indie Movie2009 kategori Special Mention Award untuk film Suci And The City
Nominasi Panasonic Gobel Award 2010 kategori Aktris Terfavorit, Luna tidak pernah sepi dari prestasi meskipun diselingi dengan citra yang warna warni bahkan hitam putih sekalipun.
Adegan -- adegan klasik yang muncul di film Suzzanna sebelumnya juga dimunculkan kembali, Â meskipun porsinya tidak terlalu besar. Â Beberapa adegan paling memorable diantaranya adalah saat makan satai atau permainan piano yang sebenarnya berpotensi membuat bulu kuduk jadi bergidik
Kemungkinannya di dunia nyata banyak yang mengecam atas pencapaian ini dengan berbagai alasan, Â akan tetapi panitia FFB2019 tidak akan gegabah menilai satu produksi film yakin penuuh pertimbangan sehingga Luna Maya layak mendapat penghargaan tersebut.
Keberhasilan Luna Maya dan tim adalah perjuangan panjang yang tidak mudah, apalagi film horor hanya kasta tertentu yang mau melihat beberapa jam di layar lebar sambil menggigil menahan rasa takut atau tegang.
Referensi :
Majalah Edisi Khusus FFB 2019 Festival Film  Bandung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H