Mohon tunggu...
Rosidin Karidi
Rosidin Karidi Mohon Tunggu... Human Resources - Orang Biasa

Dunia ini terlalu luas untuk ku. Menjadikan sadar semakin sedikit yang ku tahu.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Menyoal (Kembali) Halal-Haram Rokok Pasca Berlaku UU Jaminan Produk Halal

5 Maret 2020   10:43 Diperbarui: 6 Maret 2020   05:22 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tembakau dan rokok | sumber: freepik.com

Fatwa haram oleh Majelis Ulama Indonesia pernah melekat pada rokok. Namun tetap saja, fatwa tersebut tidak digubris banyak kalangan. Dan kini pasca berlakunya UU Jaminan Produk Halal, fatwa akan rokok patut kembali dipertanyakan.

Saat berada di ruang publik, sering kita jumpai tulisan "Dilarang Merokok". Iya, peringatan larangan ini sebagian merujuk peraturan daerah. Sebagian lagi karena sosialisasi kesadaran akan bahaya merokok dari segi kesehatan.

Namun dari sekian banyak larangan merokok yang saya jumpai, anehnya tidak ada satu pun singgung status haram yang melekat pada rokok. Termasuk pada kemasan.

Seperti halnya di Pemerintah DKI Jakarta. Larangan merokok di ibu kota Negara ini telah dicanangkan sejak 2005 melalui Peraturan Gubernur nomor 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok.

Merasa tidak cukup, peraturan itu ditegaskan lagi melalui peraturan berikutnya. Peraturan Gubernur Nomor 50 Tahun 2012 tentang Pembinaan, Pengawasan, dan Penegakan Hukum Kawasan Dilarang Merokok.

Sejumlah peraturan itu memberikan ketegasan Pemerintah DKI Jakarta melawan budaya merokok di ruang publik. Bukan saja pengakuan hukum, tapi lebih pada mengedepankan pembinaan. Termasuk mewajibkan ruang-ruang publik memasang peringatan larangan merokok.

Seiring berlaku UU Jaminan Produk Halal, maka produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Produk dimaksud mencakup barang makanan, minuman, obat, kosmetik, kimia, biologi, dan rekayasa genetika.

Lantas bagaimana nasib status halal haram rokok di mata UU tersebut?

Profil Perokok di Indonesia
Sampai saat ini belum ada catatan resmi, kapan budaya merokok masuk Indonesia. Namun dari sejumlah literatur menyebut budaya merokok hampir sama tuanya dengan persebaran manusia di muka bumi.

Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) menyebut tidak kurang dari 65 juta rakyat Indonesia adalah perokok aktif. Angka ini menjadikan Indonesia memiliki tingkat perokok tertinggi di antara negara-negara di ASEAN. Di dalamnya termasuk perempuan 1,2 persen.

Sementara jumlah pengecer rokok tidak kurang dari 2,5 juta gerai. Angka ini belum termasuk kios penjual rokok di pinggir-pinggir jalan.

Masih dari sumber sama menyebutkan, sekitar 79,8% perokok membeli rokok di kios, warung, atau mini market. Adapun 17,6% dari mereka membeli rokok di supermarket. Hal ini menunjukkan tingkat ekonomi konsumen perokok.

Bahkan, konon tingkat konsumsi rokok pada kalangan masyarakat ekonomi menengah ke bawah menempati urutan ketiga setelah beras dan bahan pangan.

Industri Rokok Indonesia
Di Indonesia setidaknya ada 456 pabrikan rokok. Enam diantaranya merajai pasar sebagai perusahaan rokok terbesar. Mereka adalah PT Djarum, PT Gudang Garam Tbk, Wismilak Group, PT. Nojorono Tobacco, PT HM Sampoerna Tbk, dan PT Bentoel Internasional Investama Tbk.

Setiap perusahaan memproduksi puluhan variasi rokok dengan kapasitas jutaan batang setiap harinya. Tidak kurang dari 300 miliar batang diproduksi setiap tahunnya. Sebagian diekspor ke negara lain, sebagian lagi dihisap ramai-ramai oleh puluhan juta penduduk Indonesia.

Menurut catatan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), kontribusi industri rokok memang tidak kecil. Dari sisi penerimaan negara saja, cukai rokok pada 2018 telah menyumbang 153 Triliun Rupiah.

Sementara dari sisi ketenagakerjaan, industri rokok menyerap lebih dari 7 juta tenaga kerja. Mungkin inilah yang jadi pertimbangan pemerintah, belum tegas terhadap industri rokok. Meski dampak terhadap kesehatan tidak kecil juga tidak sedikit menyedot anggaran negara.

Dampak Rokok terhadap Kesehatan
Seperti diketahui, rokok merupakan produk olahan berbahan baku tembakau. Beberapa jenis rokok dicampur bahan tambahan berupa saus dan cengkih.

Konon, saat batang rokok dibakar, menyebarkan dan menyisakan sekitar 4.000 bahan kimia. Bahan kimia tersebut 60 jenis di antaranya bersifat karsinogenik. Bahan ini berpotensi menimbulkan berbagai penyakit dan kanker.

Bahkan, bagi orang yang tidak merokok sekalipun, saat terpapar asap rokok pun bisa mendapatkan bahaya sama. Dampak langsung terpapar asap rokok orang lain antara lain iritasi mata, mual, sakit kepala, dan batuk.

