Teriakan -- teriakan sepasukan barisan satpam terdengar tegas kadang melemah digusur angina gurun, Â kemudian terdengar komando berintonasi kuat . . . Â dugaan saja dia adalah pemimpin dalam barisan tersebut.
 Bangunan -- bangunan entah  bergaya Eropa atau aliran kotak -- kotak bertingkat rasanya mereka sangat tidak bersahabat dalam pandangan penulis tentang estetika bangunan,  boleh dikatakan dalam hati :
"Kamu (Intan) tidak perlu datang ke sini lagi, kecuali ada keperluan yang mendesak !" Â
Konon bangunan -- bangunan yang telah jadi dan masih terus dibangun satu kotaknya perbulan  ada yang seharga dua puluh juta perbulan . . .  dhuh !
Sebagai guru yang berpenghasilan sepersekiannya tahulah khabar ini sungguh amaging ! Â cuma berkomentar lirih :
"Oiya. Â Negeri ini memang kaya raya, ini salah satu buktinya."
Saat mengamati satu demi satu bangunan di Pantai Maju dari arah taman bergegas perempuan jangkung mendekati  penulis berdiri dan tengah mencari perlindungan agar bisa sedikit ngiup.
Maka saat Kami berjumpa . . . dititik penulis berdiri, kamipun  berdialog setengah diskusi membahas posisi toilet ada di mana.
Mbak Muthi ingin segera ke toilet dan entah di mana letaknya,  sehingga  Kami menyusuri  gang panjang yang sesungguhnya jika tidak ada tenda -- tenda semi permanen itu adalah lahan wilayah parkir,  akan tetapi tampaknya kursi dan kios  didesain memanjang untuk masyarakat sekitar sore -- sore menikmati aneka hidangan yang cukup bervariasi saat penulis bersama Mbak Muthi menyusuri booth yang malam tadi tampak ada aroma kepanikan.
Click Kompasiana
Muthiah alhasany berjalan menyusuri gang instan yang memanjang ia berusaha mencari  "konter"  khusus,  sempat masuk dan keluar lagi sehingga semakin menjauh dari pandangan.