Para pengunjung baru dan pelanggan tak seorangpun usil tentang gaya mereka . . . . . tidak terlalu urgen di tingkat persaingan yang ada.
Akan tetapi jika megingat ucapan salah seorang ulama di Jawa – Barat bahwa kata Aceh, singkatan dari : Arab – China – Eropa dan Hindi. Nach ini – pun bagi #makhluk_udik Bandung coret akurasinya musti di konfirmasi kembali kepada ahli Sejarah Tanah Rencong ini.
Gambling . . . juga.
Seusai menyantap Ayam Pramugari, penulis sempat berjumpa dengan pemilik rumah makan Adytia Jaya Pak Sofyan Hs. dan menanyakan beberapa hal, diantaranya :
“Apa sich perbedaan antara ayam tangkap dan ayam pramugari ?”
Disela – sela kesibukan beliau mengawasi para juru masak ayam tangkap dan ayam pramugari, Pak Sofyan dengan suka cita menjawab :
“Sesungguhnya dari racikan dan cara menggoreng keduanya sama saja, jika ayam tangkap dipotong – potong ; sedang ayam pramugari itu utuh dengan kaki yang panjang dan besar – besar tinggi . . . maka disebutlah ayam pramugari”
[caption caption="tabur penuh daun jeruk, daun pandan . . . berselera pic : dok.pribadi"]
Ada beberapa macam daun – daun khas yang menjadi semacam asesoris hidangan ayam pramugari, kami santap dengan rasa kare kambing yang gurih, saos bawang merah mentah dengan lombok rawit plus jeruk dan kecap . . . rasa – rasanya penulis seakan kembali ke suatu alam di masa lalu saat kakek dan nenek buyut panen padi di ladang – ladang hijau berlimpah kesuburan, suara gemericik air dan cicit – cuwit burung – burung pemakan padi yang ladang itu kini telah menjadi hutan – hutan beton . . . . pun kakek buyut kami telah lama tiada.
Sesungguhnya pengunjung tidak akan dirugikan dengan satu ekor ayam pramugari enam puluh ribu rupiah relative cukup murah jika berdua atau bahkan berempat, bagi kami bisa berlima, ayam tangkap juga harganya sama.
[caption caption="kare kambing mitra kenikmatan ayam pramugari, pic : dok. pribadi"]