Subuh beranjak pagi dengan kicau berbagai jenis burung yang hinggap di beberapa pohon jati yang tumbuh di sekitar rumah Pak Nawari, demikian pohon kersen di depan rumah telah mulai di datangi satu demi satu kupu – kupu dengan berbagai warna dan bentuk kemudian sang alumni ganti berganti berdatangan dari arah yang berbeda, jeritan histeris pelukan spontan dan tangisan haru seakan hiasan kemewahan bathin yang kerontang lama tidak disiram rasa persahabatan.
Hidangan pelengkap bahagia berlimpah bermacam rasa, penulis sempat nerveus hendak mencoba yang mana akhirnya di putuskan semua dicicipi dengan ala kadarnya saja dimulai dengan mengambil satu pisang kecil diiringi salak pondoh jadah tempe, kacang garing hasil panenan dari kebun sang empunya rumah dan getuk goreng sponcake plus kipa (dibaca : kipo) yang terbuat dari tepung ketan dengan isi enten – enten itupun sudah berasa terlalu berlebihan, semua mendapat jatah untuk antri menuju pencernaan.
Sambil menumpah ruahkan rindu berbagi waktu kepada semua rekan yang hadir lebih dari 50 orang, acara lebih pada nostalgia masa lalu yang pedih, perih, sepet plus manis semua terungkap dengan indah dan penuh syukur bahkan tepatnya seakan tidak menyangka bisa dipertemukan dalam sebuah majlis perjumpaan kasipnya waktu menuai sesal akan tetapi biarlah rindu kita simpan berjamaah.
Nasi Kenduri yang dihidangkan tuan rumah untuk menjamu para hadirin seakan pencerminan jiwa yang rindu dendam, bukan hanya tampilannya yang memikat dengan tetenong / tenong yang antik, bahkan macam lauk pauk berbumbu prima, beberapa jenis yang berasa sangat istimewa :
- Nasi Toping Srundeng
Nasi dicetak bulat padat dan di letak melingkari ayam ingkung yang diletakkan ditengah dengan piring beling berwarna putih, rasa nasi sangat pulen dengan toping srundeng aura tradisional memang lekat di lidah, seakan kembali ke masa kerajaan dahulu kala (khayal . . . !)
- Ayam Ingkung
Ayam Ingkung adalah ayam utuh berbumbu opor putih gurih dan empuk, biasanya sebagai “Ubo Rampe” dimasak utuh sebagai pelengkap persembahan, di daerah Jawa – Barat dikenal dengan bakakak ayam dimasak utuh dari kepala hingga kaki, konon jika melihat riwayatnya ayam ingkung memang sengaja dimasak utuh tanpa di potong - potong untuk perlengkapan sesaji persembahan para leluhur jaman kepercayaan animisme dan dinamisme, sama dengan bakakak untuk persembahan para dewa . . . (hadheu . . . yang hadir adalah dewa dan dewi yang berkumpul di kampung Kunden, entahlah dewa dan dewi apaan)
Kisah ayam ingkung sebagai hidangan persembahan penulis ambil dari sini :
- Kluban (Urap Tradisional)
Urap kluban terdiri dari bayam yang di kulup (direbus), kacang panjang sedikit cambah dan irisan telor satu di bagi empat dan disusun manis dalam besek cantik berbentuk oval, bagi penulis urap sayuran ini cocok sekali di lidah menetralisir ayam ingkung yang gurih, tempe yang rasa tradisional dan telor tinggi kadar proteinnya sehingga rebusan yang berserat tinggi semoga berakibat sehat walafiat bukan sekedar nikmat.
Rasa tradisional juga kurang lengkap jika tidak dikisahkan tentang kelapa parut terasa gurtih dan nikmat
- Oreg Tempe Cabe Hijau