Siapa pun mendaftar haji, dihadapkan kenyataan antrean, belasan tahun lamanya. Jika menengok sejarah, antrean pertama muncul sekitar 2007 silam. Saat itu, jumlah pendaftar haji mulai nampak melebihi kuota. Akibatnya ada sebagian jemaah harus tertunda berangkat di tahun berikutnya.
Dalam perkembangan berikutnya, peningkatan signifikan pendaftar menambah panjang antrean. Kuota dari Pemerintah Saudi Arabia tidak pernah memadai, bahkan jauh lebih kecil dibanding pendaftar haji setiap tahun. Kini rata-rata telah mencapai dua puluh tahun. Terpendek di Maluku, 10 tahun dan terlama di Sulawesi Selatan, 40 tahun.
Bagi sebagian besar jemaah tidak banyak yang dilakukan ketika berhadapan dengan antrean. Meski dalam hitungan belasan tahun, hanya menunggu hingga saatnya tiba panggilan berangkat.
Lalu mengapa pada akhirnya terjadi variasi signifikan antar provinsi. Bagaimana aturan main antrean dan dampaknya pada sistem pemberangkatan jemaah haji. Upaya apa yang telah dilakukan Kemenag, agar antrean kembali seimbang.
Pendaftaran Haji
Ibadah merupakan hak asasi manusia yang dilindungi di Negara Indonesia. Dari sudut pandang konstitusi, Pasal 29 UUD sebutkan negara menjamin kemerdekaan beribadat menurut agamanya.
"Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."
Dalam kondisi ini, pemerintah tidak mungkin menghentikan animo masyarakat mendaftar haji. Meski seakan tak terbendung, mereka punya hak sama seperti mereka yang telah terdaftar, bahkan yang telah berangkat.
Maka yang dilakukan Pemerintah dalam hal ini Kemenag, justru memberikan kemudahan proses pendaftaran haji. Memangkas birokrasi seramping mungkin. Dari sebelumnya empat tahapan, kini hanya dua, ke bank dan Kemenag.
Bahkan di beberapa kabupaten keduanya telah berada di satu tempat, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Pendaftar cukup datang di satu tempat, seluruh urusan pendaftaran haji selesai.
Dua tahun ke depan, seluruh Kemenag Kabupaten dan Kota dari Sabang sampai Merauke, didorong sediakan PTSP, guna mudahkan seluruh layanan, termasuk pendaftaran haji.
Kuota Haji
Kuota haji adalah jumlah maksimal jemaah yang diizinkan berangkat ke Tanah Suci. Besaran kuota ini ditetapkan pemerintah Saudi Arabia. Seluruh negara, termasuk Indonesia memperoleh kuota berdasarkan kesepakatan OKI tahun 1986. Kuota dihitung satu per mil dari jumlah penduduk muslim.
Setiap tahun Pemerintah Indonesia menandatangani nota kesepahaman dengan Pemerintah Saudi Arabia - Taklimatul Hajj. Dalam MoU tersebut, diatur penyelenggaraan haji tahun berjalan (gunakan tahun Hijriyah), termasuk ketetapan kuota haji.
Pada 2018, Pemerintah Indonesia peroleh kuota 221.000 jemaah. Jumlah itu termasuk tambahan 10.000 dari kuota normal sebanyak 211.000 jemaah. Dibandingkan seluruh negara, kuota haji Indonesia paling banyak.
Mekanisme Antrean Jemaah
Setelah daftar haji, jemaah masuk dalam antrean provinsi atau kabupaten, tergantung pengaturan oleh Gubernur. Jika pengaturan lingkup provinsi, jemaah bersaing dengan jemaah dari kabupaten lain dalam satu provinsi. Sementara jika pengaturan hanya lingkup kabupaten, jemaah antre sesama jemaah dalam satu kabupaten tersebut.
Saat ini ada 9 provinsi, kuota oleh Gubernur dialokasikan secara rinci per kabupaten. Provinsi dimaksud adalah Bengkulu, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Barat, dan Papua Barat. Sisanya 25 provinsi, kuota masih dialokasikan per provinsi.Â
Melalui mekanisme tersebut, bisa terjadi dua orang mendaftar dalam waktu bersamaan di provinsi berbeda, punya estimasi tahun berangkat berbeda. Bahkan selisih relatif jauh. Hal ini dikarenakan urutan berangkat, sekali lagi tergantung kuota pada setiap daerah.
Bahkan ada sejumlah kasus dua orang suami istri daftar haji ke bank dan ke Kemenag bersamaan. Namun karena ada perbedaan waktu entri data, sebabkan mereka punya estimasi berangkat di tahun berbeda.Â
Kondisi perbedaan waktu antrean sering dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat, mendaftar haji di provinsi dengan antrean lebih pendek. Tentu ini sangat tidak direkomendasikan, karena syarat mendaftar haji gunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sesuai domisili. Jika itu dilakukan berarti ganti domisili, ganti KTP, dan merebut kuota orang lain di provinsi tersebut.Â
Saat jelang operasional haji, kuota telah dialokasikan habis terbagi ke setiap provinsi. Berdasar besaran kuota, kemudian diambil jemaah dari urutan terdepan dari setiap lajur antrean. Mereka adalah jemaah yang memiliki hak lunas tahap pertama.
Estimasi Keberangkatan
Dengan nomor porsi, jemaah dapat melihat estimasi keberangkatan melalui aplikasi android Haji Pintar. Estimasi sifatnya perkiraan, bisa maju bisa juga mundur. Kepastian tergantung jumlah kuota pada tahun pelaksanaan. Mengapa demikian?
Jelang operasional, provinsi peroleh kuota normal sebagaimana tahun sebelumnya. Namun bila ada tambahan kuota, tentu provinsi pun bertambah. Dampaknya antrean sedikit lebih maju. Jemaah di ambang batas bisa terangkut berangkat di tahun berjalan.Â
Lalu, apa upaya Kemenag seimbangkan kembali panjang antrean jemaah haji tiap provinsi? Jawabannya dikupas di artikel berikutnya berjudul "Mencari Solusi Pangkas Antrean Jemaah Haji".Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H