Penonton menanti beberapa saat ketika semua lampu ruangan gedung bioskop mulai dipadamkan dan layarpun benderang, muncul puluhan gambar bola tenis berwarna – warni melayang cerah ditimpa cahaya seketikapun berubah menjadi butiran atau tetesan air yang maha berlimpah dengan bentuk – bentuk yang sepintas memukau, kemudian dengan teknologi multi media yang canggih muncul logo . . . perusahaan :
MVP Pictures, Studio Denny JA, Dapur Film, Argi Film, Mizan Productions
Kerja bareng keempat perusahaan inilah yang telah melahirkan film apik, layak ditonton bagi Ayah dan Bunda, juga keluarga – keluarga di seluruh Indonesia, bahkan layak tonton bagi remaja, pemuda / pemudi untuk meletakkan dasar berfikir pluralis yang Indonesia banget, sederhana tidak jelimet, tidak perlu memikirkan secara berat dan ribet.
Karena dengan menonton Mencari Hilal, dari awal adegan hingga ending kita akan di antarkan pada dialog – dialog bernash yang kadang memberikan efek kejut pasti mencerahkan, misal saat Heli protes tentang perjalanan mereka untuk mencari Hilal, berat tidak tentu arah, tidak jelas alamatnya :
Heli jengkel danprotes berat tentang perjalanan mereka
“kenapa ibadah harus sesulit ini”.
Sang Ayah tidak kalah kenceng, menjawab emosi pertanyaan puteranya
“Apakah Hidup itu hanya sebatas sulit dan gampang”.
Secara awam saja, memangnya manusia cenderung menyukai yang mudah, dan enggan menempuh kesulitan.
Disinilah salah satu adegan yang memberikan contoh realistis, tentang keberagaman Indonesia dengan tidak meninggalkan makna dan nilai - nilai Islam yang original.
Dan kenyataan bahwa Indonesia beragam, coba menyematkan kata Pluralism sebagai hal yang terus ramai di perbincangkan.
Hingga kini masih sering terjadi perdebatan panjang tentang pluralisme, rasanya jika menyimak uraian tentang definisi pluralisme bisa ditinjau dari berbagai sudut ; pluralisme terkesan seperti barang mewah yang sulit di jangkau dan dimiliki.
Apalagi jika kita memandang dari sudut agama menjadi beban yang yang tidak kalah beratnya dengan memikirkan situasi masyarakat yang terpuruk, karena berbagai hal bukan saja masalah ekonomi, pendidikan, kesehatan dan hukum.
Dengan ada nya film berdurasi sekitar 94 menit ini, dan segera dirilis Rabu, 15 Juli 2015 memiliki makna, menjelaskan bahwa perbedaan itu tidaklah bertele – tele, komunikasi, musyawarah, saling memahami merupakan kunci menyatukan fikiran dan hati sehingga menjadi guyub.
Mahmud Ayah yang Kokoh Pendirian
Adegan tawar – menawar susu cair dengan kaleng yang penyok antara Pak Mahmud dengan pembeli sebagai pembuka yang manis, dan mengantarkan pada penonton tentang pemahaman dan praktek agama yang lurus dilaksanakan secara lurus pula oleh tokoh sepuh, sekaliber Dedi Sutomo.
Sejak awal penonton memang telah di giring pada suasana konflik yang cukup tajam antara seorang putera Ustadz dengan sang Ayah bernama Mahmud, konflik batin antara keduanya berasa menggigit sehingga kita geram terhadap anak yang agak nyleneh dan pemikiran ayah yang kolot juga tidak kalah nyleneh.
Kekokohan pendiriannya saat mencari alamat demi alamat yang tidak pernah putus asa dan selalu berbaik sangka kepada Allah sebagai uswah bagi tokoh Heli puteranya dan bagi kita penontonnya, kita bisa menarik pelajaran berharga dari tokoh Mahmud yang mungkin saat ini meskipun ada sulit di temukan ada namun entah dimana.
Yang tentu saja menjadi poin menarik lainnya dari Mencari Hilal adalah peran tokoh Mahmud yang dimainkan oleh Dedi Sutomo, artis pemain watak yang tidak disangsikan lagi permainannya.
Adegan shalat dhuha yang diperankan oleh Dedi Sutomo sedemikian menyentuh hati karena ia saat itu mengalami sakit yang tampak cukup berat namun tidak ia pedulikan, sing penting ia tunaikan kewajiban dari Gusti Allah, sedemikian kontras dengan putranya Heli yang kondisi nya sehat, masih muda setiap Ayahnya shalat ia sedemikian acuh tak acuh, tak tampak ia mencontoh sang Ayah. Tragis !
Tontonan selevel Mencari Hilal dengan penulis : Salman Aristo, Bagus Bramanti, Ismail Basbeth rasa – rasanya adegan demi adegan antara Ayah dan anak ini, disamping mengkritisi Indonesia secara global, bahkan juga mengkritisi profesi Ustadz Mahmud sebagai juru dakwah yang tidak memiliki kesempatan mendidik Heli secara proporsional.
Pak Mahmud adalah fenomena juru dakwah yang idealis dan Heli semacam tumbal dari profesinya, sebagai seorang Ustadz, Pak Mahmud tidak hanya karena kesibukan berdakwah mungkin ada faktor lain yang menyebabkan keduanya selalu saja berseteru, terlepas dari itu semua yang memikat dari film Mencari Hilal adalah tokoh Pak Mahmud sebagai pemeran Utama Dedi Sutomo
Reputasi Dedi Sutomo sejak 1970 telah memerankan lebih kurang sekitar 43 plus judul film Mencari Hilal beragam peranan itu menunjukkan kemampuan Deddy dalam seni peran.
Rumah Masa Depan adalah salah satu kreasi mengesankan dari aktor sepuh Dedi Sutomo dalam sinetron era 80 - an
Mencari Hilal secara keseluruhan, sangat memikat baik peran dan tokoh di dalamnya setting alam yang demikian akrab dengan masyarakat jawa khususnya, tokoh Oka Antarapun akhirnya bisa kita saksikan sebagai kekuatan khusus dalam bermain watak yang antagonis, indah.
Hanya mungkin penulis agak kurang konsentrasi saja jika seingat penglihatan Pak Mahmud dan Heli meskipun berjalan penuh debu dan panas menyengat, keduanya tampak bagus – bagus saja, wajah mereka berdua tidak kumal, lecek dan berminyak seperti misalnya jika kita menyaksikan film Robin Hood dan yang sejenisnya, wajah – wajah mereka tampak keletihan, berdebu, kumal dan berminyak.
Jenis Film : Drama, Religi
Produser : Raam Punjabi, Putut Widjanarko, Salaman Aristo
Sutradara : Ismail Basbeth
Produksi : MVP Pictures, Studio Denny JA, Dapur Film, Argi Film, Mizan Produktions
Penulis : Salman Aristo, Bagus Bramanti, Ismail Basbeth
Pemeran Utama :
Deddy Sutomo, Torro Margens, Erythrina
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H