Mohon tunggu...
Rosidin Karidi
Rosidin Karidi Mohon Tunggu... Human Resources - Orang Biasa

Dunia ini terlalu luas untuk ku. Menjadikan sadar semakin sedikit yang ku tahu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Moratorium Izin, Saatnya Pemerintah Perbaiki Kisruh Industri Umrah

6 Mei 2018   00:23 Diperbarui: 6 Mei 2018   01:38 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : sumber: fajar.co.id

Masih segar dalam ingatan, belum setahun, betapa ratusan ribu calon jemaah jadi korban penipuan sejumlah travel. Hingga kini mereka belum mendapatkan jawaban atas kisruh yang menimpa dirinya. Pasrah. Tidak sedikit mengadu ke kepolisian, hingga advokat untuk mencari keadilan.

Dari sekian berita, banyak diantara mereka, dari golongan ekonomi lemah. Menabung rupiah demi rupiah peras keringatnya agar tercapai cita-cita bertamu ke rumah Allah di Tanah Suci. Tanpa pernah menyangka semua impian itu kan sirna.

Sebut saja ada First Travel, Abu Tours, Hanien Tour, dan SBL. Mereka gagal memberangkatkan jemaahnya. Sementara uang sudah mereka terima. Travel pailit, tak punya duit, uang jemaah pun ikut melayang. Akibat sang "bos travel" kurang amanah kelola uang jemaah. berujung berurusan pihak berwajib. 

Sejak kejadian itu, Pemerintah pun tidak tinggal diam. Bersama pihak berwajib melakukan proses hukum. Perlindungan kepada jemaah menjadi prioritas. Setidaknya mencegah korban berikutnya berjatuhan. Seabrek kebijakan baru diluncurkan.

Langkah merevisi aturan penyelenggaraan umrah adalah hal utama. Pemerintah sadar regulasi yang ada kurang optimal. Betapa selama ini celah regulasi, menjadi hajatan sejumlah oknum keruk uang berkedok umrah. Oleh sekelompok pihak Pemerintah pun dianggap terkesan diam akan serangkaian kasus umrah.

Melalui regulasi baru, Pemerintah menegaskan bisnis umrah harus dikelola secara syariah. Tidak, lagi dibenarkan dikelola dengan sistem multi level marketing, arisan, dan ponzi. Menertibkan harga paket umrah dengan menetapkan biaya referensi. Harga ini harus menjadi rujukan semua travel umrah dalam menawarkan harga kepada jemaah.

Di sisi lain Pemerintah siapkan instrumen pengawasan berupa SIPATUH. Sistem pengawasan yang memberikan peran utama kepada jemaah. Jemaah dapat memantau langsung perkembangan rencana perjalanan ibadah yang dipilih. Pengawasan ini akan berpengaruh terhadap kinerja travel dan izin operasionalnya. 

Gerah Pemerintah melihat kisruh bisnis umrah rupanya tidak berhenti sampai disitu. Ingin fokus pembenahan, dikeluarkan kebijakan moratorium atas izin operasional penyelenggara umrah. Kebijakan ini muncul atas masukan banyak pihak, agar Pemerintah konsen menjernihkan keruh dan kisruh bisnis umrah.

Peraturan yang ditandatangani Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin itu, berlaku per 27 April 2018. Untuk sementara hingga batas waktu yang belum ditentukan, Kementerian Agama tidak menerima berkas dan menerbitkan izin travel umrah baru. Sedangkan dokumen pengajuan yang sudah masuk akan tetap diproses menurut aturan. 

Bicara soal moratorium izin travel umrah, ini  kebijakan kali kedua yang dikeluarkan Kementerian Agama. Sebelumnya, pertengahan tahun 2014, juga dikeluarkan kebijakan sama. Waktu itu, dilandasi adanya sejumlah kasus penelantaran jemaah di Bandara dan Saudi. Salah satunya oleh tak  berizin Aman Tour and Travel. Travel yang berpusat di kota Semarang ini menelantarkan ratusan jemaah di Saudi. 

Maraknya travel umrah tak berizin, semakin membuat kisruh pengelolaan umrah. Masyarakat tidak mudah membedakan travel berizin dan tidak. Konsorsium pun memberikan peran meminjamkan izin ke sejumlah travel yang sebenarnya tak berizin. Sementara sejumlah travel berizin pun tidak bisa memberikan laporan keuangan secara akuntabel. Transparansi kinerja travel berizin menjadi pertanyaan besar. 

Dari sejumlah kondisi itulah yang menjadi landasan Kemenag lakukan moratorium izin. Berharap bisa menertibkan sejumlah permasalahan bisnis umrah. Namun, belum lama berselang sejumlah pihak mulai angkat bicara.

Salah satunya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menghendaki agar kebijakan moratorium segera dicabut. Mereka menilai kebijakan tersebut menghalangi persaingan usaha.

Animo masyarakat melaksanakan umrah memang sangat tinggi. Hal itu terlebih sejak antrian haji yang semakin panjang. Tahun 2015, tercatat sebanyak 717.000 jemaah umrah, meningkat menjadi 818.00 jemaah pada 2016.

Tingginya animo berumrah ini tidak cukup hanya dilayani travel berizin. Seakan berkejaraan dengan travel tak berizin, akhirnya moratorium dicabut per Januari 2016.

Sejak kembali dibuka, pengajuan izin deras berdatangan. Puluhan bahkan ratusan travel berduyun mengajukan izin operasional sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

Dari dua kebijakan berulang tersebut, dapat disimpulkan bahwa kisruh bisnis umrah terjadi lantaran lemahnya pengawasan. Disamping masih minimnya sosialisai kepada masyarakat akan pentingnya standar layanan minimal yang harus diberikan oleh travel. 

Rendahnya efektivitas pengawasan terhadap lebih dari 800 travel berizin, menyebabkan praktik nakal bermunculan. Sanksi yang dikenakan pun terkesan tidak tegas. Hal itu yang membuat pelaku tidak jera, terus menular dan membesar. Puncaknya kejadian yang menimpa jemaah Abu Tours. 

Namun, kini sepertinya Pemerintah lebih serius tangani keruwetan bisnis umrah. Sikap tegasnya membuat sejumlah travel tidak lagi main-main jalankan bisnisnya. Perangkat elektronik dan kehadiran masyarakat langsung memantau menjadi instrumen utama pengawasan. 

Akankah kebijakan moratorium kali ini akan efektif suguhkan kualitas pelayanan jemaah umrah, sekaligus menjawab sejumlah persoalan keruwetan bisnis umrah. 

Semoga~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun