Kemunculan pandemi COVID-19 pada 2019 silam, tampaknya masih menjadi mimpi buruk bagi banyak orang. Pandemi merupakan sebuah epidemi yang menyebar ke berbagai benua dan menyerang manusia. Untuk mencegah merebaknya virus COVID-19, kala itu pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan social distancing (pembatasan sosial) dan lockdown (karantina wilayah). Masyarakat diharuskan untuk bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah.
Kebijakan ini berimbas pada pemberhentian total semua aktivitas, mulai dari pendidikan, sosial, dan ekonomi yang melibatkan kontak fisik dengan orang lain. Kebijakan social distancing ternyata memberikan dampak negatif pada sektor ekonomi terutama pada bisnis usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Padahal, Sektor UMKM memiliki peran besar dalam menopang ekonomi nasional Indonesia.Â
Cooperative: Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia, Edisi No. 02/April 2020 dalam Mujianto, dkk (2021, h.61) mengatakan, sektor UMKM memiliki peran strategis dalam menopang ekonomi nasional Indonesia. UMKM berkontribusi sebesar 61,7% terhadap Pendapatan Domestik Bruto ( PDB) di Indonesia, dengan membuka sekitar 116 juta terhadap lapangan kerja dengan segmentasi 97% penyerapan tenaga kerja pada sektor UMKM.
Sayangnya, keberadaan pandemi menyebabkan menurunnya angka konsumsi masyarakat. Masyarakat lebih memilih memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan dari pada produk fesyen dan craft. Jika daya beli masyarakat berkurang, maka akan terjadi pengurangan tenaga kerja dan hilangnya pendapatan. Hilangnya pendapatan menyebabkan masyarakat lebih berhati-hati dalam mengatur pengeluaran karena ketidakpasian akan berakhirnya pandemi.
Tabel 1. Data Perbandingan Kondisi Sebelum Pandemi dan Saat Terdampak Pandemi COVID-19
Berdasarkan tabel di atas, terdapat perbandingan antara kondisi sebelum dan saat terjadinya pandemi. Katadata Insight Center (KIC) menyatakan, sebelum adanya pandemi kondisi usaha sangat baik/baik sebesar 92,7 persen, persentase usaha biasa saja sebesar 6,3 persen, dan persentase sangat buruk sebesar 1,0 persen. Berbanding terbalik dengan kondisi usaha setelah masuknya COVID-19. Terjadi peningkatan kondisi usaha sangat buruk menjadi 56,8 persen. Sehingga disimpulkan pandemi covid-19 sangat berdampak pada kondisi usaha.
Salah satu jenis UMKM yang mampu bertahan di tengah pandemi COVID-19 adalah UMKM yang memproduksi kebutuhan dasar serta UMKM dengan ekosistem digital yang telah terhubung dengan market place. Market place merupakan sebuah platform berupa aplikasi maupun website yang digunakan untuk melakukan transaksi jual beli tanpa bertemu secara langsung. Market place akan bekerja sama dengan jasa pengiriman dalam proses pengiriman, salah satu contohnya PT. Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Ekspress.
JNE merupakan salah satu perusahaan penyedia jasa pengiriman terluas dan sudah dikenal luas di Indonesia. JNE didirikan pada 26 November 1990 oleh H. Soeprapto Suparno dan berpusat di Jakarta. 32 tahun sudah JNE hadir dan membantu segala kebutuhan logistik masyarakat.
Selama pandemi COVID-19, pelaku UMKM merupakan sektor yang menanggung dampak paling berat. Untuk membantu UMKM bangkit kembali, pemerintah senantiasa berupaya memberikan dukungan pada pelaku UMKM. Selain pemerintah, JNE juga turut membantu para pelaku UMKM dengan mengadakan launching program Extreme Collaboration UMKM Naik Kelas pada 10 Desember 2020 silam. Extreme Collaboration UMKM Naik Kelas merupakan program pelatihan ekslusif dengan pembinaan dan pendampingan UMKM selama satu tahun secara gratis.Â