Judul: Aku Layak Mendapatkan Beasiswa Petik dengan Definisi Cantikku Sendiri
Essay oleh Rosi Rosyani
Semenjak dulu, ketika berbicara cantik, pasti akan merujuk pada keelokan paras dengan kriteria-kriteria yang hampir menimbulkan perilaku insecure dalam diri. Masyarakat belum menamaimu ‘Si Cantik’ jika wanita masih berkulit gelap, berbadan gemuk atau terlalu kurus, juga rambut yang pendek. Aku hanya bisa berserah sambil bergerutu, “ah sepertinya aku ganti kelamin saja!” karena jelas-jelas tubuhku jauh dari kriteria cantik itu. Akibat adanya kriteria tersebut dan dinormalisasi di Indonesia, perilaku bullying di sekolah dianggap hal yang wajar dan… aku salah satu korbannya. “Ci, nanti kalo jurit malam jangan lupa bawa senter yang banyak, ya, takut cuma gigimu aja yang nampak, hahaha.”
‘Tak usah diceritakan lha ya bagaimana sakitnya. Waktu itu aku sempat mengasingkan diri dan mengutuk keberadaanku yang entah untuk apa. Mungkin jika orang bilang zaman sekarang, aku mengalami mental breakdown saat itu. Namun, seiring berkembangnya zaman dengan pemikirannya yang mulai maju, aku menggeser kriteria-kriteria itu dan mendefinisikan ulang perihal apa itu cantik. Saat ini, bagiku cantik bukanlah perihal wajah putih nan berkilap saat terpapar sinar matahari karena saking glowing-nya. Cantik itu perihal sehat raga dan jiwa. Dulu, aku bertekad untuk memiliki badan gemuk karena capek dibilang ‘Si Cungkring’, tapi sekarang aku amat bersyukur karena justru badan mungilku ini membuatku gampang bergerak cepat, serta bikin ‘tak malas berolah raga meskipun hanya sekadar jogging lima keliling.
Aku juga mengenal slogan latin yang popular, yaitu ‘Mens Sana in Corpore Sano’. Untuk mendapatkan raga yang sehat, aku harus membangun jiwa yang kuat. Jiwa-jiwa ini ‘tak dapat diraih hanya dengan satu kali pembelajaran hidup. Di baliknya, pasti banyak masalah-masalah yang mengguncang kewarasan diri. Agar tetap bisa bertahan di tengah guncangan itu, metakognitif memegang peran penting. Aku harus memiliki strategi metakognitif yang baik untuk mengendalikan pikiran-pikiran buruk, supaya mental tetap sehat. Tentu saja, hal ini bukanlah hal yang mudah, tapi bukan berarti terlalu susah juga, bukan?
Aku hanya perlu terus belajar. Beruntungnya, pembelajaran-pembelajaran menarik ini banyak aku dapatkan selama perkuliahan S1 dengan program studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini. Sedikit banyaknya aku belajar tentang psikologi dan cara berpikir manusia. Selain itu, pembelajaran ini juga aku dapatkan dari mengikuti organisasi serta kontes Pageant yang ada di kampus UPI Tasikmalaya. Setidaknya, dari perkuliahan ini, aku memiliki definisi cantikku sendiri, sehingga aku bisa berdiri dengan percaya diri.
Namun, lagi-lagi tentu masalah itu datang silih berganti. Tidak jarang aku terpaksa tidak membeli buku pelajaran karena harus menghemat uang untuk keperluan di rumah. Permasalahan ekonomi memang tidak membatasi pergerakan aku dalam menggapai mimpi. Akan tetapi, permasalahan ekonomi ini sedikit banyaknya membuat aku cukup ‘terengah-engah’. Waktu luangku digunakan untuk bekerja semaksimal mungkin, sehingga dengan keterbatasanku sebagai manusia biasa, terkadang aku kewalahan juga.
Berbagai usaha pun aku coba untuk menangani masalah ekonomi yang ‘tak ada hentinya. Salah satu upayanya, yaitu dengan mengajukan diri dalam program beasiswa. Tentu saja, untuk dapat meraih beasiswa, selalu ada harga yang harus dibayar, baik itu berupa keterampilan, bakat, prestasi, atau yang lainnya. Oleh karena itu, aku berusaha sebaik mungkin untuk mengembangkan keterampilanku dalam menciptakan karya tulis. Aku mempelajari ini sejak Sekolah Menengah Atas dan telah berhasil menciptakan karya kecil di aplikasi Wattpad berupa satu novel romansa dan satu novel horror. selain itu, aku juga sempat menerbitkan satu buku cetak bertajuk ‘Ukhty Barbar bikin Iman Akhy Ambyar’. Karya tulis ini memang bukanlah hal besar yang perlu aku ‘sombong’-kan. Namun, aku menggarisbawahi setiap proses yang kutempuh. Aku melihat peluang berkarya di tengah tidak adanya hal yang bisa aku ‘jual’ untuk masyarakat.
Selain menulis, aku memiliki ketertarikan lebih pada riasan wanita atau makeup. Keterampilan dasar dalam berias inilah yang juga membawaku untuk maju di ajang pageant yang diselenggarakan oleh kampus, yaitu Putra-Putri UPI Tasikmalaya (PPUT). Untuk bergabung ke dalam ajang ini, aku harus memiliki bakat yang dapat ditonjolkan karena lagi-lagi… pandai mempercantik wajah saja tidak cukup. Aku menampilkan pembacaan puisi karyaku sendiri. Betapa bersyukurnya, aku berhasil menduduki ‘kursi’ Runner Up 2 Putri UPI Tasikmalaya. Bukanlah hal yang mudah untuk dapat duduk di posisi ini, karena tentunya perilaku insecure sudah mendarah daging. Namun, lagi-lagi aku bisa menghadapinya dengan membawa definisi cantikku sendiri.
Saat mencari informasi beasiswa yang tengah berlangsung, takdir mempertemukan aku dengan Teteh Cantik yang sedang berulang tahun. Selamat menempuh hidup dengan usia baru, Kak @christyrsm. Doaku menyertai dan aku ingin turut merayakannya. Kupersembahkan tulisan ini ‘tak lain dan ‘tak bukan untuk memberikan pertimbangan kepada Kak @christyrsm perihal layak atau tidaknya aku untuk mendapatkan beasiswa Petik. Aku sadar betul tentunya pasti banyak perempuan-perempuan cantik lainnya yang turut berpartisipasi dan bahkan lebih layak diterima. Namun, tentu saja akupun mendapatkan kesempatan yang sama untuk berjuang mendapatkan beasiswa Petik karena aku ‘cantik’.
Tasikmalaya, 09 September 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H