Mohon tunggu...
Intan Rosmadewi
Intan Rosmadewi Mohon Tunggu... Guru SMP - Pengajar

Pengajar, Kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain ; sesungguhnya adalah kebaikan untuk diri kita sendiri QS. Isra' ( 17 ) : 7

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengendalikan Perasaan Berduka, Agar Tetap FresH Selama Ramadhan

1 Juli 2015   18:21 Diperbarui: 9 Juli 2017   08:25 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Banyak diantara para muslimah tahun ini yang ditinggal wafat oleh suaminya, sebelum masuk bulan ramadhan disamping penulis sendiri juga salah seorang kompasianer Mbak Leni Wulansari Aminto, luka mendalam dan kesedihan yang paripurna, terasanya seakan – akan lebih dari gempa bumi . . . goncangan dahsyat bagi mereka yang telah merasakan dan menikmati masa berkabung panjang. 

Yakin sedih ditinggal pergi seseorang yang mencintai kita sebagaimana almarhum suami pergi menghadap – Nya, yang penulis rasakan juga anak – anak dalam rentang waktu 33 tahun kami hidup berumah tangga, seiring sejalan, sakinah mawaddah wa rahmah, kesedihan itu tidak akan pernah pupus atau hilang hingga menutup mata, kalimat inipun penulis dapatkan dari beberapa rekan ibu - ibu yang telah puluhan tahun ditinggal pergi suaminya, dan tidak berniat menggantikan posisi suami yang terdahulu dengan laki – laki yang lainnya.  

Hari demi hari derai air mata tidaklah berhenti, lima kali waktu shalat plus sunnah – sunnah setiap salam dan dzikir munajat kepada Nya sebagaimana slide bergerak dinamis wajah sang kekasih muncul dan muncul ketika itu . . . bersama kenangan tentang kebaikannya dan jasa – jasa yang ia tinggalkan sehingga tak pernah terbendung air mata ini.

Penulis sering berfikir kapan air mata anugerah Nya . . . berhenti mengalir, bahkan mengucapkan nama-nyapun selalu mengambang air mata cinta yang tidak sempat terbayangkan sebelumnya.  

Menelusuri takdir hidup mesti kita jalani dengan apapun yang kita bisa, lebih utama berpegang erat pada petunjuk demi petunjuk Nya, yaitu Al Qur’an.

 

Maka ramadhan kali ini adalah ramadhan di mulainya pengkader itu, maksudnya bahwa Allah mengambil Ayah – nya anak – anak pada bulan april yang lalu, dibalik itu semua penulis menangkap tentang pengkaderan akbar.

Kami semua . . . penulis sebagai seorang istri tanpa seorang suami yang sangat bertanggung jawab, setia, tanpa seorang ayah disisi putera – puteri kami, tengah di kader dalam kehidupan ini sehingga harus berani dan berusaha tegar dan utamakan kesehatan khususnya menghadapi ibadah ramadhan 1436 H   agar bisa mengkhatamkan shaum kami sekeluarga, mengkhatamkan membaca alQur’an, mengkhatamkan shalat taraweh dan shalat malam dalam kondisi prima meski bersanding duka !

Penulis sekuat daya dan upaya menjaga segala sesuatu yang terkait kesehatan seluruh keluarga agar sempurnanya ibadah shaum yang telah dijalankan bertahun – tahun semoga tuntas hingga akhir ramadhan 1436 H. Amiin

Mengendalikan Perasaan Duka itu, penulis lakukan dengan beberapa cara, diataranya : 

A.  IBADAH  SARANA  AMPUH MENANGGULANGI DUKA

Melaksanakan ibadah sebagaimana perintah Nya, sesungguhnya kemanfaatan yang dirasakan akan berdampak instan kepada jasad dan jiwa kita, meskipun selama inipun ibadah tidak ditinggalkan, saat mushibah ibadah justru harus lebih ditingkatkan dengan harapan bisa pulih kepedihan yang kami rasakan, dengan beberapa jalan, diantaranya :

1.  Pada prisipnya berusaha melaksanakan shalat tepat waktu, meskipun

terkadang ada kendala yang tidak terhindarkan, penulis sadari sedalam – dalamnya hal ini dilakukan agar bisa lebih menenangkan dan menentramkan jiwa sebagaimana apa yang telah dicontohkan oleh para pendahulu – pendahulu kita yang soleh dan sholehah.

