Mohon tunggu...
Rosiy Lawati
Rosiy Lawati Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

.\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apa Bedanya Pengusulan Capres Sebelum dan Sesudah Pemilu DPR

2 Januari 2014   04:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:15 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terkait opini Yusril Ihza Mahendra mengenai usulan Capres dan Cawapres sebelum Pemilu DPR dan DPRD oleh partai politik sebagai peserta pemilu, saya coba membahasnya melalui sudut pandang saya sebagai seorang WNI.

Pengusulan Capres dan Cawapres Sebelum Pemilu DPR dan DPRD

Dalam usulan ini jelas terlihat bahwa partai politik yang menjadi peserta pemilu tidak diharuskan bekerja keras dulu untuk memperoleh suara rakyat agar bisa duduk di kursi DPR dan DPRD.

Dengan mengusulkan nama Capres dan Cawapres sebelum pemilu DPRD dan DPRD,partai politik peserta pemilu bisa mendapatkan peluang untuk memperoleh simpati rakyat dan suara rakyat. Di sini faktor sosok (figure) yang diusulkan bisa menjadi salah satu penentu keberhasilan partai politik tsb dalam memperoleh suara rakyat.

Contoh mungkin bisa dilihat dari pemilu-pemilu kemarin. Pengalaman saya adalah saya mengetahui capres mana yang akan diusulkan oleh partai politik dan saya memilih partai politik berdasarkan sosok (figure) tsb. Dengan kata lain, saya tau Megawati akan dicalonkan oleh PDIP dan SBY akan dicalonkan PD walaupun usulan tsb belum secara resmi diajukan oleh kedua partai politik peserta pemilu tsb. Saya memutuskan memilih PD karena saya yakin SBY akan dicalonkan PD.

Apakah saya menyalahi proses demokrasi Indonesia? Tentu tidak karena aspirasi saya saat itu adalah untuk memilih SBY. Aspirasi saya ini lebih mudah dilaksanakan karena SBY adalah figure PD. Apakah bias? Jelas bias dan itu advantage PD di pemilu kemarin.

Pengusulan Capres dan Cawapres Sesudah Pemilu DPR dan DPRD

Dalam proses pengusulan ini jelas terlihat demokrasi dilaksanakan dalam artian walaupun beberapa partai politik peserta pemilu (baik secara eksplisit ataupun tidak) mengumumkan Capres dan Cawapres yang akan diusulkan tetapi kepastian siapa yang akan diusulkan itu masih menjadi pertanyaan besar bagi rakyat apalagi jika di pemilu 2014 ini ada aspirasi rakyat untuk memilih figure lain.

Contohnya saya adalah WNI yang punya aspirasi untuk memilih Mahfud MD. Sampai sekarang saya tidak tau partai politik peserta pemilu mana yang akan mengusulkan Mahfud MD menjadi Capres nanti.

Dalam hal ini saya punya dilemma dalam memilih partai politik untuk duduk di kursi DPR, di mana saya tidak bisa terlalu bias lagi dalam memberikan suara saya nanti.Saya harus bisa mempelajari konsep yang ditawarkan oleh partai politik peserta pemilu dan membuat keputusan akan memilih partai mana dari sekian banyak partai. Walaupun begitu, tidak menutup kemungkinan jika saya akan melihat partai politik mana yang (kemungkinan besar) akan mengusulkan nama Mahfud MD).

Apakah karena dilemma ini saya menyetujui opini Yusril terkaitpengusulan nama Capres sebelum pemilu DPR?

Tentu tidak, karena buat saya DPR adalah perwakilan rakyat. Proses demokrasi yang menentukan partai politik mana yang harus duduk di kursi DPR tsb dan siapa yang memenuhi kriteria untuk mengusulkan Capres.

Buat saya pribadi, UUD 1945 pasal 22E ayat 6 yang berbunyi “Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undangundang. ***)” dan pasal 6A ayat 5 yang berbunyi “Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undangundang. ***)” sudah secara eksplisitmenunjuk UU Pemilu yang mengatur tata cara pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden

Oleh karena itu, saya tetap memilih pengaplikasian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN pasal 9 yang berbunyi sbb:

Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.”

Kenapa harus presidential threshold 20%? Hal ini bisa diartikan sebagai prosentasi yang dianggap mewakili suara rakyat (dalam hal ini suara rakyat diwakili oleh total kursi di DPR).

Apabila presidential threshold diturun menjadi 3.5% dari total kursi DPR, maka pertanyaan saya adalah sbb:


  • Berapa Capres dan Cawapres yang akan diusulkan ke rakyat?
  • Apakah rakyat tidak bingung dengan banyaknya pilihan Capres dan Cawapres?
  • Berapa banyak putaran pemilu untuk pemilihan Capres dan Cawapres harus dilakukan?
  • Berapa bulan dibutuhkan untuk memilih presiden dan wakil presiden?
  • Berapa dana yang dibutuhkan untuk pemilhan presiden dan wakil presiden?
  • Apakah pemilu presdien dan wakil presiden akan memberikan implikasi penundaan keputusan-keputusan penting? (contoh keputusan business atau keputusan kerjasama antar negara)
  • Apakah efektif dan efisien jika presidential threshold diturunkan menjadi 3.5%?

Referensi UU terkait:

UUD 1945

UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun