pic : Tuhan dalam Secangkir Kopi
Rasa bahagia itu memang bisa dimaknai dengan beberapa cara dalam mengarungi hidup dan kehidupan, katakan bahagia bisa membaca status keren dan rasa berkenan cukup klik ‘like’ lalu pergi bekeluyuran mencari status lainnya yang mencolek – colek emosi, bisa langsung komen.
Kadang kita nge ‘like’ bukan semata bahagia bisa jadi sebagai cara tetap menjalin jaringan ala – ala medsos dan menyatakan eksistensi hari itu masih ol alias online, bagi mereka yang biasa bermedsos ria bahwa ada nama Denny Siregar maka tidak cukup like plus komen kemudian statusnya share dan ‘viral’
‘viral’ terakhir yang sempat Bunda ikuti adalah catatan statusnya Kang Denny tentang Allah yang akan singgah ke rumah mewahnya seharga 1 T dan akan segera di programkan kemudian di bangun sebagai proyek mercusuarnya Kang Aher. ( tidak perlu di komen, cukup Denny Siregar . . . sudah mewakili suara orang kebanyakan dan kita).
Bahagianya lagi pada hari ke tiga belas ramadhan 1437 H diluar perkiraan sama sekali mendapat kiriman dari salah seorang sahabat maya Uni Yuni Adam ( Jazakumullahu khoiron katsiiron ) buku kecil mungil dengan ukuran saku :
- Judul Buku : Ngopi Bareng Denny Siregar Tuhan Dalam Secangkir Kopi
- Penulis : Denny Siregar
- Penerbit : Noura Books
- Distribusi : Mizan Media Utama
- Penyunting : Taufik Pram
- Thn Terbit : Bandung, 2016
- Harga : 33.150
Ibaratnya pisang goreng buku Kang Denny masih haneut pisan, dengan warna lembut khas kopi campur susu bukan kopi hitam tanpa campuran, yakin banyak orang terpesona sederhana saja karena cetakannya juga edisi kertas koran. No . . . problema.
Buku berwarna coklat kopi susu ini keseluruhannya berjumlah 199 halaman ibarat cemilan buku inipun, mirip makanan kering yang disimpan dalam stoples plastik oleh – oleh dari negeri jiran Malaysia dengan aneka macam pilihan, silahkan pilih mana yang paling diminati.
“ . . . Ada yang ditundukkan dua kali saja cukup. Ada yang harus tiga kali baru sadar. Bahkan ada yang harus dihajar jatuh bangun sampai empat kali. Hanya kecintaan kita kepada Nabi Saw. dan keluarganya, yang terbisikkan melalui shalawatlah, yang selalu menyelamatkan kita dalam prosesnya”. (p.118)
Satu paragrap ini saja bagi penulis cukup meyakininya sebagai sebuah proses panjang yang tidak ujug – ujug lahir, akan tetapi lewat perenungan yang berkesinambungan dalam beberapa aspek salah satunya adalah buah dari pengetahuan, praktek ibadah yang panjang dan refleksi kehidupan yang berulang – ulang.
Kemudian merenungkan susunan daftar isi buku bagi penulis adalah salah satu desain yang menakjubkan, semoga bisa kita perhatikan bersama :
- Agama dan Manusia (1)
- Mutiara dalam Kesulitan (4)
- Kurban (9)
- Teman Minum Kopi (14)
- Keperkasaan Wanita (18)
- Perspektif Poligami (22)
- Sisi Lain Ikhlas (25)
Bicara agama adalah mudah demikian salah satu inti pemikiran dalam buku berwarna kopi susu, karena sesungguhnya agama itu menuntun pada jalan yang pasti selalu benar, kita di tuntun dengan pendidikan alamiah seperti adanya berbagai kesulitan hidup biasa saja hal itu sebagai vitamin dan energi jika kita mampu menangkapnya.
Ibadah haji sebagai ritual yang jelas kita fahami bersama syarat melaksanakan ibadah tersebut adalah mampu, kategori mampu secara umum kita maknai adalah kesiapan dana untuk transportasi dan berbagai macam persyaratan pemberangkatan, namun yang menukik dalam catatan ini bahwa kategori mampu yakni mampumenegakkan akhlakul karimah dalam realitas sosial, sepertinya makna ini yang langka . . . !
Wanita Perkasa Itu . . . .
Rasa tergelitik juga dengan catatan Keperkasaan Wanita (p.18)
Perspektif Poligami (p. 22) Sisi Lain Ikhlas (p. 25) tentu saja pembaca diajak tidak gegar pemikiran dimana sebelumnya diantarkan dulu dengan catatan – catatan mukadimah ibarat naik tangga tentu tidak serta – merta ada di puncak akan tetapi secara bertahap menapaki satu trap demi satu trap dimulai dengan tangga awal masuk kepertengahan dan berakhir di tangga paling tinggi, demikian tampaknya Denny Siregar menyusun strategi mengatar membaca kerangkaian ini.
Tentang wanita perkasa Denny Siregar (DS) bertutur santun dan bermakna :
“ . . . Keperkasaan seorang wanita bukan ketika dia menentang suaminya yang hendak berpoligami, tetapi ketika dia menaruh hormat pada hukum Tuhan, yaitu menjadikan seorang suami sebagai kepala dan dia sebagai kakinya. Dia berhasil mendudukan kodratnya sebagai seorang istri yang taat dan patuh pada suaminya, tanpa syarat apapun, kecuali bahwa itu perintah Tuhan. Allah berfirman, kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita . .. “.
QS. An Nisaa (4) : 34.(p.20)
lanjutan kajiannya tentu saja rawan perdebatan ini sangat penulis fahami jika ia (DS) berani bertutur, bagi penulis ini penting . . . ! akan tetapi memang terasa surprise saja.
“ . . . inilah tantangan terbesar laki – laki. Dia harus selesai dengan dirinya sendiri dulu, karena perempuan dihadirkan kepadanya adalah sebagai amanah, bukan sebagai barang yang tak berguna . . .” (p.23).
Manggut – manggut tidak cukup mensikapi tulisan dihalaman 23 hehehe . . . rupanya masih di bahas lagi dengan judul
Poligami Bagian Terakhir (p.56) dikira tulisan ini hanya sisipan rupanya paling menyita halaman dibandingkan dengan tulisan lainnya etapi bijak jugalah jika ini kita renungkan :
“ . . . ketika kejiwaan sang istri belum, atau tidak mampu, mencapai ritual dengan tingkat keikhlasan yang tinggi, tentu tidak adil jika si suami memaksakan kehendaknya, karena itu hanya akan membawa dampak buruk. Sesuatu yang dipaksakan akibatnya buruk”.
Jika penulis di kategorikan sebagai penganut faham poligami, baiklah sepakat dengan apa – apa yang telah dikutip diatas cuma resiko akan di terima sebagai keberfihakan.
Lalu berdiri di tengah – tengah ? tidak juga . . . kita coba lihat saja kedepan seperti apa reaksi pasar.
Facebooker femes selevel DS, jika penulis tidak keliru persepsi bahwa dengan memposisikan catatan poligami pada beberapa halaman di banding kajian lainnya seakan mengatakan pada kita semua poligami bukan semata syahwat itu perintah Tuhan lho, dan itu termasuk fenomena yang bisa dilakukan siapapun dengan persyaratan yang ketat.
Aneh ya . . . jatuhnya ke poligami.
Cuaca di kota Bandung sejak malam hujan tiada henti, tentu saja cahaya agak gelap tidak seperti biasanya, mungkin cuaca mempengaruhi mata penulis sehingga warna coklat pada cetakan huruf pada buku ini agak seperti bayang – bayang jika warna hurufnya hitam rasanya akan lebih tajam dan terang plus tegas, oogh . . . mungkin juga karena usia telah diatas kepala lima.
Dari sejumlah 199 halaman terasa banyak sekali space kosong setiap halamannya ada yang setengahnya, sepertiga dan duapertiganya yang menurut rasa efektifitas koq mubazir ya padahal DS bisa memadatkannya lagi dengan uraian yang lebih mencerahkan, tak tahulah jika hal ini terkait pertimbangan artistik.
Namun demikian buku ini penting dan ringan kaya kajian yang sampai tingkat hakikat namun tidak jlimet bisa di baca sambil ngobrol dengan rekan di alam maya cekikikan dengan simbol wk . . .wk . . .wk.
Mari kita ngopi tuan dan nyonya . . .
di ujung utara Kota Bandung yang mendung.
Ciburial 13 Ramadhan1437 H / 18 Juni 2016 M
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H