Mohon tunggu...
Intan Rosmadewi
Intan Rosmadewi Mohon Tunggu... Guru SMP - Pengajar

Pengajar, Kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain ; sesungguhnya adalah kebaikan untuk diri kita sendiri QS. Isra' ( 17 ) : 7

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berjumpa Dee ‘Supernova’ dan Pidi Baiq Pada Even Literacy Universitas Telkom Bandung

30 September 2016   14:47 Diperbarui: 30 September 2016   17:02 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pidi Baiq dan Dee Lestari (pict:dok.pribadi)

Universitas Telkom Bandung pada kamis (29/09/2016) menyelenggarakan salah satu acara kece open library,  konon ini sudah yang ketiga kali di selenggarakan dan mereka mengundang Dee ‘Supernova’ Lestari dengan Kang / Ayah Pidi Baiq juga Kang Undang Jack yang mendirikan TK gratis walaupun dia hanya seorang juru parkir di Universitas Pajajaran Bandung.  (Kang Undang, pengennya khusus ni di tulis)

Tentu saja Mbak Dee menjadi perhatian para pengunjung untuk menyimak beberapa pemikirannya khusus pengalaman menulis dan bagaimana kiprahnya bergerak di dunia literacy.

Mereka (anak muda yang umumnya mahasiswa dan mahasiswi) memanggil Pidi Baiq dengan sebutan Ayah, memang terasa tidak berjarak antara dirinya dengan semua hadirin dari awal acar hingga di tutup dengan petikan gitarnya tidak satupun mereka pergi meninggalka Pidi Baiq.

Acara dimoderasi oleh seorang peremuan terdidik bernama   Dini Djohan penampilannya terkesan amat sederhana akan tetapi saat ia berbicara terpancar nyata kecerdasan seorang perempuan dan iapun mengantar pemikiran hadiri dengan beberapa data yang ia paparkan :

Urgensi Literasi Untuk Negeri,   sudah menjadi PR bersama seluruh individu bangsa ini  dan lembaga – lembaga terkait karena jika dahulu kita memiliki pemahaman bahwa literacy sangat terkait dengan kegiatan membaca, menulis dan memaknainya,  akan tetapi kini  yang dikatakan literacy adalah disamping kemampuan bisa membaca trampil menulis faham memaknai plus   kemampuan memberdayakan diri sendiri sehingga bisa berkiprah dan memberikan sumbangan untuk bangsa ini,  karena jika mengamati data bahwa didunia ini masih ada sekitar 774 juta jiwa yang buta hurup belum bisa membaca bahkan memegang bukupun terbalik  sedang di Indonesia masih ada 493 juta jiwa yang merana tertinggal jaman yang serba digital  tak pandai membaca  dan 8.5 juta jiwa tidak pandai menulis”

Dini Djohan memang cukup prihatin dengan kondisi hari ini karena katanya lagi kehebatan suatu bangsa di tentukan oleh karya – karya literaturnya.

Pidi Baiq dan Dee Lestari (pict:dok.pribadi)
Pidi Baiq dan Dee Lestari (pict:dok.pribadi)
Finlandia adalah negara teratas yang sadar literacy,  bahkan pernah  ‘viral’  juga informasi tentang  penelitian yang dilakukan oleh Taufik Ismail  tentang minat baca alumni SMA dengan dinamikanya disajikan secara angka rata – rata, bahwa :

Siswa Jerman rata – rata dalam satu tahun membaca 32 buku

Belanda 30 buku ;  Jepang 15 buku; Singapore 6 buku Malaysia 6 buku Brunai 7 buku dan Indonesia bisa kita sebut dengan suara rendah dari 1000 siswa SMA, rata – rata mereka dalam satu tahun membaca 1 buku,  maka menurut Taufik Ismail inilah Tragedi Literacy dimana rata – rata generasi muda kita sebagi  generasi rabun membaca dan lumpuh menulis.

Dee Supernova Lestari

Posturnya cukup jangkung, saat berjejer dengan penulis ya begitu degh saya Cuma sebahunya sang  penyanyi yang dikenal dengan  Rida Sita dan Dee sempat populer dan kini tampaknya mereka bertiga sudah jarang manggung.

Dini Djohan membuka pertanyaan awal, “apa yang menjadi latar belakang Mbak Dewi menulis dan sekarang telah menghasilkan  banyak novel”.

Sang novelis menjawab riang bahwa sejak kecil dirinya gemar menghayal,  di fikirannya muncul drama – drama dan macam – macam khayalan yang bertumpuk tumpuk dan penting di bagikan akan tetapi belum tahu cara membagikannya.

Ketika SMA ia belajar secara otodidak dan melatih diri dengan disiplin termasuk membaca karya – karya penulis yang bagus kemudian penting memiliki ‘bank’ idea.

Bank ide bukan hal yang sepele karena idea bertebaran di mana – mana jika tidak diikat maka akan terlupakan dan hilang.

Supernova yang pertama khususnya macam – macam puisi yang dituliskan dalam novel tersebut berasal dari bank idea.

Saat penulis bertanya “Bagaimana menjaga stamina supaya badan tetap bugas sehingga bisa menulis dengan lancar”

  •  Kita hidup harus seimbang antara menjaga fisik juga spiritual, karena penulis rentan stress bahkan bunuh diri jika tidak bisa menjaga keseimbangan
  •  Miliki komitmen yang kuat,  karena sering banyak godaan saat menggarap Supernova 6 terjadi juga gejolak dalam batin saya untuk menganggap end saja di supernova 5 namun  Dee mengungkapkan kita perlu mendobrak perangkap – perangkap yang ada di fikiran kita.
  •  Disiplin,  Dee menulis rata – rata dalam sehari 3 – 4 jam setelah itu bisa mengasuh anak, ke pasar dan kegiatan – kegiatan komunitas di usahakan
  •  Olah Raga yang sesuai dengan kondisi tubuh dan usia,  makan dan minum yang baik dan istirahat yang cukup, buat saya begadang sambil meminum kopi bergelas – gelas hehehe . . . sangat saya hindari.

Penulis belum membaca satupun buku yang ditulisnya setelah ini penting berburu semua edisi, menurut salah seorang teman dekat jika beli satu paket katanya sich lebih murah. #Cabut #Supernova

Novel (pict:dok.pribadi)
Novel (pict:dok.pribadi)
 ‘Ayah’  Pidi Baik

“Secantik – cantiknya kalian semua, ah aku bawa anak”  hehehe . . . Pidi Baiq berkomentar nakal saat semua berkerubung disekitar dirinya, dan iapun meng aku dan aku dari setiap lontaran kata – katanya yang kesana – kemari.

“Pidi kenapa kamu hitam”

“Biarlah aku hitam agar tidak cepat kotor”

“Pidi ngapain kamu rajin shalat,  bagaimana jika ternyata di akherat tidak kamu temukan Tuhan”

“lalu kamu tidak shalat,  bagaimana jika ternyata di akherat kita berjumpa  dan menemukan Tuhan”.

Hai kalian ngapain kuliah, mo cari kerja ya bohong ah kamu kuliah tujuannya hanya untuk reunian saja.

“Pidi bagaimana ijasah kamu ?”

“ada di ITB”

“mau diambil ndak ijasahnya ?”

“ndak akh biarin buat ITB saja”

“katanya kita sama dosen dikasih ilmu”

“boro – b orolah mereka ngasih ilmu, kita kan bayar”

Rasanya ungkapan – ungkapan Pidi Baik semua lucu dan tidak ada akhirnya jika ia dikejar akan tetapi satu catatan dari Pidi Baik saat salah seorang mahasiswa bertanya bahwa dirinya sudah mencoba menulis akan tetapi tidak bisa menutup tulisannya.

Pidi Baik memberikan resep jitu kayanya,  terus saja menulis apapun yang ingin kamu tuliskan tulis jangan mengedit dulu.

Lakukan satu hari menulis, dan kemudian hari berikutnya mengedit.

Terima kasih ‘Ayah’ Pidi Baik dan mengapresiasi dirinya yang melayani semua mahasiswa dan mahasiswi futu – futu bareng serta menanda tangan semua novel hadirin hingga hampir satu jam dan penulispun ikut dalam antrian, tanpa berfutu bareng sadar diri emak sudah ketinggalan zaman dan kadaluarsa.

Salam Jum’at Mubarokan

30 September 2016 / 28 Dzulhijjah 1437 H

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun