Tidak lama lagi gelaran tahunan terbesar di dunia akan dimulai, penyelenggaraan ibadah haji. Melibatkan puluhan negara dan jutaan orang menuju satu titik, Arafah di Mekah, Saudi Arabia. Salah satu negara yang terlibat adalah Indonesia. Tidak kurang dari 221 ribu orang jemaah akan dikirim untuk melaksanakan ibadah haji. Menjadikan Indonesia sebagai negara pengirim haji terbesar di dunia, disusul Pakistan dan India.
Lebih dari sembilan puluh lima persen mereka adalah orang yang belum pernah berhaji. Minim pengalaman, minim orientasi kondisi Tanah Suci dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan bahasa. Dengan pendidikan sebagian besar tidak sampai SMA, jemaah Indonesia didominasi usia diatas lima puluh tahun.
Bagi jemaah yang telah menyelesaikan proses pelunasan akan berangkat perlu tahu banyak hal seputar haji. Bukan saja manasik, juga layanan lain seperti hotel, katering, transportasi, dan akomodasi. Melalui tulisan ini, penulis ingin mencoba menguraikan kapasitas dan kualitas pelayanan yang akan diberikan pemerintah kepada jemaah dalam hal penyediaan katering.
Banyak jemaah minim informasi soal pelayanan katering ini. Dalam berbagai kesempatan sosialisasi sudah disampaikan, pemerintah akan menyediakan katering bagi jemaah selama di Tanah Suci nanti. Meski demikian, masih saja dijumpai jemaah membawa beras dan penanak nasi, lengkap dengan kompor gas portabel. Jelas ini membahayakan penerbangan, bahkan saat di hotel nanti berpotensi kebakaran.
Dari sisi pemerintah, memberikan pelayanan katering atau menyajikan makanan bagi jemaah haji di Saudi Arabia bukan perkara mudah. Banyak komponen yang patut menjadi perhatian serius. Bukan saja soal jumlah, termasuk soal cita rasa dan ketepatan waktu menjadi tantangan dalam memberikan kepuasan jemaah.
Beberapa daerah senang dengan pedas. Kalau tak pedas, tak terasa makan. Ada juga yang senang manis, ketemu asin langsung protes. Belum lagi jemaah yang punya alergi dengan jenis makanan tertentu atau tidak boleh makan alias pantangan terhadap menu tertentu.
Pola makan pun menjadi isu yang tidak kalah menarik untuk menjadi perhatian. Ada yang senang makan makanan kondisi hangat. Ada pula yang menunggu lapar. Sementara makanan yang disajikan dalam kotak, dibatasi masa kadaluarsa.
Berbagai upaya terus dilakukan dalam meningkatkan kualitas layanan dan menjaga kepuasan jemaah. Guna memberikan kenyamanan jemaah agar fokus dalam beribadah. Inovasi berorientasi pada efektivitas dan kepuasan layanan terus digali.
1. Menambah jumlah katering
Tahun 2018 ini, kuantitas pelayanan katering kepada jemaah bisa dibilang sudah maksimal. Setiap mereka akan memperoleh layanan katering selama perjalanan, sejak berangkat hingga kembali ke Tanah Air, termasuk selama di Saudi Arabia. Terkecuali tiga hari jelang wukuf dan dua hari usai wukuf.
2. Menu variasi ala NusantaraÂ
Soal menu, tak perlu khawatir karena sudah disesuaikan dengan selera Nusantara. Setiap hari, bahkan menu makan siang dan malam dibedakan. Agar jemaah tidak bosan. Telur, ikan, ayam, atau sapi adalah menu utama di setiap porsi makan. Tentunya dengan berbagai macam olahan. Selain itu ada sayur dan buah sebagai pelengkap.
3. Bumbu impor langsung dari IndonesiaÂ
Tidak tanggung-tanggung, guna memenuhi selera lidah jemaah, pemerintah mensyaratkan perusahaan penyedia katering harus membeli bahan bumbu langsung dari Indonesia.
4. Koki asli IndonesiaÂ
Bukan saja bahan dan menu, pemerintah juga mewajibkan koki yang masak harus dari Indonesia. Hal ini dilakukan semata untuk memastikan bahwa hasil racikan bumbu dan menu sesuai lidah jemaah.
Untuk urusan satu ini, pemerintah gandeng ahli gizi untuk menakar kadungan karbohidrat dan protein dari setiap porsi yang disajikan ke jemaah. Dalam standar sudah ditetapkan bahwa setiap porsi makan harus mengandung 200 gram karbohidrat, 100 gram lauk, dan 80 gram sayur, ditambah buah.
Meski demikian, perusahaan katering yang hendak kirim paket makanan ke jemaah wajib mengirim sampel ke pengawas. Pengawas akan menimbang setiap komponen dalam makanan. Melihat kecukupan matang bahan, kemasan, dan tingkat kadaluarsa makanan.
6. Kemasan higienis
Makanan wajib dikemas secara higienis, tanpa sentuhan tangan secara langsung. Setiap kemasan, nasi, lauk, dan sayur dalam posisi terpisah. Guncangan dalam proses distribusi tidak boleh menyebabkan ketiganya bercampur.
Nasi kemasan ini memberikan keadilan dan kepastian setiap jemaah peroleh jatahnya. Semisal jemaah sedang ibadah di masjid saat pembagian, jatahnya tetap tersedia hingga kembali di hotel.
7. Tepat waktu
Seluruh makanan disajikan tepat waktu kepada jemaah. Tutup kemasan tertulis jelas jam makan, untuk menjadi perhatian jemaah agar tidak terlambat.
Makan siang akan dibagikan mulai jam sepuluh, dengan masa kadaluarsa sampai jam tiga sore. Sementara makan malam akan mulai dibagikan jam lima sore, dengan masa kadaluarsa hingga jam sepuluh malam.
Untuk sarapan pagi, bagi jemaah disediakan snack, biasanya roti atau semacamnya. Bisa dimakan dengan susu atau teh panas yang disediakan pihak hotel tempat jemaah menginap.
Jadi jemaah tak perlu risau lagi soal pelayanan makan di Saudi nanti. Semua biaya sudah ditanggung pemerintah dari optimalisasi nilai manfaat setoran jemaah. Tak perlu repot juga bawa segala macam peralatan masak. Jemaah cukup fokus beribadah, semua kebutuhan makan sudah dilayani petugas.
Insya Allah mabrur...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H