Jika dipikir-pikir belakangan ini, saya jadi lebih mudah merasa terharu. Kadang terharu karena menonto film yang menyayat hati, disisi lain juga kerap melihat kondisi orang yang tengah kesulitan dan bahkan pengalaman pribadi yang menguras emosi.
Sebenarnya tidak ada tujuan khusus mengapa tulisan hari ini buat. Spontan saja, lantaran ada pertemuan singkat yang membuat saya harus menuliskan sebuah refleksi tentang manusia yang akan menua.
Bukan cuma kamu, tapi akupun suatu hari akan menua. Lantas kita mau apa?
Gemerlap dunia, berbagai target dan ekspektasi. Manusia kerap diliputi dengan berbagai harapan, meski mereka sendiri tahu bahwa semua itu tidak akan dibawa mati.
Pernahkah kamu berpikir kenapa manusia begitu keras khawatir tentang bagaimana hidup ini harus dilewati? entah itu tentang bagaimana pilihan jurusan saat kuliah, bagaimana nanti mencari kerja saat sudah lulus, bagaimana nanti kamu harus menemukan pasangan yang se-visi, bagaimana kamu akan merayakan pernikahan, berapa kamu harus memiliki anak, dan bagaimana kamu menyekolahkan anak hingga ia menikah dan kamu?
Kamu menua...
Kapan manusia sadar bahwa ia menua? Bahwa waktunya tidak cukup banyak untuk mengkhawatirkan partikel bebas yang bertebaran acak dalam pikirannya.
Apakah saat rambutnya mulai beruban putih dan menipis, atau saat tulangnya mulai melemahnya tulang, atau saat ingatan, dan pendengarannya yang mulai kabur?
Pertanyaan kenapa kita menua, sama sulitnya untuk dijawab kenapa kita tidak muda lebih lama?
Ya, begitulah realitasnya semua manusia terikat terhadap siklus kelahiran dan kematian. Semua jiwa yang lahir adalah mereka yang memiliki takdir hidup yang sudah disuratkan oleh tuhan.Â