Mohon tunggu...
Rosika Pertiwi Hermansyah
Rosika Pertiwi Hermansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Indonesia

Mahasiswa Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Situs Mengalitikum Gunung Padang Sebagai Ecomuseum

20 Desember 2021   13:10 Diperbarui: 20 Desember 2021   13:17 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cianjur "Kota Kecil Sejuta Cerita" itulah kalimat yang sering diucapkan oleh masyarakatnya untuk menggambarkan segala keindahan dan kekayaan alam yang dimiliki oleh salah kabupaten yang ada di Jawa Barat ini. 

Wilayah Cianjur yang terbentang sangat luas dengan kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah, hadirnya padi pandan wangi, ayam pelung, manisan Cianjur, pengrajin bambu, dan masih banyak lagi yang menjadi ciri khas terpendam dari setiap daerahnya. 

Secara administratif Pemerintahan kabupaten Cianjur terbagi dalam 32 Kecamatan, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta di Utara; Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Garut di Timur; Samudra Hindia di Selatan; dan Kabupaten Sukabumi di Barat Hindia.

Cianjur yang terkenal dengan 3 Pilar Budaya dan kini ditambah menjadi 7 merupakan sebuah tagline atau filosofi yang mewakili masyarakat Cianjur, ketujuh pilar budaya tersebut diantaranya ngaos, mamaos, maenpo, tatanen, tanginas, someah dan sauyunan. Pilar-pilar tersebut memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat Cianjur karena mengandung semua aspek kehidupan. 

Selain kaya akan kebudayaan dan kearifan lokalnya, Cianjur juga memiliki pesona alam yang menakjubkan dengan beragam objek wisata unggulan di dalamnya, salah satu diantaranya adalah Situs Megalitikum Gunung Padang.

Situs Megalitikum Gunung Padang merupakan Situs Cagar Budaya Peringkat Nasional peninggalan masa megalitikum atau jaman batu besar berbentuk punden berundak yang terletak di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. 

Masyarakat menyebutnya sebagai Gunung Padang yang dimaknai dari "Gunung Terang" karena di tempat tersebut sering terdengar suara-suara musikal dan terang benderang pada malam-malam tertentu. 

Memiliki luas sebesar 900 meter persegi, situs ini tercatat sebagai kompleks punden berundak terbesar di Asia Tenggara dan digadang-gadang mengalahkan piramida di Mesir.

Gunung Padang menawarkan keunikan dari berbagai bentuk susunan batu megalit berjenis andesit atau basalt, dimana beberapa bagian batunya bisa mengeluarkan bunyi-bunyian seperti alat musik yang memiliki nada tertentu. 

Terletak di kawasan perbukitan dengan ketinggian sekitar 850 mdpl, kawasan ini menawarkan pemandangan alam yang luar biasa disertai dengan udara yang sejuk dan didominasi oleh suasana hijau, sehingga menambah nilai keindahan objek wisata tersebut. 

Dibalik eksotisme pemandangan yang ditawarkan dan susunan batu yang luar biasa, Gunung Padang pun disebutkan memiliki berbagai kisah yang menyelimutinya.

Kompleks punden berundak di Gunung Padang ini terdiri atas lima teras yang tersusun dengan ukuran berbeda-beda yang terus mengerucut dan dibangun dengan batuan vulkanik alami berbentuk persegi panjang. Artinya semakin tinggi letak tingkat atau terasnya, maka luasnya semakin menyempit. 

Setiap terasnya memiliki pola-pola bangunan batu yang berbeda dan memiliki fungsinya tersendiri. 

Dalam kosmologi Sunda, dunia manusia disebut Buana Panca Tengah, panca berarti "lima". Hal tersebut menggambarkan bahwa Situs Megalitikum Gunung Padang mengandung makna simbolik mengenai tahap-tahap yang dilakukan oleh manusia untuk menjadi manusia sempurna.

Teras pertama merupakan teras paling besar sekaligus terbawah yang berbentuk persegi panjang dengan jumlah batu paling banyak dibandingkan dengan tingkatan lainnya, batu tersebut disusun dengan formasi tertentu. 

Teras kedua memiliki kontur tanah yang lebih rata dibanding teras pertama, teras ini disertai dengan batu-batu tegak yang mempunyai ukuran lebih besar daripada batu-batu tegak lainnya yang berfungsi sebagai batas jalan atau pagar antar area teras. 

Pada teras tiga peneliti mengasumsikan bahwa area tersebut merupakan area perkuburan, namun asumsi tersebut dipatahkan setelah ditemukannya pecahan gerabah polos. 

Di teras keempat jumlah struktur bangunan atau susunan batuannya paling minim diantara teras-teras lain. Sementara untuk teras kelima yang merupakan teras tertinggi, di bagian tengahnya terdapat batuan yang disusun seperti altar yang bagian kanan dan kiri 'altar' tersebut terdapat susunan bebatuan membentuk persegi. 

Hingga saat ini banyak sekali ditemukan artefak-artefak yang terkubur di situs mahakarya tersebut. Penemuan Metal Kuno atau logam purba mirip pisau membuktikan bahwa masyarakat yang tinggal di situs ini pada masa lalu, sudah mengenal budaya logam. 

Di tempat tersebut juga ditemukan Semen Kuno yang mampu mengikat batu-batu purba, Semen Purba ini menjadi material pengisi diantara batu-batu kolom purba. 

Pada teras lima ditemukan sebuah artefak berbentuk kujang, yang hingga saat ini artefat tersebut dikenal dengan "Kujang Gunung Padang". Sementara di teras dua banyak ditemukan pecahan tembikar atau gerabah yang terbuat dari tanah. Selain itu, ditemukan pula pecahan keramik yang disinyalir berasal dari Eropa abad ke 19 dan China abad ke 16. Temuan lainnya disebut dengan Beliung Persegi dengan ujung yang semakin tipis dan digunakan layaknya senjata kapak. 

Di situs ini juga telah ditemukan koin dengan ukiran yang disebut dengan Koin Amulet Gunung Padang. Selain itu, ditemukan pula sebuah batu yang memiliki bentuk unik di lorong dengan kedalaman 12 meter, batu yang dapat diputar-putar tersebut kemudian dikenal dengan "The Rolling Stone". Artefak lain yang ditemukan adalah "Batu Piramid Tiga Sisi" yang menyerupai struktur Piramida Nusantara.

Situs Megalitik Gunung Padang ini sudah dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Mereka menganggap bahwa kawasan tersebut menjadi sebuah tempat Prabu Siliwangi, seorang Raja di Tatar Pasundan, yang berusaha membangun istana dalam waktu semalam. Situs tersebut diperkirakan pada tahun 2000 SM menjadi tempat upacara pemujaan bagi masyarakat yang bermukim disekitarnya. 

Hal ini terlihat dari banyaknya penemuan perkakas tembikar sebagai tempat untuk menaruh sesajian. Di dekat pintu masuk kawasan Gunung Padang juga terdapat sebuah sumur yang dikenal dengan "Sumur Kahuripan". Hingga saat ini masyarakat setempat percaya bahwa keberadaan air di sumur tersebut tidak akan pernah surut meski dalam kondisi musim kemarau.

Konsep yang dapat dikembangkan dari Situs Megalith Gunung Padang untuk ecomuseum ini yaitu melakukan pengelolaan dan pelestarian terhadap artefak-artefak, susunan bebatuan, bangunan punden berundak, serta berbagai saran prasarana penunjang lainnya. Konsep ini melibatkan peran penting masyarakat atau stakholder dalam melakukan pengelolaan dan pelestarian cagar budaya nasional tersebut. 

Situs Megalith Gunung Padang sebagai pusat pengembangan pengetahuan dan tujuan wisata yang memiliki ciri tersendiri, yakni merupakan kumpulan punden berundak yang mencerminkan tradisi megalitikum. 

Mengharuskan adanya pembinaan terhadap tour guide atau pemandu wisata yang lebih menekankan pada wawasan dan pengetahuan secara lebih mendalam mengenai situs berdasarkan temuan-temuan ilmiah maupun mitos budaya yang muncul dari kalangan masyarakat setempat. Hal tersebut dimaksudkan agar informasi yang bersifat pengetahuan ilmiah dan budaya tidak tercampur aduk.

Letaknya yang diapit oleh lembah dan bukit, tempat ini menyuguhkan panorama alam yang sangat menakjubkan. Sehingga di puncak bukit atau di teras teratas Situs Mengalit Gunung Padang ini terdapat menara pandang yang dapat digunakan oleh pengunjung untuk menikmati keindahan bentang alam di kawasan tersebut. 

Di tempat ini juga sudah disediakan akses anak tangga yang terbuat dari susunan batu dengan jumlah ratusan untuk menuju puncak dari gunung. Sementara fasilitas lain di kaki bukit yang dapat dinikmati oleh para pengunjung, diantaranya terdapat warung dan tempat makan, area parkir yang cukup luas yang dapat menampung mobil dan bus, serta tersedia toilet dan mushola sebagai fasilitas penunjang. Lebih dari 10 rumah penduduk di dekat kawasan Gunung Padang juga dapat difungsikan atau disewakan sebagai tempat tinggal (homestay).

Guna menuju Situs Megalitik Gunung Padang, dapat menempuh perjalanan selama kurang lebih 1,5 jam atau sekitar 45 km dari pusat kota Cianjur. 

Dari Kota Cianjur, pengunjung dapat mengambil arah menuju Jalan Raya Cianjur-Sukabumi, dimana pengunjung dapat memilih dua rute menuju Gunung Padang, yakni jalur Pal Dua dan Tegal Sereh. Sementara untuk moda transportasi umum, kawasan tersebut dapat ditempuh menggunakan angkutan umum dengan turun di Cipanggulan dan menyambung lagi untuk bisa sampai ke lokasi. 

Apabila menggunakan kereta api Cianjur-Sukabumi atau sebaliknya, pengunjung harus turun di Stasiun Lampegan dan harus melanjutkan perjalanan sejauh 7 km menggunakan ojek. Perjalanan ke Situs Gunung Padang ini pun dianggap curam mengingat menuju lokasi akan ditemui jalur yang naik turun. Akan tetapi pemandangan yang disuguhkan selama perjalanan dapat memanjakan mata.

Situs Megalitik Gunung Padang menjadi sebuah bukti besar karya budaya bangsa Indonesia yang monumental. Tak hanya sebagai karya budaya, Situs Gunung Padang juga merupakan salah satu pencapaian teknologi pada masa prasejarah. 

Situs ini merepresentasikan nilai-nilai kearifan lokal, nilai-nilai luhur semangat kebersamaan, dan gotong-royong dalam hidup bermasyarakat yang sudah tumbuh dan berkembang sejak jaman dahulu kala yang dicerminkan dalam bentuk pembangunan tempat pemujaan. 

Nilai-nilai kearifan lokal tersebut hendaknya terus dikembangkan melalui upaya penjagaan, pemeliharaan, dan menyosialisasikan keberadaan Situs Gunung Padang pada khalayak. Karena Situs Megalitikum Gunung Padang merupakan hasil karya bangsa yang tidak ternilai dan menunjukkan tingkat kebudayaan yang tinggi sebagai suatu bangsa.

Referensi

https://indocropcircles.wordpress.com/2014/09/19/misteri-artefak-artefak-di-gunung-padang/

https://petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id/Repositorys/situs_gunung_padang/

Ramadina, S, P. (2013). Analisis Perupaan Situs Megalitik Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat. ITB J. Vis. Art & Des, (4)1, hlm 51-66.

***

Penulis: Rosika Pertiwi Hermansyah

Dosen Pembimbing : Dr. Leli Yulifar, M.Pd., Angga Hadiapurwa, M.I.Kom.

Fasilitator: Hafsah Nugraha, S.S.I.

Perpustakaan dan Sains Informasi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun