Aku memperhatikan dengan seksama apa yang dilakukan Daeng Udji, tentu saja tidak ingin satu langkahpun tertinggal dan berusaha merekamnya secara sempurna dan kelak menyadi salah satu ketrampilang yang menjadi kebanggaan buat mengenang perjuangan Daeng Udji di laut lepas.
Air Beras yang Paling Kental
Sesungguhnya Daeng Udji sudah menyampaika bahwa menggunakan air cucian beras disamping lebih nikmat berbeda dan tidak perlu menggunakan santan, ia segera menyiapka kira – kira 2.5 kg beras pada cucian pertama hanya alakadarnya membuang kotoran yang mengambang di permuakaan air, kemudian pada cucian kedua ia mengaduk – ngaduk beras sehingga airnya seperti warna susu.
Maka saat itulah ia tuangkan kedalam panci yang bersih dan di endapkan sejenak, gabah yang masih mengambang dialirkan dan di buang, air yang mengandung endapan inilah kemudian ia tuangkan kedalam tumis yang mulai mengharum, akibat beberapa rempah seperti daun jeruk yang telah sama – sama ditumis.
Daging, Ati, Jantung, Usus dan Babat
Salah satu keunggulan Daeng Udji iapun memperhatikan pola makan beberapa saudara tuanya, bagi mereka yang resiko tinggi disiapkan daging sapi tanpa lemak dan disarankan tidak menyantap, babat, usus, jantung juga hati sapi tentu saja kandungan lemaknya cukup berbahaya.
Finishing dilakukan Daeng Udji di dapur kami yang cukup dengan ventilasi udara semuanya ia atur dengan sangat teliti dan detail.
“Daeng . . . , aku akan mencatat dengan baik dalam ingatan, terima kasih sudah mewariskan resep ini dan pertanyaan terakhir, bagaimana cara tidur Daeng dilautan lepas tanpa alas dan tanpa berbaring”.
Daeng Udji menatapku sabar dan sambil tersenyum menutup hari itu dengan satu ayat yang juga aku kenang selalu akan dirimu Daeng, mengutip satu wahyu Allah SWT ;
“Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat dan Dia menjadikan siang untuk bangun dan berusaha”.
QS. Al Furqaan (25): 47