“Bunda . . . Bunda kesini ada kupu – kupu lihat kesini Bund”.
Teriakan Sajjad cukup ekspresif di pagi itu sekitar jam 10 – an, udara segar dan Matahari bersinar mulai cemerlang.
Disamping penulis ada neneknya dan beliau berkomentar ringan “Sajjadngapain Cuma lihat kupu – kupu saja seperti ada benda ajaib” karena kami masih asyik mengobrol tentang hal lain di luar kupu – kupu, anakku kembali memanggil Bunda dan Neneknya yang sehari – hari dipanggil Mamah.
“Mah . . . sinii . . . Bund, lihat gerakan kupu – kupu ini coba tuh . . . tuh . . . Mah lihat”
Kami mencoba menuruti keinginannya dan menyaksikan gerakan kupu – kupu yang biasa – biasa saja tidak ada yang menakjubkan, kuningnya pun biasa, si Bundanya pun datar berkomentar :
“Sajjad, apa anehnya dari kupu – kupu ini . . . “
Sajjad berbicara serius menanggapi ucapan Bundanya sambil pandangan matanya tajam tetap ke arah kupu – kupu.
“Ah . . . Bunda, coba perhatikan gerakannya yang berulang – ulang ini indah sekali warnanya kuning langka coba Bunda amati . . . kata Kakak – Kakak di Eco Camp jika di suatu wilayah terdapat kupu – kupu menandakan tempat itu udaranya bersih dan menyenangkan bagi binatang ini. Kupu – kupu saja seneng Bund, pasti manusia juga menyukai di wilayah berkupu - kupu”.
Sajjad memang salah seorang putera kami yang jika bicara, memang terkesan “sok kedewasaan” namun itu memang sikap kesehariannya demikian, jika yang menyimak Kakak kandungnya biasa ditanggapi sepele dan langsung di bully dengan kalimat pelecehan karena beberapa sikap buruknya, akan tetapi biasanya beberapa kali sering Bunda menerima komentar – komentar positif dari satu dua orang gurunya secara spontan di SMP menyatakan bahwa dia sangat dewasa dalam berfikir dan berucap.
Kami berdua saling berpandangan, dan Neneknya menanggapi ucapannya :
“o . . . gitu Jadd, Mamah koq baru tahu ya . . . memang Eco Campitu dimana ?”