Dalam jangka panjang, paparan asap rokok terhadap perokok aktif maupun pasif memicu sejumlah penyakit penyebab kematian.

Tapi lucunya ketika wacana tersebut disampaikan kepada perokok, sejumlah jawaban selalu muncul. "ah ngerokok mati, ga ngerokok juga mati."

Menyadari hal itu semua, kini setiap bungkus rokok ada peringatan keras kepada pelakunya. Juga diberikan ilustrasi dampak dari bahaya merokok, seperti gambar tenggorokan rusak, paru-paru rusak, dan segala penyakit akibat rokok.

Merokok memang menjadi candu. Perokok yang ingin keluar dari jeratan perlu kegigihan, tepatnya usaha nekad. Meski akhirnya tidak sedikit alami kegagalan.

Fatwa MUI tentang Rokok
Menyikapi masukan sejumlah pihak serta menimbang mudarat rokok, pada 2009 melalui Ijtima` Ulama Komisi Fatwa ke III di Sumatera Barat, MUI menetapkan merokok adalah haram bagi anak-anak, ibu hamil, dan merokok di tempat-tempat umum.

Alasan pengharaman ini karena merokok termasuk perbuatan mencelakakan diri sendiri. Merokok lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya (muhakbaru min naf`ih). Dan sebagai bentuk keteladanan, diharamkan bagi pengurus MUI untuk merokok dalam kondisi yang bagaimana pun. Tapi nyatanya...?

Seperti dikutip dari situs berita Kompas, Ketua Umum MUI, Ma'ruf Amin mengatakan hampir seluruh kajian yang dilakukan MUI berujung satu suara fatwa halal atau haram. Namun ketika dihadapkan pada rokok, pembahasan sangat alot dan berakhir perbedaan pendapat.

Meski fatwa haram berlaku pada kelompok dan kondisi tertentu. Dua pendapat, tidak terselesaikan menuju titik temu. Satu mengatakan haram, satunya lagi mengatakan makruh.

Fatwa ini tidak serta merta diterima semua kalangan. Keluarga Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, kurang sepakat.

Polemik halal haram rokok terus bergulir. Fatwa MUI hampir tidak pernah dilirik umat, industri, dan pemerintah. Setiap mereka berjalan menurut agendanya masing-masing.

Rokok Termasuk Makanan atau Minuman
Undang-Undang Jaminan Produk Halal menegaskan produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal. Produk dimaksud termasuk barang yang meliputi makanan, minuman, obat, kosmetik, barang kimiawi, barang biologi, rekayasa genetik, dan barang gunaan.

Secara wujud, rokok tidak mudah dimasukkan dalam salah satu kelompok di atas. Karena dalam mengkonsumsi rokok, orang tidak memakan atau meminumnya. Tapi yang jelas merokok adalah perbuatan yang bisa membatalkan puasa dalam hukum syariat Islam.

Merujuk beberapa literasi ternyata para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Dikutip dari Fatawa al Islam Sual wa Jawab, sebagian ulama menghukumi rokok sama dengan kayu gaharu dari segi asapnya. Hanya saja rokok haram sedang kayu gaharu halal.

Sejalan itu, ulama asal Saudi Syaikh DR. Khalid al-Musyaiqih berpendapat asap kayu gaharu bukanlah makanan atau minuman, dan tidak dihukumi makanan atau minuman.

Sementara ahli fiqih kontemporer Syaikh Ibnu Utsaimin berpendapat rokok adalah minuman - tidak diragukan lagi asap rokok masuk ke dalam rongga dan perut. Dan setiap apa yang sampai ke perut itu membatalkan puasa.

Terlepas dari kondisi masuk atau tidak dalam makanan atau minuman, rokok merupakan produk. Produk ini masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia. Dan menurut UU Jaminan Produk Halal, produk tersebut wajib mengantongi sertifikat halal.

Titik Kritis Sertifikat Halal Rokok
Pada dasarnya rokok berbahan dasar daun tembakau. Untuk mendapatkan efek rasa atau aroma tertentu, tidak jarang rokok diberikan bahan tambahan berupa cengkih atau saus.

Daun tembakau, merupakan bagian dari tumbuhan. Peraturan jaminan produk halal menyebut bahan yang berasal dari tumbuhan pada dasarnya halal.

Namun lebih lanjut peraturan tersebut menyebut untuk tumbuhan yang memabukkan dan/atau membahayakan kesehatan bagi orang yang mengkonsumsinya, masuk dalam kategori bahan yang diharamkan.

Nah di sinilah titik kritis yang mesti menjadi perhatian semua pihak. Rokok tidak mungkin masuk dalam "whitelist", aman beredar tanpa melalui sertifikat halal. Pun tidak mudah ulama memberikan label halal pada rokok, apalagi haram.

Selain itu, label "halal" atau "tidak halal" dalam proses sertifikasi halal menempel pada produk. Artinya jika pun diterapkan, label itu harus menempel di setiap produk dan kemasan. Jadi UU tidak masuk ranah perbuatan.

Akankah polemik fatwa rokok bisa berakhir. Mari kita serahkan urusan ini sepenuhnya kepada ulama ahli fiqih dan Pemerintah. Tentu bukanlah di seorang seperti saya, yang kini sudah putus hubungan dengan rokok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun