Pemerintah Indonesia mengalami jatuh bangun dalam mengelola negeri ini termasuk di  dunia industri perbankan sebagaimana pernah sama -- sama kita saksikan bahwa  pada tahun 1998 ada 16  bank dilikuidasi  karena  saat itu terjadi krisis moneter yang menghantam dunia perbankan kemudian  secara beruntun saja menyebabkan jatuhnya kepercayaan masyarakat pada semua lembaga keuangan milik negara.
Ketika itu kami rakyat Indonesia terus menyimak lewat layar kaca dan koran harian  bagaimana drama -- drama nasabah yang kecewa terhadap kejadian yang jauh dari persangkaan mereka,  dan sejak itu secara masif rakyat Indonesia kehilangan kepercayaan terhadap bank.
Iya,  siapa yang akan menyangka bakal terjadi krisis moneter yang membuat limbung para pengusaha seantero negeri ini tidak cukup waktu lima atau sepuluh tahu  untuk bangkit kembali.
Jadi 19 tahun yang lalu Pemerintah Indonesia berusaha mengatasi persoalan pelik ini dengan meluncurkan program yang dikenal dengan blanket guarantee berpegang pada payung hukum berdasar Keputusan Presiden no 26 tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Kepres Nomor 193 tentang Jaminan Terhadapat Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.
Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Kepres Nomor 193 tentang Jaminan Terhadapat Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dapat terasa sejak itu ia berkiprah bersosialisasi hingga kini demi kestabilan ekonomi negara Indonesia.
Kompasiana Nangkring Bersama LPS
Kota Bandung menjadi tempat ketiga penyelenggaraan event Kompasiana Nangkring bersama LPS setelah Jakarta dan Malang, Â tentu pemilihan tiga kota ini ada pertimbangan -- pertimbangan khusus.Â
Tebakan penulis adalah ketiga kota ini banyak blogger aktif dan energik untuk diajak bermitra menjelaskan pada masyarakat bahwa saatnya menabung di bank tidak perlu takut terjadi apa -- apa  lagi, tidak penting khawatir dan yakin bahwa simpanan masyarakat akan aman jika memenuhui beberapa ketentuan.
Maka dari asumsi seperti ini  penulis hadir pada acara  yang telah di sounding sejak 16 / 17 Agustus yang lalu dengan tema besarnya :
"CERDAS Â MENGATUR Â FINANSIAL Â DALAM Â BERWIRAUSAHA"
Nara Sumber  :  Tedy Herdyanto ( Direktur Grup Likuiditas LPS )
Poetry Gladies ( CEO Dapur Gladies --Indonesia )Â
Moderator : Rizky C. Saragih
Pak Tedy Herdyanto  saat paparan di hadapan 50 Kompasianer Bandung dan Purwakarta bahkan ada juga dari Jakarta diantara yang penulis ingat adalah  Mbak Maria Margaretha,  Pak Thamrin Sonata o . . iya ada yang dari Bekasi.
Beliau  menyampaikan diantaranya tentang payung hukum yang melandasi beroperasinya LPS dilihat dari konteks sejarah sejak 1998 ;  Presiden Republik Indonesia pada tanggal 22 September 2004 mengesahkan Undang -- Undang Republik Indonesia  Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang sekarang populer dengan sebutan atau panggilan  pop -- nya LPS,  kemudian UU ini berlaku lebih efektif lagi hingga kini sejak 22 September 2005.Â
Tentu saja beroperasinya LPS dapat kita amati setelah sosialisasi dan adaptasi lebih kurang satu tahun, Â lazimnya memang apapun lembaganya mencoba saling memahami agar kebelangsung dan realisasi Undang -- Undang dapat dijalankan sebagaimana mestinya.
Dengan turun tangannya  Presiden yang kemudian  mengudang -- undangkan nomor 24 tahun 2005  selayaknya rakyat percaya sepenuhnya terhadap keberadaan lembaga LPS ini.
Yang paling di garis bawahi oleh Bapak Tedy  bahwa nasabah harus waspada dan jeli  Jika  . . . .  "tingkat nilai  bunga penjaminan lebih diatas  6.25%  hati -- hati jangan mudah tergiur dengan iming -- iming yang akan menjerumuskan."
Yakin
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)  adalah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang -- undang no 24 tahun 2004  tentang  Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS)  sebagaimana telah diubah dengan UU no 7 tahun 2009.
Dengan  bahwa
Fungsi LPS :
- Menjamin simpanan nasabah bank
- Aktif  dalam  menjaga  stabilitas sistem perbankan
- LPS Â menjamin simpanan nasabah bank yang berbentuk tabungan, Â deposito, Â dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
REFLEKSI. Â
Secara individual kebutuhan kami pada bank bukan lagi menjadi semacam kemewahan dan masuk pada level  high class akan tetapi telah menjadi  kebutuhan mendesak  bekerja sama dan menjadi nasabah beberapa bank.
Jadi bukan gaya -- gayaan seperti persepsi beberapa rekan kerja yang memang belum bersentuhan dengan lembaga keuangan,  karena secara lokal masih ada  bahkan banyak yang lebih mempercayakan uang mereka  pada seseorang yang dengan tekun sepekan satu kali  menghimpun dana misalnya untuk program paket lebaran.
Sejak 2010  baru pertama kali penulis  membuka rekening  Syariah Mandiri untuk booking quota haji dan Alhamdulillah bisa berangkat pada 2011 M;  lima tahun yang lalu membuka rekening Mandiri untuk keperluan bisnis online dan tempat  transfer kebutuhan rutin persinggahan uang dari luar dan kemudian tranfer kebeberapa kolega. Â
BTN Â adalah rekening yang secara formal ditunjuk oleh Departemen Agama terkait penulis sebagai salah satu guru yang mendapat Tunjangan Fungsional Guru (TPG) artinya guru yang bersangkutan telah bersertifikasi berlaku sejak 2012 hingga 2017.
Tahun 2017 sekitar  bulan Juli seluruh Guru di Kabupaten Bandung dimutasikan ke  BJB Syariah Jabar,  proses yang kami lalui cukup panjang dan melelahkan akan tetapi pada akhirnya kami dapat menikmati dua kali tranferan uang TPG dari pemerintah RI,  adapun rekening BTN dioptimalkan oleh penulis untuk salah seorang puteri yang tengah mondok di Garut sehingga tinggal transfer ke BTN dan sang puteri cukup menarik lewat  ATM disekitar wilayah Samarang -- Garut.
Kami menggunakan rekening BCA  juga untuk salah seorang putera yang kuliah di salah  satu perguruan tinggi swasta karena masih bisa digunakan jadi si anak tidak perlu repot -- repot  membuka rekening baru dan mengisi form isian.
Adapun  Simpedes BRI  kami miliki juga sejak enam bulan yang lalu mengingat salah seorang putera yang masih duduk di kelas 9 SMP mondok,  jika transfer lewat rekening salah seorang pengurus disana otomatis dipotong biaya Rp 5000, - setiap transfer manual.  Maka dengan memiliki rekening Simpedes BRI penulis cukup nabung dan putera kami tinggal menarik lewat ATM yang berdekatan dengan Kobongnya.
BNI atas nama Ayah pada awalnya digunakan oleh puteri kami  yang kuliah di Universitas Negeri Malang untuk kebutuhan perkuliahan setiap bulannya,  perkembangan berikutnya karena mendapat bea siswa ia memiliki rekening BNI atas nama dirinya dan BNI yang ditunjuk oleh Perguruan Tinggi Keguruan ini.
Kebutuhan akan bank pemerintah dan satu bank swasta terasa sekali mempermudah, mempercepat dan memperlancar urusan kami sekeluarga setiap bulannya, Â tidak terbayangkan jika tidak ada bank tentu kami akan mengurus segala sesuatunya lebih ribet dan membutuhkan waktu yang relatif lama.
Secara tidak langsung setelah menyimak paparan Bapak Tedy Herdyanto dan realitas bahwa bank memang menjadi lembaga yang manfaatnya kami butuhkan layaklah kirannya #LPSSahabatNasabah bukan slogan dan menjadi sahabat yang memberikan barokah selamanya bagi rakyat Indonesia.
Ciburial, Ahad 3 September 2017 / 11 Dzulhijjah 1438 H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H