Semua yang hadir menikmati hidangan lezat yang tersedia di dalam dulang, sambil menanyakan kabar, berkenalan, bersendagurau, dan lainnya. Kegembiraan semakin terasa karena guru-guru, para tamu, dan siswa dapat duduk bersama berbaur tanpa batas untuk saling sambung tali silaturahmi.
Nganggung, itulah nama tradisi tersebut yang berasal dari kata "anggung" atau angkat. Nganggung merupakan tradisi asli masyarakat kepulauan Bangka-Belitung yang biasanya dilaksanakan untuk memperingati hari-hari besar atau perayaan penting. Lazimnya Nganggung dilakukan oleh kaum pria, mereka membawa makanan lengkap di atas dulang dan ditutup dengan penutup makanan khas Bangka-Belitung yang disebut tudung saji. Yang dimaksud makanan lengkap adalah di dalam dulang berisi nasi sebagai makanan pokok, lauk pauk, buah-buahan, dan kue-kue.
Awalnya dulang yang berisi makanan ini adalah sayur-sayuran hasil kebun, ikan hasil pancingan, atau ayam hasil peliharaan di rumah. Ibu-ibu mengolahnya dengan lezat untuk dibawa para bapak ke masjid atau tempat pertemuan, membaca doa, berbagi atau bertukar makanan mensyukuri rezeki dan kesehatan yang diperoleh selama ini.
Ada makna penting yang terkandung dalam tradisi Nganggung baik spiritual maupun sosial. Makna spiritual Nganggung yaitu mengamalkan ajaran agama Islam untuk bersedekah, berbagi kebahagiaan dan rezeki dengan orang lain. Sedangkan makna sosial adalah menumbuhkan sikap gotong royong, saling membantu/peduli, menciptakan kebersamaan, dan keharmonisan bertetangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H