  1. Merutinkan membaca al Qur’an apakah tadarus atau tadabbur, mencoba dan selalu berusaha mengkoneksikan diri kepada Allah, dengan kedua kegiatan itu agar segera bisa menetralisasi diri dari keduka – laraan yang panjang.
  • Tadabbur Al Qur’an lebih bersifat pada penggalian makna di balik apa yang telah di terjemahkan, dengan bantuan tafsir atau pendukung lainnya semisal bertanya kepada seseorang yang kita anggap kompeten atau searching saja di Pak Ustadz Google alias googling.
  • Tadarus, membaca tanpa memperhatikan makna atau terjemahan dengan menentukan target misal satu hari satu juz, maka secara teknis penulis membedakan antara al Qur’an untuk tadarus dengan al Qur’an untuk tadabur.
  1. Shilah Ar Rahiim

Penting sekali melakukan shilah ar rahim kepada keluarga, tetangga, karib – kerabat atau jaringan pengajian, komunitas seperti KBandung atau acara – acara seperti Nangkring yang secara terprogram diagendakan oleh Kompasiana, sungguh dahsyat teraphy shilah ar rahiim ini, dari sharing dan connecting akan terdeteksi bahwa sesungguhnya penderitaan yang kita alami tidak seberapa di banding dengan si A atau si B dan itu telah di buktikan oleh penulis, dari mulai Nangkring PUPR ke Cimanggung Sumedang, Nangkring Sabuga Kompas Kampus bersama Rosiana Silalahi, Munggahan KBandung Berjalan menuju jalur alternatif Tebing Kraton, meskipun di sela – sela ‘wisata edukasi spiritual’ yang diikhtiarkan sering terselip kenangan – kenangan indah saat selalu didampingi kemanapun penulis pergi, dan kini . . . harus mengkader diri melepaskan ketergantungan dan menegakkan kemandirian. Insya Allah. 

B.  MENJAGA POLA MAKAN DAN MINUM, ISTIRAHAT

Jasad kita butuh asupan yang bervariasi, untuk mengokohkan spiritual dan akal juga fikiran agar seimbang dan harmonis saat menyusuri taqdir kita dialam dunia ini, sedih ya . . . sedih diusahakan dan dipaksakan sebagai perjuangan melannjutkan warisan puteri –puteri almarhum yang penting penulis jaga, diantara yang prioritas pada saat Ramadhan :

  1. Air Putih dan Kurma

Pembuka shaum atau ifthar penulis meminum air putih hangat ( perjuangkan . . . ! jangan minum es, agar lambung tidak kaget ; kata ‘perjuangan’ memang perlu di sematkan disini karena bisa dibayangkan nikmatnya buka shaum dengan es buah ) dan disertai 1 – 3 butir kurma, jeda sejenak dan diusahakan laksanakan shalat maghrib, dzikir istighfar dan surat pilihan lebih kurang 5 – 10 menit baru makan berat itupun di jaga jangan sampai kamerkaan (bah. Sunda, berlebih - lebihan); jika kelewat full melaksanakan ibadah tarawih akan terkendala perasaan wegah dan ngantuk.

 

 2.  Madu

Stamina seluruh keluarga khususnya di bulan ramadhan menjadi perhatian utama, demikianpun penulis membiasakan minum juice tomat plus 2-3 sendok teh madu, atau hanya sekedar air putih hangat plus madu di variasi dengan jeruk lemon plus madu, atau puding agar – agar di tabur madu.

Gula putih memang sudah sejak lama sangat dihindari dengan berbagai pertimbangan, diantaranya alergi.

Alergi yang di maksudkan penulis adalah, jika air teh, atau kopi menggunakan gula putih buat kondisi penulis sudah langsung saja uhuk . . . uhuk batuk ! lumayan jika tidak berkepanjangan, kalau berlangsung lama tentu sangat menyiksa dan mengganggu aktifitas harian.

  1. Sayuran dan Buah – buahan

Ramadhan tahun ini di kota Bandung hingga hari ke 12 tidak ada hujan sama sekali ditandai dengan keringnya tanah, debu dimana – mana, kulit putera – puteri penulis mengering dan perih, tidak ada jalan yang bisa kita tempuh selain banyak minum air putih, sayur – sayuran juga buah – buah, yang murah saja seperti pisang, pepaya, jeruk atau semangka, hal yang kami lakukan ini minimal berfungsi sebagai detoksifikasi di tubuh kendati shaum itu sendiri sudah berfungsi sebagai general detoks.  

  1. Istirahat yang cukup , menghindari tidur bada Shubuh
  • Selama bulan ramadhan, penulis tidur paling malam jam 21.30 ; bahkan diusahakan jam 21.00 sudah tidak ada kegiatan macam – macam lagi langsung istirahat, agar tidak terlambat bangun malam.
  • Ba’da dzuhur jika tidak ada kegiatan keluar diusahan tidur setengah jam, paling panjang satu jam untuk memulihkan stamina karena bangun sejak jam 3 malam, tidak tidur hingga menjelang shalat dzuhur.
  • Penulis, berusaha sepanjang Ramadhan setelah sahur tidak tidur lagi disamping secara pengalaman sering terjadi terasa letih dan lesu, kemungkinan disebabkan kurang oksigen yang didistribusikan ke otak disaat otak butuh suplai banyak, maka
  • Jalan – jalan disekitar rumah bada shubuh sekitar 10 – 15 menit saja.

 

  1. MENULISLAH . . . WALAU MERASA TIDAK PANDAI !

Setelah ditinggal pergi suami tercinta, jiwa ini seperti ditikam hidup . . . perih yang tidak berkesudahan, setiap waktu, siang dan malam, hampa dan tidak peduli dengan keadaan sekelilingnya, yang terfikirkan hanya ingin pergi menyusulnya dan berfikir setelah itu tampak tidak akan berasa lagi keperihan, duka – lara yang menghunjam ini.

Dari banyaknya para pelayat yang berkunjung ke pondok, berlimpah informasi dan berlimpah advis baik itu kerabat, sahabat dan para simpatisan, memang ada berbagai cara yang dilakukan para Ibu yang baru ditinggal pergi sang suami saat berkisah di forum takziah diantara yang membuat penulis heran adalah sikap berkunjung ke makam suami setiap hari dan berdialog secara imaginer, konon ini meringankan beban . . . tidak logis namun terbukti menyembu hkan.

Akan tetapi banyak juga yang mengungkap dengan pendekatan spiritual, memperbanyak shalat, shaum dan berdo’a ( yang ini penulis, setuju . . . )

Mengingat wawancara Najwa Shihab dengan Bapak BJ. Habibie di salah satu program Mata Najwa, maka ini menjadi rujukan yang paling berharga dan paling mantap penulis lakukan, yaitu menulis sebagai sarana teraphy psickologis.

Alhamdulillah menulis menjadi salah satu kompensasi yang sangat membantu juga menghibur untuk meringankan beban psyckologis, meskipun yakin tidak memiliki kemampuan dan ketrampilan lebih, hanya ala kadarnya untuk mengalihkan ingatan yang over terhadap sang kekasih yang telah pergi.

Dengan keterbatasan kemampuan menulis, merayap merambah kata, menyusun paragrap, mencurahkan, dan memfokuskan apa yang tersisa dari ingatan penulis yang ngedrop tajam.

Menulis dan menulis kali ini ibarat membuka tumpukan – tumpukan file berdebu, di bersihkan satu lembar – demi satu lembar, maka jika ada tulisan penulis khususnya di Kompasiana yang kurang singkron dan tidak nyambung, yaa . . . inilah teraphy diri, semoga sehat dan pulih kembali seperti sedia kala khususnya Ramadhan ini dapat meraih kesuksesan kembali membangun sedikit saja kecerdasan spiritual sebagai salah satu barokah ramadhan yang banyak diharapkan oleh makhluk – makhluk bumi.

 D.  BERDANDAN ALA KADARNYA ANGGAP SEBAGAI SARANA KONTEMPLASI

Prinsip berdandan atau menggunakan make – up bagi penulis saat masih ada suami segalanya dipersembahkan untuk dirinya, agar kita sebagai seorang istri tampak segar, sehat dan faham penampilan meskipun dilakukan secara sederhana dan tidak berlebihan.

Kali ini setelah suami tiada lagi, bermake – up alakadarnya demi menjaga kesehatan kulit wajah, tidak tampak kucel dan butek atau bahkan bermake – up anggap saja sebagai kontemplasi diri :

Cleasing cream membersihkan wajah, membersihkan jiwa dan raga yang berdebu ;

Moisturizer, penyegar kulit maknakan juga penyegar jiwa dan raga yang kering kerontang duka lara ;

Foundation, maknakan sebagai dasar menuju arah kepada kehidupan yang kokoh dan kuat, tidak cengeng, tangguh, tahan uji meskipun kenyataannya sempat tumbang juga . . . . ( Masya Allah, Gusti !! )

Bedak tabur . . .

Bedak padat . . .

Eye shadow . . .

Lips balm . . .

Lipstik . . .

Berangkatlah mengajar atau menembus dunia dengan tanpa duka, mempersiapkan masa kunjungan abadi menuju DIA yang kita semua pasti pergi.

Inilah diriku yang berduka itu ingin semangat menapaki hidup.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun