Untuk kedua kalinya, Indeks Kepuasan Jemaah Haji Indonesia (IKJHI) mencapai tingkat Sangat Memuaskan. Begitulah hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) selama musim haji 2019 yang diumumkan kemarin siang.
IKJHI tahun ini mencapai angka 85,91, melewati angka 85 yang menurut takaran BPS batasan kategori antara Memuaskan ke Sangat Memuaskan. Angka ini sedikit lebih tinggi dari hasil survei tahun sebelumnya 2018, sebesar 85,23. Namun keduanya tetap Sangat Memuaskan.
Survei dilakukan selama kurun waktu 2 bulan di Tanah Suci, melibatkan 14.400 jemaah haji sebagai responden. Melalui metode sampling, sehingga mewakili jemaah di setiap daerah kerja, sektor, dan kloter. Selama survei jemaah ditanya meliputi tujuh jenis layanan, yakni Petugas, Ibadah, Akomodasi, Katering, Transportasi, Kesehatan, dan Pelayanan lainnya.
Alhamdulillah, selama penyelenggaraan ibadah haji tahun ini, relatif tidak ada masalah mencolok. Meski sebelumnya sempat terjadi kekhawatiran karena adanya penambanhan kuota. Namun pada akhirnya semua berjalan baik dan setiap pelayanan tetap mendapat apresiasi dari jemaah.
Layanan bis shalawat sementara masih menjadi primadona jemaah. Bis shalawat merupakan fasilitas transportasi yang melayani jemaah dari hotel menuju Masjidil Haram. Jadi meskipun jarak hotel dengan Masjidil Haram berkilometer, terasa nyaman bagi jemaah karena ada bis antar jemput yang beroperasi 24 jam sehari. Angka kepuasan jemaah atas layanan bis shalawat paling tinggi, mencapai 88,05.
Kepuasan jemaah terhadap layanan katering pun sangat tinggi. Dengan adanya layanan ini, jemaah tidak lagi direpotkan mencari makanan atau memasak sendiri. Waktunya bisa menambah untuk ibadah yang memang menjadi tujuan utama mereka di Tanah Suci.
Pemberlakuan katering dengan menu sistem zonasi, meski sedikit, ternyata dapat mendongkrak kepuasan jemaah. Kenaikan tipis, dari sebelumnya di angka 86, 91 tahun 2018 menjadi 87,72 tahun 2019 ini.
Sebagaimana diketahui, hasil evaluasi cita rasa katering tahun sebelumnya, sebagian jemaah keluhkan menu yang kurang seiring rasa lidah. Mereka merasakan menu yang cenderung konsisten seputar ayam, dan inginkan perbaikan menu asal daerahnya. Sedikit mengobati rasa rindu kampung halaman.
Sejalan dengan perbaikan layanan sektor, yang menempatkan jemaah satu provinsi pada wilayah tertentu di Mekah. Selain kemudahan penanganan mobilisasi jemaah dan mempererat tali silaturahmi, sistem ini dinilai mampu menopang kebijakan zonasi katering. Sehingga distribusi katering dari perusahaan akan lebih mudah.
Lain halnya dengan perbaikan layanan tenda di Arafah dan Mina. Padahal Kementerian Agama telah berupaya menambahkan fasilitas pendingin udara, kecukupan penerangan, dan kecukupan minum di sekitar tenda. Memberikan tanda dan identitas setiap tenda, guna mempermudah jemaah kenali tendanya.
Namun sayangnya semua perbaikan itu tidak banyak pengaruh terhadap kepuasan jemaah atas tenda. Angka hasil survei justru menunjukkan adanya penurunan 0.67 poin, dari 77,59 pada 2018 menjadi 76,92 pada 2019. Angka ini, menurut takaran BPS, dinilai masih di bawah kategori Memuaskan. Artinya layanan tenda dinilai oleh jemaah masih banyak kekurangan.
Penurunan kepuasan jemaah terhadap fasilitas layanan tenda, bisa disebabkan membludaknya jumlah jemaah. Sebagaimana diketahui, kuota haji Indonesia pada 2019 mengalami kenaikan 10.000 dari 221.000 menjadi 231.000. Penambahan jemaah ini tentu berdampak pada ruang gerak jemaah yang semakin sempit dan rebutan fasilitas sanitasi, terutama di Mina.
Kondisi dan kapasitas Mina sejak lama dinilai kurang layak. Karena area tersebut tidak lagi bisa diperluas, juga fasilitas tendanya sudah lama tidak diganti. Saluran sanitasi dirasakan sangat kurang memadai terutama jelang shalat lima waktu. Jemaah harus antre tiga puluh menit sampai satu jam hanya untuk akses toilet.
Akhirnya kerja keras Kementerian Agama hadirkan sejumlah inovasi setiap tahunnya, dibarengi apresiasi jemaah.
Naiknya indek kepuasan jemaah haji, satu sisi cerminan kinerja Kementerian Agama. Namun sisi lain, menjadi tantangan berat. Setidaknya tahun-tahun berikutnya harus mampu mempertahankan sekaligus memperbaiki ruang-ruang layanan yang dirasa masih kekurangan.
Kementerian Agama tidak boleh merasa puas dengan indeks. Lebih dari itu, sejumlah poin evaluasi haru melahirkan inovasi berkelanjutan yang berorientasi pada kemudahan pelayanan.
Setiap tahun, ratusan ribu orang jemaah haji akan selalu berbeda. Setiap mereka punya harapan atas pelayanan publik lebih mendalam untuk kebutuhan secara personal. Lantas akankah Kemenag sudah memikirkan pelayanan yang bersifat inklusif, terutama mereka yang berkebutuhan khusus?
Kita tunggu masanya, tahun depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H