Pernah pakai jasa transportasi "Ojeg Online"? Iya, transportasi ini bisa dinikmati hampir di seluruh kota Indonesia. Layanan jasa ini hadir, seakan memberikan legal bagi ojeg pangkalan, membuka lapangan kerja yang tidak sedikit. Menjadi solusi kebutuhan transportasi jarak pendek nan cepat dan praktis.
Kita sebagai penumpang, semakin dimanjakan. Duduk manis sembari sruput kopi, tinggal klik aplikasi, tetapkan tujuan, ojeg pun datang tepat depan rumah. Sistem bayar non tunai, semakin berikan kenyamanan pelayanan.
Diakhir perjalanan, lewat aplikasi penumpang diminta menilai atas layanan yang baru saja diterima. Pemberian nilai diterjemahkan banyaknya jumlah bintang. Ada lima bintang disediakan. Semakin banyak dimaknai pelayanan semakin bagus. Penumpang tinggal klik dan kirim.
Penulis mungkin sama seperti penumpang lainnya kala berikan bintang, tanpa pikir panjang. Meski sedekah gratis, mulai sekarang ada baiknya siapkan kriteria kapan saatnya mereka layak dapatkan bintang lima. Langkah ini semoga menjaga kualitas layanan untuk kita sebagai penumpang dan mereka selaku pengemudi.Â
Mengapa ini penting. Seiring waktu, sebagian besar pengemudi mulai abai dengan kenyamanan dan keamanan penumpang. Bukan salah pengemudi semata, penumpang pun ikut andil bentuk kondisi seperti itu.Â
Awalnya pengemudi "gojek online" senantiasa tawarkan masker dan pelindung rambut. Pelindung kepala dan jaket berlogo perusahaan pun sudah jadi identitas wajib bagi mereka. Kendaraan sesuai dalam aplikasi. Foto pengemudi persis sama aslinya.
Tapi kini telah terjadi pergeseran besar. Boleh dibilang sudah jarang ada pengemudi tawarkan masker dan pelindung rambut. Helm dan jaket identitas, sudah mulai ditinggalkan. Pengemudi cenderung lebih nyaman dengan helm tanpa identitas. Begitu pula jaket, masih ditemukan tanpa identitas perusahaan.
Kala semua indikator itu mulai bergeser, maka penumpang harus menempatkan diri sebagai konsumen cerdas. Pemberian bintang, satu-satunya hak penumpang mesti dilakukan secara ketat. Tidak asal-asalan. Bintang lima harus "dibayar mahal" oleh pengemudi.
Pengemudi harus menghadirkan sesuatu lebih dari standar minimal perusahaan. Karena dampaknya cukup besar bagi mereka bergelar "bintang lima". Jadi menurut penulis, setidaknya ada empat indikator penilaian pasca layanan.
Responsif dan ramah
Namanya juga penumpang, tidak punya harapan muluk. Namun setidaknya saat order nyamber, langsung ada respon dari pengemudi. Tidak dibiarkan tanpa kepastian. Kalaupun tidak duluan, sebisa mungkin merespon komunikasi dari penumpang.
Respon ini penting banget. Responsif ditandai segera berikan kabar atas order masuk. Akankah diambil atau tidak. Berikan kepastian ke penumpang agar tidak terlalu lama menunggu. Terjalin komunikasi dua arah lancar, termasuk klarifikasi tempat penjemputan.
Saat tiba, saling jumpa terasa hangat dan supel. Sifat asli bangsa Indonesia nan ramah jadi identitas begitu kental terasa. Tidak perlu dengan standar tinggi. Cukup ucapan "apa kabar pak?" atau "siap berangkat pak" muncul dari mulut pengemudi saat bertemu atau kendaraan siap bergerak. Sudah hangatkan suasana.
Tidak Merokok
Rokok adalah benda haram dalam konteks pelayanan. Dimana pun, seluruh layanan publik melarang pemberi atau penerima jasa merokok. Banyak ruang publik pun saat ini tertulis "dilarang merokok".Â
Namun apa yang sering penulis lihat di lapangan. Pengemudi dengan santai merokok sambil menunggu orderan, bahkan saat bicara dengan penumpang sekalipun. Meski pada akhirnya dimatikan, tetap perilaku tersebut membuat kita sebagai penumpang tidak nyaman.
Kualitas KendaraanÂ
Kendaraan dalam kondisi prima, bukti dedikasi kualitas pelayanan. Variasi kualitas kendaraan di lapangan sangat beragam. Mulai dari kelayakan jalan sampai jenis motor. Pengemudi juga kadang konyol pakai kendaraan yang tidak nyaman bagi penumpang.
Motor dengan model boncengan tinggi, memaksa penumpang membungkuk ke pengemudi jelas tidak layak. Kondisi shockbreker keras jelas membuat pinggang sakit, terlebih tanpa busa jog memadai. Mesin serak tanpa tenaga, ban mulai botak, rem tak lagi pakem, dan putaran roda yang tak lagi seirama.
Belum lagi bicara soal kondisi pengemudi sendiri, yang sebagian telah penulis paparkan sebelumnya.
Lalu bagaimana bila ketemu dengan kendaraan beda dari aplikasi? Biasanya pengemudi punya seribu alasan, sedang disevislah, dipakai orang tua, atau sedang mogok. Untuk yang satu ini boleh ditolak, atau tetep jalan dan berikan hadiah 1 bintang. Niscaya pengemudi langsung paham.
Etika Berkendara
Kenyaman selama berkendara adalah kunci keselamatan. Sekalipun kendaraan dalam kondisi fit, bila dibawa kurang baik, rasanya juga kurang nyaman. Ojeg hanyalah kendaraan roda dua, sangat rentan kecelakaan terhadap kondisi pengemudi, jalan, dan lalu-lintas.
Dua tahun nikmati layanan ojeg online, penulis berkesimpulan sebagian besar pengemudi memiliki kadar dibawah rata-rata dalam etika berkendara. Mendahului kendaraan besar dalam kecepatan tinggi, memaksakan jalur sempit diantara kendaraan, kemampuan memilih jalan mulus, antisipasi laju kendaraan dalam kondisi mendadak, srudag-srudug berkelok diantara kendaraan memilih jalur, lawan arah, dan masih banyak lagi.
Ini mesti jadi evaluasi perusahaan selektif terhadap pengemudi. Tidak sedikit terjadi kecelakaan dari sekedar luka lecet sampai merenggut jiwa karena pengemudi abaikan etika.Â
Nah mulai sekarang jangan terlalu obral bintang lima, bila ada sedikit saja yang bikin kurang nyaman cukuplah empat atau tiga. Kalo kita mau kualitas, pastikan kualitas mereka pastas diganjar bintang lima.
Pengemudi, mestinya secara sadar apa yang dilakukan, sedang jalankan layanan jasa. Dia harus memberikan layanan terbaik dan kesan berbeda untuk pelanggan. Kata kuncinya aman dan nyaman.Â
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H