Mohon tunggu...
rosita p
rosita p Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

memasak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Negara Hukum dan Demokrasi

21 Oktober 2024   15:21 Diperbarui: 21 Oktober 2024   15:44 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahkamah Konstitusi sebagai (Penjaga Konstitusi Kontsitusinal) Putuskan kasus
banding sebagai anggota pasif menghapus norma-norma yang dianggap inkonstitusional Republik Indonesia tahun 1945. Namun seiring berjalannya waktu, pengadilan Konstitusi tidak hanya menjungkirbalikkan norma, tetapi juga bertindak sebagai legislator aktif Dengan mengubah kata-kata hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki Konsekuensi dari keputusan afirmatif Mahkamah Konstitusi oleh Kongres dan bagaimana pandangan hukum islam tentang hal ini.
Mahkamah Konstitusi mer upakan lembaga penting di Indonesia. MK Muncul sebagai perwujudan checks and balances, semua instansi pemerintah ada, berhubungan, dan saling mengontrol. sebagai badan peradilan Di lembaga peradilan, Mahkamah Konstitusi menjadi badan yang dapat memutuskan apakah undang undang itu sesuai dengan Konstitusi, yang juga didasarkan pada nilai-nilai fundamental dan undang-undang tidak tertulis. Jadi untuk otoritas itu Mahkamah Konstitusi menjadikan Mahkamah Konstitusi sebagai faktor penentu dalam
menjamin keadilan menurut Konstitusi. Konstitusi Indonesia'. Kualitas lembaga ini tercemin dalam pelaksanaan tugas Kekuasaan MK sendiri untuk mennetukan jumlah sebagai badan yudikatif Pertama dan terakhir (final) dalam kasus perselisihan berdasarkan Pasal 24c(1) Konstitusi 1945. Semakin baik tugas MK itu sendiri Tentang kualitas lembaga yang dapat memperkuat kepercayaan masyarakat terhada lembaga negara yang ada. Kedua, dari perspektif kualitas proses keadilan. Mengacu pada pemeriksaan, arbitrase, dan ajudikasi suatu perkara. Jika subjek pemeriksa, Hakim atau pemecah ada;ah penting yaitu Hakim. Sikap professional dan moral yang tinggi Kejujuran hakim itu penting. Tanpa sikap profesionalisme, Moral para juri yang tinggi membuat sulit untuk menghasilkan karya yang bagus dari sidang itu sendiri.
Ada tiga alasan utama mengapa Indonesia memiliki mahkamah konstitusi. awal,
Keberadaan Mahkamah Konstitusi merupakan produk negara demokrasi Berdasarkan hukum dan bentuk negara demokrasi. Kedua, kebutuhan akan institusi tertinggi sejak amandemen UUD 1945 Penyelesaian perselisihan yang timbul setelah kontrol dan prinsip diterapkan
Membantu menilai pelanggaran hukum oleh Presiden/Wakil Presiden Akibatnya, Presiden/Wakil Presiden dapat diberhentikan dari jabatannya selama masa jabatannya
____________________________________________________________
* N. Sa'adah, "Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal Demokrasi Dan Konstitusi Khususnya Dalam Menjalankan Constitusional Review" Adminitrative Law & Governance Journal Volume 2 Issue 2, June 2019
ISSN. 2621 - 2781 Online
 
 
posisinya. Untuk tiga alasan ini, pengadilan dapat menyatakan bahwa: Konstitusi tetap murni, memiliki ketentuan, dan Keagungan. 2
Yang diperlukan dalam meningkatkan kualitas hakim yang baik maka harus adanya lembaga yang mengawasi Hakim yang dimana terdapat Dewan Etik mahkamah Konstitusi, sebuah lembaga yang mengawasi Hakim Konstitusi. Sebagai orang biasa, hakim sebagai subyek kekuasaan kehakiman, terlepas dari adanya kesalahan atau kekeliruan dalam
pelaksanaan tugas upaya pengendalian adalah mutlak adanya. Dalam menjalankan kekuasaanya, harus Kosntitusi harus memugkinkan kebebasan yudisial untuk menyelesaikan
perselisihan, tetapi demikian bukanlah corong undang-undang (la bouche de la loi) dia mencurahkan apa yang ada dibawah atur an hukum, tetapu dia memiliki kemampuan perilaku individu, yang meliputi secara individu maupun perilaku yudisial. 3
Ada tiga alasan utama mengapa Indonesia memiliki mahkamah konstitusi. awal,
Keberadaan Mahkamah Konstitusi merupakan produk negara demokrasi Berdasarkan hukum dan bentuk negara demokrasi. Kedua, kebutuhan akan institusi tertinggi sejak amandemen UUD 1945 Penyelesaian perselisihan yang timbul setelah kontrol dan prinsip diterapkan keseimbangan Indonesia. Yang terakhir adalah yang ketiga. Ini membutuhkan badan hukum Membantu menilai pelanggaran hukum oleh Presiden/Wakil Presiden Akibatnya, Presiden/Wakil Presiden dapat diberhentikan dari jabatannya selama masa jabatannya posisinya. Untuk tiga alasan ini, pengadilan dapat menyatakan bahwa: Konstitusi tetap murni, memiliki ketentuan, dan Keagungan. Mahkamah Konstitusi memiliki tiga ciri utama. Di atas segalanya, kemerdekaan memiliki define yudisial yang bebas dari segala bentuk campur tangan internal atau di luar yurisdiksi yuridiksi mana pun. Sifat imparsial juga menyiratkan yudisial Indonesia harus netral dan tidak terlibat dengan pihak yang berperkara. Ketiga, kejujuran yang harus dijaga oleh para juri. Sebagai pribadi, sebagai PNS.
Hingga saat ini Indonesia belum memiliki regulasi terkait Artifical Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan jika implementasi yang tepat dapat memerdekakan demokrasi negara Indonesiai. Mengambil contoh dengan kecerdasaan buatan yang dimplementasikan dalam pemilihan umum yang akan menjadi lebih demokratis dan transparan dengan menimbang agensi provider dari Al yang bertanggung jawab atas data peserta pemilihan umum. * Namun, dalam praktik peradilan, hakim harus: mash dibatasi oleh peraturan dan sistem politik yang diwarisi dari negara Indonesia. Pembatasan terhadap independensi peradilan diatur dalam Pasal
1 UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang bunyinya : "Kekuasaan Kehakiman adalah Kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia"
1. Husnan, " Mengenal Mahkamah Konstitusi Indonesia"
2. Fajlurrahman Jurdi, "OPTIMALISASI FUNGSI PENGAWASAN DEWAN ETIK MAHKAMAH KONSTITUS!" diterbitkan: 26 Januari 2020
 
________________________________________
 
* Rofi Aulia Rahman, Constructing Responsible Artificial Intelligence Principles as Norms: Efforts to Strengthen Democratic Norms in Indonesia and European Union Submitted: June 13, 2022 | Accepted: August 22, 2022

Jaman Plato dan Aristoteles
Plato dan Aristoteles mengintrodusir Negara Hukum adalah negara yang diperintah
oleh negara yang adil. Dalam filsafatnya, keduanya menyinggung angan-angan (cita-cita)
manusia yang berkorespondensi dengan dunia yang mutlak yang disebut :[2]
1. Cita-cita untuk mengejar kebenaran (ide der warhead);
2. Cita-cita untuk mengejar kesusilaan (ide der zodelijkheid);
3. Cita-cita manusia untuk mengejar keindahan (idee der schonheid);
4. Cita-cita untuk mengejar keadilan (ide der gorechtigheid).
Plato dan Aristoteles menganut paham filsafat idealisme. Menurut Aristoteles,
keadilan dapat berupa komunikatif (menjalankan keadilan) dan distribusi (memberikan keadilan).
Menurut Plato yang kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles, bahwa hukum yang diharapkan
adalah hukum yang adil dan dapat memberikan kesejahteraan bagi msyarakat, hukum yang bukan
merupakan paksaan dari penguasa melainkan sesuai dengan kehendak warga Negara, dan untuk
mengatur hukum itu dibutuhkan konstitusi yang memuat aturan-aturan dalam hidup bernegara.[3]
b. Di Daratan Eropa (menurut paham Eropa Kontinental)
Diawali pendapat dari Immanuel Kant yang mengartikan Negara Hukum adalah
Negara Hukum Formal (Negara berada dalam keadaan statis atau hanya formalitas yang biasa
disebut dengan Negara Penjaga Malam / Nachtwakestaat). F.J. Stahl, kalangan ahli hukum Eropa
Kontinental memberikan ciri-ciri Negara hukum (rechtstaat) sebagai berikut :[4]
a. Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia;
b. Pemisahan kekuasaan Negara;
c. Pemerintahan berdasarkan undang-undang;
d. Adanya Peradilan Administrasi.
Perumusan ciri-ciri Negara Hukum yang dilakukan oleh F.J. Stahl kemudian
ditinjau ulang oleh International Commision of Jurist pada Konferensi yang diselenggarakan di
Bangkok tahun 1965, yang memberikan ciri-ciri sebagai berikut :[5]
a. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu konstitusi harus pula
menentukan cara procedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
b. Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
c. Pemilihan Umum yang bebas;
d. Kebebasan menyatakan pendapat;
e. Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
f. Pendidikan Kewarganegaraan.
c. Indonesia, dalam Seminar Nasional Indonesia tentang Indonesia Negara Hukum
Pada tahun 1966 di Jakarta diadakan Seminar Nasional Indonesia tentang
Indonesia Negara Hukum. Yang mana salah satu hasil Seminar adalah dirumuskannya prinsip-
prinsip Negara Hukum yang menurut pemikiran saat itu, prinsip ini dapat diterima secara umum.
Prinsip-prinsip itu adalah :[6]
1. Prinsip-prinsip jaminan dan perlindungan terhadap HAM;
2. Prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak, artinya :
- Kedudukan peradilan haruslah independen tetapi tetap membutuhkan pengawasan baik
internal dan eksternal.
- Pengawasan eksternal salah satunya dilaksanakan oleh Komisi Ombudsman (dibentuk
dengan Keppres No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman) yaitu Lembaga
Pengawas Eksternal terhadap Lembaga Negara serta memberikan perlindungan hukum
terhadap publik, termasuk proses berperkara di Pengadilan mulai dari perkara diterima
sampai perkara diputus.
2. Rumusan Konsep Negara Hukum
F.J. Stahl dengan konsep Negara Hukum Formal menyusun unsur-unsur Negara
hukum adalah :[7]
a. Mengakui dan melindungi hak-hak asasi manusia;
b. Untuk melindungi hak asasi tersebut maka penyelenggaraan Negara harus berdasarkan pada
teori trias politica;
c. Dalam menjalankan tugasnya, pemerintah berdasar atas undang-undang (wetmatig bestuur);
d. Apabila dalam menjalankan tugasnya berdasarkan undang-undang pemerintah masih
melanggar hak asasi (campur tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi seseorang), maka ada
pengadilan administrasi yang akan menyelesaikannya.
Menurut Sri Soemantri yang terpenting dalam Negara hukum , yaitu :[8]
1. Bahwa pemerintahan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya harus berdasarkan hukum
atau peraturan perundang-undangan;
2. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warganya);
3. Adanya pembagian kekuasaan dalam Negara;
4. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle).
3. Yang dimaksud Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 Amandemen
Dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 Amandemen disebutkan, "Negara Indonesia
adalah negara hukum". Dikaitkan dengan kalimat di atas, arti Negara hukum tidak terpisahkan
dari pilarnya yaitu kedaulatan hukum. Di samping itu para pendiri Negara dalam membentuk
pemerintahan Negara Indonesia telah menentukan pilar lainnya, yaitu kedaulatan rakyat. Hal
yang demikian mewujudkan perpaduan integral secara komonis antara paham kedaulatan hukum
dan kedaulatan rakyat. Kemudian hal tersebut dikontradiktifkan dan dipisahkan secara tegas
antara Negara hukum pada satu pihak dan Negara kekuasaan di pihak lain yang dapat menjelma
seperti dalam bentuk diktaktur atau bentuk lainnya semacam itu, yang tidak dikehendaki
dilaksanakan di persada pertiwi ini.[9]
Azhary berkesimpulan bahwa ciri khas Negara Hukum Indonesia ialah unsure-
unsur utamanya, yang terdiri dari :[10]
1. Hukumnya bersumber pada Pancasila;
2. Berkedaulatan rakyat;
3. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi;
4. 5. 6. Persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan;
Kekuasaan Kehakiman yang bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya;
Pembentukan undang-undang oleh Presiden bersama-sama dengan DPR;
7. Dianutnya sistem MPR.
Sunaryati Hartono menambahkan bahwa Negara hukum saat ini adalah dalam
pengertian Negara hukum yang bertanggungjawab. Menurut Sunaryati, Negara hukum yang
bertanggung jawab adalah pilar keempat setelah Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif.
Jadi, dalam Negara hukum yang pokok adalah adanya pembatasan kekuasaan oleh
hukum, dalam arti bahwa segala sikap, tingkah laku dan perbuatan, baik yang dilakukan oleh para
penguasa Negara maupun oleh warganegaranya berdasarkan hukum positif. Sehingga, terutama
warganegaranya terbebas dari tindakan sewenang-wenang dari para penguasa Negara.
4. Dalam Negara Hukum Mutlak Disertai Dengan Perkembangan Demokrasi
Menurut Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat, bahwa Demokrasi adalah
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (democracy is government of the people,
by the people and for the people).[11]
Bagi negara demokrasi dikenal demokrasi lansung dan demokrasi tidak langsung.
Dalam demokrasi langsung, berarti rakyat ikut serta langsung dalam menentukan policy
pemerintah. Hal ini terjadi pada tipe negara-negara kota waktu zaman Yunani kuno, rakyat
berkumpul pada tempat tertentu untuk membicarakan berbagai masalah kenegaraan. Pada masa
modern ini cara yang demikian itu tentu tidak mungkin lagi, karena selain negaranya, urusan-
urusan kenegaraannya pun semakin kompleks. Maka dari itu rakyat tidak lagi ikut dalam urusan
pemerintahan secara langsung melainkan melalui wakil-wakilnya yang ditentukan dalam suatu
pemilihan umum, hal ini disebut demokrasi tidak langsung.
Selain itu perbedaan demokrasi menurut terbentuknya atau method of decision
making dan menurut isinya atau contents of decision made. Pengertian dari segi bentuknya,
demokrasi itu adalah pemerintahan yang dilakukan oleh orang banyak, sebaiknya dari segi isinya
demokrasi adalah pemerintahan yang dilakukan untuk kepentingan orang banyak ini disebut
demokrasi material, sedangkan dari sudut bentuknya disebut demokrasi formal.[12]
Untuk kriteria yang digunakan dalam klasifikasi jenis-jenis demokrasi antara lain
berdasarkan hubungan antara badan legislatif dengan badan eksekutif sesuai dengan ajaran
Montesquie yang kemudian dikenal dengan istilah Trias Politica. Ajaran Trias Politica
membedakan adanya tiga jenis kekuasaan dalam negara, yaitu :
a. b. c. Kekuasaan yang bersifat mengatur atau menentukan peraturan;
Kekuasaan yang bersifat melaksanakan peraturan;
Kekuasaan yang bersifat mengawasi pelaksanaan peraturan tersebut.
Yang oleh Sunaryati Hartono, ketiga unsur diatas ditambah dengan unsur negara
yang bertanggungjawab. Bahwa pemegang kekuasaan dalam menjalankan kewenangannya
(power of competence) harus berdasarkan peraturan perundangan dan dapat
mempertanggungjawabkan tugasnya.
Maka sesuai dengan gagasan Locke dan Montesquie yang kemudian
dikembangkan oleh Immanuel Kant, Stahl, Dicey, dll, dimana rakyat melalui wakil-wakil yang
dipilihnya yang brhak membentuk undang-undang maka pada perkembangannya, demokrasi ini
menciptakan negara hukum (supremasi hukum) dan berkembang pula secara bersamaan, maka
nama demokrasi selalu dikaitkan dengan konstitusi yaitu demokrasi konstitusional atau negara
hukum yang demokratis menurut paham anglo saxon maupun menurut paham Eropa Kontinental
yang di bawah pengaruh keduanya. Menurut paham Anglo Saxon, untuk dapat disebut negara di
bawah Rule of Law, maka negara itu harus :
1. Tunduk pada Supremacy of Law;
2. Equality before the Law;
3. Menjamin dan melindungi HAM;
Menurut faham Eropa Kontinental, untuk dapat disebut negara hukum yang demokratis, negara
itu harus :
1. Membagi atau memisahkan kekuasaan negara:
2. Menjamin dan melindungi HAM;
3. Mendasarkan tindakannya pada undang-undang;
4. Diselenggarakannya undang-undang itu;
5. Diselenggarakan suatu Peradilan Administrasi.
Karena hampir semua negara dewasa ini menyebut dirinya negara demokrasi
tetapi diantaranya ada yang tetap bertindak sebagai negara kekuasaan (authoritarian) maka untuk
membedakan negara demokrasi konstitusional dengan negara-negara authoritarian (istilah
Kranenburg sebagai authoritarian modern) maka perlu diberikan garis pemisah diantara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun