Indonesia Tujuh Puluh Tahun Merdeka
Negara Indonesia yang di proklamirkan pada 17 Agustus 1945 tahun ini genap berusia 70 tahun, dengan berbagai macam kisah keberhasilan dan kegagalan di berbagai sektor karena salah satu sebabnya adalah sedemikian luasnya negeri ini yang dikenal dalam untaian kalimat menawan “dari Sabang sampai Merauke”.
Keberhasilan bangsa ini yang paling spektakuler tentu saja, masih utuhnya Indonesia, tegak kokoh dan berwibawa bahkan mulai banyak dikenal ke mancanegara dan tengah merangkai sistem berdemokrasi meskipun berhimpun kendala – kendala yang pasti ada bahkan terkesan bertumpuk juga berlimpah.
Meskipun kita sama – sama mengetahui bahwa sebagian atau semua pemangku kebijakan yang berwenang juga bertanggung jawab, tengah berusaha mengatasi kendala – kendala yang ada.
Kalau kita coba berani menuliskannya dengan agak kecut bahwa negara ini tengah mengalami kegagalan dan kebangkrutan mental, bisa saja disanggah dengan argumen – argumen logis tapi semua akan merasakan secara kasat mata bahwa kesenjangan dalam ekonomi adalah kenyataan yang paling terasa, jurang kehidupan antara yang kaya dan miskin seolah rahasia yang bukan rahasia lagi, tidak akan bisa di tepis.
Kebangkrutan mental terasa miris juga untuk mengisahkannya, berita tentang seorang ibu yang membunuh puteri angkatnya, seorang guru yang memperkosa muridnya dan berita – berita horor bangsa ini yang dengan bengis membunuh sesama species manusia baik dengan pembunuhan secara langsung atau bahkan pembunuhan secara tidak langsung, dan tragedi kepemimpinan di negeri ini adalah banyaknya pemimpin yang akhirnya mengecewakan rakyat yang mereka pimpin, karena seharusnya para pemimpin itu memberikan suri tauladan yang mulia, namun ternyata mereka harus mesantren alias menginap di Suka Miskin.
Secara personal, sesungguhnya kita semua wajiblah bersyukur jika di bandingkan dengan para pejuang kemerdekaan yang mereka telah berkoban jiwa raga, berdarah – darah, menderita, mengalami kemiskinan panjang karena tekanan dari penjajah.
Kisah pengungsian moyang – moyang kita baik secara langsung yang sempat disimak dari penuturan pejuang – pejuang masa itu atau merupakan kisah – kisah revolusioner dari buku sejarah, rakyat yang mengenyam kehidupan masa ini jauh lebih beruntung bahkan sangat beruntung sekali artinya apa yang telah mereka perjuangkan merebut kemerdekaan lalu apa yang bisa kita lakukan saat ini ?
Revolusi Mental Konsep dan Model
Sebagai salah seorang anggota masyarakat dari jumlah lebih dua ratus lima puluh lima koma lima juta (255, 5 juta) berdasar versi Bappenas (2014) tentu saja apa yang menjadi kebijakan pemerintah rakyat mencoba mendukung dan membantu sebatas kemampuan yang kami miliki, maka saat pemerintahan Presiden Jokowi mendengung – dengungkan konsep ‘revolusi mental’ baiklah kita melangkah untuk bersama mewujudkan – nya di alam nyata, lalu konsepnya seperti apa dan bagaimana ini menjadi pertanyaan besar.
Penulis yakin di negeri ini banyak sekali cendekiawan, ulama, pemikir, teknokrat, pengusaha dan berbagai macam profesi yang sedemikian luasnya untuk bersama – sama merealisasikan labeling nasional revolusi mental, jika menyimak dan coba memahami tulisan Bang Gapey
apa yang di paparkan oleh Pak Abidinsyah mengerucut kepada :
“Menciptakan Keluarga Berkualitas ( kualitas anak, remaja, lansia ) dan kesejahteraan keluarga”.
sedangkan visinya adalah :
“Menciptakan Keluarga Kecil Yang Berketahanan dan Sejahtera”.
Tentu saja cita – cita ini sangat cocoklah dengan keinginan seluruh rakyat yang bermukim di Indonesia, pastinya tidak ada yang menolak.
Dalam skala negara, bagi penulis masih agak bingung juga ( memang harus secara jernih dan komprehensif menyimak dan mempelajarinya ) akan tetapi paling tidak model negara Bhineka Tunggal Ika itu bentuknya masih dalam proses pembenahan, secara opini mentah saja kira – kira kita mau tidak copy paste model negara seperti berikut :
Mekkah Madinah
Model ini peletak dasarnya adalah seorang Rasul pilihan, tidak pandai menulis dan tidak pandai membaca, yatim sejak lahir dengan kekuatan spiritualnya selama sepuluh tahun beliau berdakwah mengajak umat ke jalan Ilahi Rabbi.
Dalam penuturan sejarah selama sepuluh tahun sang Nabi berdakwah belum ada perintah shalat, shaum, membayar zakat dan beribadah haji beliau fokus pada pembangunan aqidah.
Tiga belas tahun di Madinah barulah sang Nabi Agung ini secara bertahap membina umat ada dibawah panduan Allah SWT dan membangun negara Madinah Al Munawwarah dengan panduan juklak dan juknis dari Al Qur’an suci.
Kekuatan spiritual sang Nabi memancar hingga kini, kendati pun bahwa para raja Arab sudah banyak melenceng dari kebenaran yang hakiki akan tetapi Allah memelihara dengan cara Nya kedua kota suci ( Haramain )
Malaysia
Dari akar budaya mereka misalnya berhijab artinya pakaian tradisi menutup aurat khususnya kaum perempuannya, karena menurut Imam Khomeini ada korelasi antara para perempuan yang berhijab dengan kenaikan tingkat ekonomi umat secara mendasar, sehingga tingkat kehidupan pun Indonesia tertinggal jauh.
Irlandia
Sepintas saja dari beberapa bacaan konon negeri ini meletakkan dasar kebijakan bagi pendidikan nasionalnya bahwa seluruh jenjang sekolah – sekolah dipilihkan guru yang paling pandai di kelasnya dengan imbalan yang sangat bergengsi, sehingga profesi guru di Irlandia
adalah tugas yang sangat dilirik oleh kebanyakan rakyat, semoga saja kedepan konsep guru pilihan menjadi acuan yang merupakan hasil dari revolusi mental yang hendak kita jalankan bersama.
Jepang
Pemerintah Jepang adalah pemerintahan yang dikenal sangat melindungi rakyatnya dalam berbagai hal, termasuk dalam bidang pendidikan sebagaimana dikenang dalam sejarah saat usai Hiroshima dan Nagasaki di bombardir oleh Kaisar yang pertama kali ditanyakan adalah : “berapa jumlah guru yang tersisa” termasuk dalam hal perlindungan makanan bagi rakyatnya, semua di standarisasi.
Dan kisah pemerintah Jepang teranyar adalah pelayanan terhadap keluarga – keluarga yang memiliki usia sekolah dengan semacam voucher yang akan meringankan masyarakat saat harus menanggung beban biasa pendidikan, diantaranya penulis ikuti dari artikel Mbak Weedy salah seorang kompasianer terverifikasi biru.
Berharap banyak pada pemimpin bangsa ini, jangan sampai pada masa yang akan datang kita menyaksikan banyak anggota masyarakat yang makan dengan nasi aking
Teori Sistem Sebagai Pendekatan Ilmiah
Teori sistem yang biasa menjadi acuan kaum intelektual dalam memandang, mendekati dan memecahkan permasalahan, sesungguhnya dapat kita mafhumi merupakan hasil penelitian para ahli dalam kondisi – kondisi yang alamiah di lapangan.
Paling tidak dengan menggunakan perangkat teori sistem kita akan memandang permasalahan lebih mudah dan sederhana sehingga saat mengiplementasikan dilapangan, mungkin tidak secara integral namun bisa jadi kita tengah menjalankan sub sistem pendidikan keluarga dalam kerangka SISTEM yang digadangkan – gadangkan hususnya dalam konteks mensukseskan salah satu program BKKBN
Kerangka Konsep Pembangunan Keluarga.
Kerangka konsep input, proses dan output dipengaruhi oleh feedback (masyarakat).
Komponen input (masukan) intinya menyuplai informasi, energi dan materi yang menentukan eksistensi sistem ; sedangkan komponen proses berfungsi merubah input menjadi output, adapun komponen output merupakan hasil akhir dari proses pembangunan keluarga.
Maka deskripsi dari keseluruhan sistem yang akan diolah rinciannya :
INPUT
Yang merupakan masalah kependudukan itu sendiri, mulai dari :
- Kuantitas
- Kualitas
- Hingga masalah keluarga, misalnya :
- Pernikahan / Perceraian dini
- Kemiskinan
- Stunting
- Narkoba / NAFZA
- Seks Bebas
- Aborsi
PROSES
Yang dimaksud PROSES disini tidak ada lain adalah POLA PEMBINAAN KELUARGA
Terdapat korelasi harmonis antara Pemerintah dan Masyarakat :
- Penyelenggaraan Pendidikan Formal / Informal
- Optimalisasi Fungsi dan Siklus Keluarga
- Pendidikan Berbasis Masyarakat
Masih di dalam Proses ( Fungsi Pemerintah Lewat BKKBN) :
- Bina Keluarga Balita (BKB)
- GenRe Alias Generasi berencana
- Lansia Tangguh
- Bina Keluarga Lansia (BKL)
Pemberdayaan Ekonomi Keluarga :
OUTPUT
Dalam konsep sistem Pembangunan Peningkatan Keluarga dalam skala Nasional, output atau hasil yang diharap ada misi di dalam – nya, yaitu : “Menciptakan Keluarga Berkualitas (kualitas anak, remaja, lansia) dan kesejahteraan keluarga”.
sedangkan visinya adalah :
“Menciptakan Keluarga Kecil Yang Berketahanan dan Sejahtera”.
Tentu saja sorotan yang paling dikilaukan adalah keluarga ; jika keluarga berkualitas maka secara konsep keluarga bisa memboyong dengan ringan delapan fungsi yang harus diembannya, yaitu :
- Fungsi Keagamaan
- Fungsi Sosial Budaya
- Fungsi cinta dan kasih sayang
- Fungsi Perlindungan
- Fungsi Reproduksi
- Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan
- Fungsi Ekonomi
- Fungsi Lingkungan
Modus Keluarga Berbasis Pendekatan Spiritual
Dalam konsep sistem pembinaan keluarga, dengan jelas bahwa keluarga memiliki delapan fungsi yang tidak bisa dilepaskan satu dengan yang lainnya, pemerintah dalam hal ini BKKBN cukup bijak bahwa dalam kenyataan empiris fungsi agama di letakan pada posisi paling atas.
Agama sebagai gerbang utama yang bisa mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah, tentu kita semua mundur kemasa lalu ketika awal kemerdekaan atau bahkan sebelum kemerdekaan dan mengingat ada beberapa figur tokoh agamis seperti : HOS. Cokroaminoto, KH. Achmad Dachlan, Buya Hamka, Bung Hatta, Muhammad Natsir adalah sedikit dari tokoh pergerakan mereka selalu dikenang karena nilai – nilai agama yang melekat pada diri masing – masingnya.
“Hanya keluarga kecil yang berketahanan dan sejahtera yang mampu menepis semua tantangan dari luar”
Memang perlu kita sepakati tentang konsep keluarga kecil yang berketahanan dan sejahtera, dengan harapan di masa yang akan datang muncul SDM tangguh untuk melanjutkan estafeta kepemimpinan bangsa.
Adapun kemudian penulis memiliki 12 putera dan puteri semoga saja kenyataan ini bisa dianggap sebagai positif error saja sebagai fenomena peninggalan keluarga besar masa lalu karena sesungguhnya sejak dulupun perangkat – perangkat pemerintah sudah bergerak dengan militansi yang tidak mungkin diragukan.
Mulai penjelasan demi penjelasan, hingga dropping obat – obat KB yang dimediasi oleh Ibu kandung, namun itupun mental.
Tidak banyak alasan yang bisa penulis ajukan pada siapapun tentang berbagai pertanyaan : “kenapa koq anaknya banyak ?” kalau toh akhirnya ada beberapa yang memaksa agar segera mendapat jawaban, maka ringkas saja sesungguhnya saat nanti kami suami istri berdua telah dialam bardzah ingin ada yang berkirim do’a khususnya putera / puteri sholeh dan sholehah dengan jumlah yang relatif banyak.
Tidak semua dapat di paparkan disini, beberapa diantaranya adalah :
Prinsip pertama,
Ayah dan Bunda menjadi Uswatun Hasanah,
Tentu berat sekali bagaimanapun jika kita sebagai Ayah dan Bundanya ingin memiliki anak yang baik, jujur, bertanggung jawab dan segala macam sikap terpuji lainnya (sholeh dan sholehah) otomatis Ayah dan Bunda harus dapat membina diri menjadi sholeh dan sholehah.
Prinsip kedua,
Bertengkar hal yang sangat tabu, apalagi dihadapan putera dan puteri tercinta.
Sama dan sebangun dengan prinsip awal, Ayah dan Bunda hendaknya bisa menahan diri dan emosi agar tidak melakukan pertengkaran demi pertengkaran yang tidak perlu dan tidak bermutu di hadapan putera / puteri kita.
Salah seorang kompasianer Mariam Umm secara menarik menuliskannya dampak pada trauma terhadap putera dan puteri kita.
Tentu saja hal ini sangat tabu bagi kami berdua, jika toch sedemikian emeregency kebelet bertengkar, cari akal dan cari lokasi sehingga bisa leluasa perang mulut, tidak dihadapan anak – anak.
Prinsip ketiga,
Berjuang keras melaksanakan shalat tepat waktu. Sesungguhnya hal ini bermuara pada prinsip yang pertama karena Ayah dan Bunda menjadi contoh, maka Ayah dan Bunda harus shalat tepat waktu, dan paling utama berjamaah.
Tentu saja melaksanakan prinsip ketiga ini manfaat bagi keluarga akan besar sekali, disamping menegakkan kedisiplinan banyak aspek – aspek positif lainnya. Hal ini tidak mudah dilakukan, bertahun – tahun bahkan kita sebagai orang tuanya memiliki tanggung jawab hingga datang kematian.
Selalu berinteraksi dengan Al Qur’an, mempelajarinya sehingga putera / puteri bisa membaca Al Qur’an, menuliskannya berlatih secara bertahap, menghafalkannya minimal satu juz idealnya hingga tiga puluh juz. Disini penulis belum mampu membina mereka.
Prinsip Kelima
Haram merokok, demi kesehatan seluruh keluarga dan menjaga polusi lingkungan rumah
Sebelum masuk perguruan tinggi putera / puteri tidak diperkenankan menggunakan kendaraan bermotor, semuanya tanpa kecuali.
Sesungguhnya banyak model keluarga yang dapat dijadikan rujukan demi membangun keluarga sakinah, dan penulis yakin yang idealpun ada hal ini membutuhkan penggalian yang tidak sebentar dan jika penentuan outputnya berbeda, maka prosesnyapun berbeda.
Wasiat dari Ayahanda, agar keluarga selalu taqarrub ( membangun keakraban dengan Allah ) karena ini kunci sukses dunia akhirat, maka beliau memberikan dzikir sederhana, yaitu :
Allahu Hadhiri ( Allah hadir bersamaku )
Allahu Nadziri ( Allah memandangku )
Allahu Syahidii ( Allah menyaksikanku )
Allahu Ma’iiy ( Allah bersamaku )
Allohu Muhitum bihi (Allah meliputiku )
Takzim
Ibunda dan Ayahanda, kedua orang tua penulis yang sedemikian bertanggung jawab mengasuh, mendidik dan membina terhadap putera puterinya diiringi do’a selalu setiap saat . . .
Do’a kepada kedua orang tua . . .
Muhammad Eko Slamet Riyadi (Alm)
yang telah mendapingi penulis dengan cintanya yang berlimpah hingga akhir hayat, bahkan beberapa menit hendak pergi menghadap – Nya ia masih sempat berucap : “Bunda, saya akan selalu rindu padamu”. Kami sekeluarga mengiringi kepergiannya dengan Istighfar, shalawat pada Nabi Agung Muhammad Saw dan Alfatihah tujuh kali.
Dua belas putera/ puteri kami yang patuh pada – Nya, memahami dan mencintai Ayah dan Bunda dan saat ini satu demi satu membangun keluarga, mandiri dan berguna bagi lingkungan menjadi kemulian dan kehormatan agama.
Cinta Bundamu selalu untuk kalian.
Seluruh Ibu dan Bapak Guru sejak TK, SD, SMP dan Aliyah (Kulliyatul Muballighien Muhammadiyah ) Padang – Panjang Sumatera Barat juga para Dosen di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, seluruh Dosen dan Guru Besar di jurusan Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, penulis tumbuh terdidik (Alhamdulillah . . . ) berkat jasa dan ketrampilan juga keikhlasan mereka menanamkan nilai – nilai berharga sehingga tiada ada yang bisa dikalimatkan kecuali “terima kasih”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H