Mohon tunggu...
Rosikhotul Marfuah
Rosikhotul Marfuah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa di salah satu Universitas swasta Surabaya dengan prodi Pend.Bahasa dan Sastra Indonesia. saya memiliki Hobi menulis dan juga membaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lentera

4 Januari 2024   19:26 Diperbarui: 4 Januari 2024   20:13 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mbah Prapto tergelak melihat tingkah cucunya rupanya cucunya ini belum memahami maksud dari ucapannya. Entah kenapa akhir-akhir ini ia merasa sedih melihat kondisi negeri yang tak kunjung membaik. Memang benar secara harfiah negeri ini sudah merdeka tapi secara naluriah ia masih sakit, masih berantakan, belum memiliki titik terang. Penjajah memang sudah pergi tapi ia kembali datang dalam bentuk teknologi. Menggerogoti hati dan jiwa para pemuda Indonesia, sehingga mereka bermental krupuk dan mudah menyerah. Sampai pada hisapan kretek terakhir, Mbah Prapto menaikkan satu kakinya diatas bangku sambil bersandar pada lutut, ia kembali mengambil tembakau dan melintingnya di atas kertas papir.

“ Bener nduk,” lanjutnya. Matanya menerawang jauh, seolah kembali masuk dimasa itu. “ Tapi itu sudah tidak ada gunanya, penjajah itu kembali hadir dalam wujud yang berbeda yaitu teknologi. Saiki aku takok, hp itu buatan siapa? Chino to? Alat-alat teknologi canggih seng mbok gawe saiki gawenane sopo? Chino to, yo ono seng teko Londho. Tapi ndelok nduk opo unggah ungguh e bocah saiki sek podo karo mbiyen? Nggak ono wesan.” Ujarnya

“ Ya, ndak bisa disamakan dengan dulu dong mbah.” Timpal Marni tak mau kalah.

“Nah justru iku masalahe, seharusnya kita sebagai bangsa yang cerdas bisa menggunakan alat itu dengan cerdas pula. Menanamkan dalam hati jiwa yang patriotis, yaitu jiwa yang teguh dan tak mudah terombang ambing oleh budaya lain. Makin canggih to tekhnologi? menurutmu kenapa negeri kita masih di kategorikan sebagai negara berkembang? Ya karena kita tidak bisa memanfaatkan teknologi dengan baik. rata-rata masyarakat kita ini masih termakan oleh gengsi, yang di beli barang import dan barang negeri sendiri dicaci, dicari kekurangannya. Anak muda sekarang coba lihat? Banyak to yang bunuh diri? Karena siapa? Karena hati sendiri. Mereka malas mencari solusi, malas menerima takdir, akhirnya apa? Mencari jalan pintas dengan cara bunuh diri.” Marni melongo

“Benarkah begitu?” fikirnya.

Memang benar akhir-akhir ini banyak sekali berita tentang bunuh diri, banyak pula yang frustasi menjalani hidup dan berakhir di rumah rehabilitasi. Rupa-rupanya si mbahnya ini sedang meratapi nasibnya sendiri. Perjuangan di medan perang mempertahankan negaranya yang dianggap akan menciptakan perdamaian, justru berakhir sia-sia. Tidak ada yang salah dengan semua ini dan tidak ada yang salah juga dengan tekhnologi. Barang kali si mbah sedikit salah faham tentang kondisi negeri saat ini, walau benar kata si mbah tekhnologi adalah lawan kita hari ini. Jadi, jika kita tidak bisa memanfaatkannya dengan baik, maka kita yang akan hancur olehnya. Benar juga kata si mbah perjuangan belum usai, para pahlwan memang sudah beristirahat tenang di alam sana. Tapi, kita yang memiliki kewajiban untuk melanjutkan perjuangan itu.

“Nggeh mbah.” Jawab Marni dengan senyum yang merekah.

“Malah ngguyu to ki piye?” sungut mbah Prapto.

Marni sudah malas berargumen dia tidak ingin mengomentari apapun. Biar sajalah semua mengalir apa adanya, si mbah memang kelewat cerdas bagaimana bisa ia berfikir sejauh itu.

“Ahahahaha” ia tergelak.

“Ayo mbah kita lihat saja bagaimana kondisi negeri ini kedepannya. Banyak kok mbah anak bangsa yang sudah mengharumkan nama bangsa. Jadi perjuangan pahlawan waktu itu tidak sia-sia. Jika bukan karena kalian, kita tak mungkin to, bisa berjuang dengan santai seperti ini.” Goda Marni pada mbahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun