Saat yang aku tunggu akhirnya datang juga. Sebuah momen yang aku tunggu sampai mengusik pikiranku sehari ini. Aku berlari lari kecil di tepian dermaga untuk menyambut senja. Tampaknya senja kali ini lebih indah dari senja kemarin hari seperti perasaanku saat ini yang lebih riang. Dan benar saja senja tampak indah berpadu dengan gugusan pulau pulau di tengah samudera. Angin lembut dan riak air di tepian pantai menambah suasana mistis dari sang senja.
Cinta menggenggam tanganku erat. Tiba-tiba Cinta jatuh. Dan akupun jatuh menindih Cinta. Sesuatu yang indah menyeruak di hati dan nafsuku. Nafas nafsuku memburu ingin dilepaskan. Akupun mendesah dan mendesak Cinta.
“Kamu cantik… aku menginginkannya Cinta….”
Cinta diam meringis. Namun Nafas nafsuku makin memburu ingin dilepaskan. Akupun makin mendesah dan mendesak Cinta.
“ Ayolah cantik… kita bercinta”
“Aku memujamu cantik…. Berilah aku cinta”
Mungkin karena sudah tak tahan mendengarkan desah dan desakku, Cintapun berkata lembut:
“Sayang, sudah kubilang jangan memuja dan memuji diriku. Sungguh aku nggak pantas menerima segala bentuk pujian. Aku hanyalah makhluk yang hina. Sesungguhnya Segala Puji Dan Puja Hanyalah Untuk Allah. Alhamdulillah.”
“Namun aku sangat mengagumi dan membutuhkanmu. Aku tak bisa hidup tanpamu, Cinta” tuturku.
“Jangan berkata seperti itu, Sayang. Kamu bisa hidup tanpaku. Bahkan tanpa seluruh dunia ini. Karena sesungguhnya Tuhanlah Yang memberimu hidup. Dialah Yang Menghidupi kamu, Dialah Yang Memeliharamu. Sungguh Segala Puji bagi Allah, Dialah Yang Maha Memelihara Seluruh Segenap Semesta Alam.” Tutur Cinta.
Dan aku makin tenggelam dalam pesona Cinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H