Saya sungguh terkesan dengan tokoh Kakek Manrawa yang gila baca dan memiliki ketrampilan menulis dengan aksara lontarak disamping ia bertugas sebagai kerani (sekretaris) Raja Binamu - kerajaan cikal bakal kabupaten Jeneponto, dan bertugas menuliskan semua kejadian diseluruh kerajaan. Sang kakek Daeng Tutu dalam paparan Khr_P beliau pandai berbahasa Belanda, Jepang dan Inggris benar – benar kaum bangsawan yang real nyata adanya . . . . (Natisha, p.43)
Kritik Sosial Yang Renyah
Khr_P dengancerdik mengkritik kondisi sosial masyarakat Makassar di tulis juga dengan sebutan Jumpandang saya kutip apa yang tertulis disana :
“Aku berharap ata dan daeng diberkati kesadaran dan berani menentukan pilihannya sendiri”.
Aku berharap keadilan, semacam "siapa bisa mendapatkan apa" atau bagaimana seseorang diperlakukan sama.
Tetapi harapan itu tidak akan pernah jadi kenyataan .
Harapan seperti itu sama seperti berharap si-kodok-buruk-rupa bersanding dengan si-peri- yang-cantik-jelita
Lebih janggal lagi bila gadis dari kalangan daeng dibawa lari oleh pemuda karaeng, orang tua gadis itu akan dengan mudah menyatakan penerimaan dan kerelaan karena "darah biru" si pemuda.
Jangan berharap hal sama terjadi jika yang mengajak kawin lari itu pemuda dari kalangan daeng apalagi ata.
Aku juga sering memimpikan kesetaraan, semacam "demi manfaat semua orang" .
Tetapi karaeng selalu di sediakan tempat duduk dibarisan terdepan pada setiap hajatan atau upara adat.