[caption id="attachment_216068" align="aligncenter" width="448" caption="Gunung Kerinci"][/caption] Gunung Kerinci terletak di Provinsi Jambi, memiliki ketinggian 3.805 Mdpl. Merupakan gunung tertinggi di pulau Sumatera sekaligus tertinggi pertama di Indonesia di luar Cartenz Pyramid di Papua. Berada di gugusan pegunungan bukit barisan dan masuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat.
Perjalanan untuk menggapai atap sumatera ini berawal dari ajakan seorang teman di facebook, gayung bersambut karena sebenarnya akupun ingin melakukan pendakian ke Kerinci. Impian tuk menggapai atap Sumatera pun mulai terbayang nyata. Setelah mengatur schedule kerja, budget, dan lain-lain, akhirnya tanggal 12 Mei 2012 kami bertolak ke Kerinci.
Catatan Perjalanan:
12 Mei 2012
Jam di hand phone menunjukkan pukul 08.30 saat saya turun dari bus DAMRI jurusan Pasar Minggu-Bandara Soekarno-Hatta. Sambil menunggu kedatangan Balak dkk, saya menyempatkan melihat-lihat sekitar terminal 1 A Bandara Soekarno-Hatta. Sekitar pukul 09.30 an Balak CS yang kutunggu akhirnya datang juga. Sempat kesal karena harus berputar-putar dulu mencari dimana Balak CS menunggu, maklumlah sebelumnya kami belum pernah bertemu sama sekali bahkan untuk urusan tiket pesawat pun kami hanya koordinasi via telepon. Hmmm, lega rasanya ketika akhirnya bertemu mereka, bersama balak, kucay, anjar, Erick dan om ridho inilah saya akan mendaki gunung kerinci.
Menjelang pukul 10.00 kami bersiap untuk boarding, untuk penerbangan pukul 10.55 dengan Batavia Air. Sempat terjadi sedikit ketegangan dengan petugas, saat kami meminta carrier-carrier kami diikat. Om Ridho lah yang mempunyai ide ini, dengan alasan tidak mau ambil resiko jika kami harus kehilangan barang-barang bawaan kami padahal barang-barang tersebut amat kami perlukan dalam perjalanan pendakian kami. Bisa gawat kalau sampai tenda, sleeping bag dan peralatan lainnya hilang. Saat ditimbang berat barangku mencapai 9,8 Kg, relative lebih enteng dibandingkan berat barang teman-teman yang bisa mencapai 15 kg bahkan 17 kg.
Pukul 10.55 perlahan pesawat yang kami tumpangi mulai bertolak meninggalkan Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Internasional Minangkabau. Pukul 12.25 pesawat mendarat di Bandara Internasional Minang Kabau. Amboi akhirnya saya menginjakkan kaki jua di ranah minang ini. Dari Bandara kami menuju ke ayu travel, dengan ayu travel inilah akses kami selanjutnya untuk menuju ke desa Kersik Tuo di Jambi. Setelah shalat, makan dan belanja logistik kami bersiap bertolak menuju kersik tuo. Harga tiket di ayu travel untuk rute padang-kersik tuo Rp70.000/orang.
Pukul 16.00 perjalanan menuju desa kersik tuo, sepanjang perjalanan kami ditemani oleh lagu-lagu padang yang diputar uda pengemudi ayu travel. Beberapa kali uda menghentikan mobil dan singgah di rumah makan. Aha kesempatan ini tak kami sia-siakan maklumlah padang-kersik tuo akan ditempuh sekitar 8 jam.
Sekitar pukul 00.00 kami akhirnya tiba di desa Kersik Tuo, seorang kawan menjemput kami dan membawa kami menuju kawan kami heru. Tiba di rumah heru, disana ternyata sudah banyak kawan-kawan yang berasal dari jabodetabek yang juga akan mendaki esok harinya. Lelah rasanya belum hilang setelah perjalanan dari Jakarta ke padang dan dilanjutkan dengan 8 jam perjalanan dari padang menuju kersik tuo. Kucoba memejamkan mata berharap bisa terlelap agar setidaknya dapat sedikit memulihkan kondisi untuk pendakian esok. Namun ternyata hingga azdan shubuh mengumandang mata ini tak jua mau terlelap.
13 Mei 2012
Pukul 05.00 setelah bersih-bersih dan merapikan kembali peralatan yang akan kami bawa mendaki, lalu kami sarapan. Setelah sarapan, sambil menunggu mobil yang akan mengantar kami hingga ke pintu rimba, aku sempatkan untyk berjalan-jalan menghirup udara segar di sekitar rumah heru. Hamparan perkebunan teh yang membentang hijau, pemandangan yang tak akan saya dapatkan di Jakarta. Nun di kejauhan Nampak Gunung Kerinci berdiri gagah berselimut kabut. Kupandangi puncak kerinci Teringat kembali percakapan dengan ibunda heru saat sarapan tadi bahwa biasanya kalau pertama kali mendaki Kerinci tidak sampai puncak. Ah…saya benar-benar memohon dengan sangat supaya Allah Swt berkenan mengizinkan ku tuk menggapai puncak kerinci. Pagi ini juga kami bertemu dengan ferdie, mahasiswa STAIN Sungai Penuh inilah yang akan menjadi guide kami selama pendakian.
[caption id="attachment_216049" align="aligncenter" width="300" caption="Gunung Kerinci"]
Sekitar pukul 08.00 mobil jemputan yang akan mengantar kami ke Pintu Rimba tiba. Saya, balak, kucay, anjar, ferdie, erick, luqman, opiq, om ridho, johan, murdam, dany, dan bang mumun merupakan tim pertama yang dijemput. Saat tiba di Tugu Macan, kami turun untuk foto-foto di icon Kerinci tersebut.
[caption id="attachment_216050" align="aligncenter" width="300" caption="Tugu Macan"]
Pukul 08.30 kami tiba di Pintu Rimba, perjalanan mendaki siap dimulai. Wah sebagai satu-satunya perempuan di tim saya harus bisa mengimbangi langkah teman-teman paling tidak jangan sampai tertinggal jauh. Bismillah, kuatkan azzam tuk perjalanan pendakian ini.
[caption id="attachment_216052" align="aligncenter" width="300" caption="Mulai Mendaki"]
Pendakian dimulai dengan melewati kebun penduduk, lalu mulai memasuki hutan. Sekitar pukul 09.23 kami tiba di pos 1.
[caption id="attachment_216053" align="aligncenter" width="448" caption="Pos 1"]
Setelah rehat sebentar kami melanjutkan perjalalan kembali menuju pos 2 yang ditempuh sekitar 30 menit dari pos 1.
[caption id="attachment_216055" align="aligncenter" width="448" caption="Pos 2"]
Hingga akhirnya setelah berjalan sekitar 48 menit kami sampai di pos 3.
[caption id="attachment_216056" align="aligncenter" width="299" caption="Pos 3"]
Perjalanan kami lanjutkan kembali menuju Shelter 1, kami tiba di sini pukul 12.25.
[caption id="attachment_216057" align="aligncenter" width="299" caption="Shelter 1 Gunung Kerinci"]
Hmmm, sudah mulai menguras tenaga treknya harus atur strategi supaya tidak “ko” Saat kami tanyakan bagaimana trek shelter 2-3. Ferdie dan Murdam tersenyum lalu mengatakan treknya “gurih”. Aku sudah membayangkan bahwa treknya pasti dahsyat. So, re charge lagi semangat biar nyali tidak ciut.
Rehat sejenak mengatur kembali nafas yang mulai tersengal, mengira-ngira seperti apa lagi trek yang akan kami lalui. Setelah cukup istirahat perjalanan kami lanjutkan kembali. “Gurih” nya trek makin terasa, untuk menuju shelter 3 kembali kami harus melewati lagi jalur air yang licin berlumut dengan vegetasi yang menyatu sehingga membentuk terowongan dengan trek yang terkadang hanya pas untuk 1 tubuh.
[caption id="attachment_216072" align="aligncenter" width="614" caption="Melewati "]
Seolah terowongan dan tanjakan yang tak berujung harus kami lalui. Strategi kami adalah bukan berjalan di jalur air tapi melipir diantara pohon-pohon tanaman yang entah apa namanya, sembari berpegangan erat-erat ke akar atau batangnya.
[caption id="attachment_216073" align="aligncenter" width="299" caption="Tanjakan seolah tak berujung"]
[caption id="attachment_216076" align="aligncenter" width="448" caption="Berpengan erat ke pohon "]
Hari sudah mulai gelap ketika akhirnya kami keluar dari terowongan itu (pinjam istilah ferdie lorong tikus).
Benar, saat ku arahkan pandanganku ke belakang, terlihat hamparan awan putih yang indah. Ayo semangat sedikit lagi kita sampai di shelter 3.
[caption id="attachment_216080" align="aligncenter" width="448" caption="Shelter 3 Gunung Kerinci"]
Pukul 17.52 saat matahari mulai terbenam kami sampai di shelter 3, menyaksikan sun set di sini.
[caption id="attachment_216082" align="aligncenter" width="448" caption="View Sun Set dari Shelter 3 Gunung Kerinci"]
14 Mei 2012
Pukul 03.00, suara-suara gaduh dari tenda tetangga sebelah sudah cukup membuatku benar-benar terjaga padahal mata ini baru saja akan terlelap. Meski lelah ternyata tak lantas membuatku bisa tertidur lelap, mungkin dinginnya udara juga ikut berpengaruh, meski sudah memakai baju berlapis termasuk jaket polar, jilbab, kaos kaki, sarung tangandan kupluk nyatanya saya masih kedinginan. Teriakan-teriakan muncak terdengar bersahut-sahutan, membuatku sudah benar-benar terjaga. Dinginnya udara membuat kami bertahan di dalam tenda saat menyiapkan menu untuk dimakan sebelum muncak. Saya dan erick memasak air untuk membuat the manis, sementara anjar, kucay dan balak masih enggan bangkit dan keluar dari sleeping bag nya, sedang om ridho sudah bersiap-siap dengan segala atribut untuk muncak. Acara masak-memasak selesai kami semua minum the manis dan makan roti bakar dan sosis goreng yang saya masak bersama erick. Hmmm, kurang memadai sebetulnya menu yang kami makan kerena jumlahnya sedikit dan dimakan oleh kami bertujuh. Niatnya nanti turun dari puncak baru kami makan besar, apaalgi kalau bukan indomie rebus. Setelah itu saya dan teman-teman mempersiapkan atribut untuk muncak. Sarung tangan, gaiter, kupluk, sepatu trekking, jaket, head lamp dan logistik. Ayo kawan summit attack ready.
Pukul 05.00 kami mulai meninggalkan camp di shelter 3, melawan dinginnya udara, menapaki jalur menuju puncak kerinci. Dingginnya udara membuatku berjalan tertatih, semakin ke atas trek yang dilalui semakin berat karena pasir dan kerikil yang kami injak sering longsor saat di injak. Saya mendongak memandangi puncak kerinci, ooooh bisakah saya menginjakkan kaki di tanah tertinggi di Sumatera ini?. Terlihat beberapa teman sudah ada yang sampai di puncak, sementara saya masih terseok-seok menapaki jalur selangkah demi selangkah. Sekitar pukul 05.54 kami tiba di Batu Gantung, dari sini kami menyaksikan sun rise sungguh pemandangan yangmenakjubkan.
[caption id="attachment_216084" align="aligncenter" width="448" caption="View Danau Gunung Tujuh dari Batu Gantung"]
[caption id="attachment_216086" align="aligncenter" width="448" caption="View Sun Rise Dari Batu Gantung"]
Setelah puas dengan sun rise di batu gantung, perjalanan kami lanjutkan. Kembali pasir yang gembur dan kerikil harus kami lalui, ditambah lagi kemudian bau belerang yang sangat menyengat menusuk hidung membuat nafasku tersengal dan paru-paru terasa penuh.
Rupanya agin menerbangkanbau belerang dari kawah di puncak Kerinci dan arahnya kea rah kami. Hampir saja aku menyerah karena kondisi menjadi semakin sulit, berkali saya hentikan langkah karena nafas semakin sesak, kulihat teman-teman yang lain pun mengalami hal serupa.
[caption id="attachment_216093" align="aligncenter" width="448" caption="Menuju Tugu Yudha"]
[caption id="attachment_216097" align="aligncenter" width="299" caption="View Puncak Kerinci dari Tugu Yudha"]
Tiga…dua….satu, akhirnya Pukul 07.30 kami mencapai puncak kerinci, kita berhasil kawan menggapai atap Sumatera. Rasa haru menyelimuti....tidak sia-sia segala perjuangan kami karena semua terbayar. Sedikit gemetar karena harus berjalan di bibir kawah ketika kita akan menuju tulisan puncak Kerinci, aneh disini malah bau belerang tidak tercium.
[caption id="attachment_216100" align="aligncenter" width="448" caption="Kawah Kerinci"]
[caption id="attachment_216101" align="aligncenter" width="448" caption="Puncak Kerinci"]
[caption id="attachment_216103" align="aligncenter" width="448" caption="View Danau Gunung Tujuh dari Puncak Kerinci"]
Hampir pukul 09.00 setelah cukup puas berpose aneka gaya dengan latar puncak kerinci dan danau gunung tujuh di kejauhan, kami bergegas turun karena asap belerang sudah mulai naik. Berbahaya kalau kami masih berada di puncak. Kami mulai menuruni trek kembali untuk menuju camp di shelter 3. Perjalanan turun agak sedikit mudah dibandingkan dengan saat naik, karena kami bisa sedikit meluncur seperti sedang bermain ski. Beberapa kali aku terhempas karena kehilangan keseimbangan, “bonusnya” adalah engkel kaki menonjol karena menghempas batu.
Sekitar pukul 10.00 an kami sampai kembali di camp shelter 3, saya segera menghempaskan tubuh di dalam tenda. Panas mentari yang menyengat membuat kepala terasa pusing ditambah pula dengan perut yang mulai terasa lapar. Dari dalam tenda saya memperhatikan aktivitas anjar dan ferdie yang sedang memasak air dan indomie untuk makan kami. Setelah minum the manis dan mencicipi sedikit indomie yang masih mengepul, rasa pusing pun mulai berkurang. Beruntungnya saya karena mendapat teman-teman seperjalanan yang baik seperti mereka.
Pukul 12.00 setelah bongkar tenda dan packing kembali, kami bersiap turun menuju ke pintu rimba kembali. Wow, berarti perjalanan menuju shelter 1 terulang kembali bedanya kali ini kami menuruninya. Sedikit tergesa saya mengikuti langkah teman-teman yang seolah tanpa membawa beban mungkin karena logistic sudah banyak berkurang. Butuh perjuangan extra untuk bisa sampai kembali di shelter 1. Kaki harus kuat berpijak, menghindari jalur air, memilih berjalan diantara akar-akar pohon kecil sambil berpegangan kuat-kuat agar tidak jatuh, karena kalau sampai terjatuh dijamin tubuh akan terhempas di jalur air yang licin dan banyak batu besarnya. Namun meski sudah berhati-hati musibah itu datang juga, saat menginjakkan kaki di akar saya terpeleset dan kaki kiri membentur akar tersebut. Saat itu teman-teman yang berada di depan saya menghentikan langkahnya dan memburu kea rah saya untuk membantu saya bangkit sambil menanyakan apa saya merasa sakit. Syukurnya saya merasa tidak ada masalah akibat benturan tersebut, efeknya baru terasa sebulan kemudian ketika kaki benar-benar sakit sulit untuk ditapakkan sehingga harus berjalan terpincang-pincang. Perjalanan kami lanjutkan kembali, kali ini teman-teman tidak terlalu berjalan tergesa beberapa kali pula kami beristirahat di jalur sembari minum dan makan logistic yang tersisa.
Pukul 17.00, Alhamdulillah kami tiba kembali di pintu rimba lalu menunggu mobil jemputan yang akan membawa kami menuju simpang tugu macan. Ketika akhirnya mobil jemputan tiba lalu mengantar kami ke tugu macan mobil langsung menuju kedai bakso. Bak orang kelaparan kami menyantap dengan lahap bakso atau mie ayam pesanan kami. Ternyata di Kerinci banyak orang jawa, bude penjual bakso pun orang jawa. Suasana tidak terasa seperti di Sumatera, nuansa jawa yang lebih terasa. Puas makan bakso kami diantar kembali menuju rumah heru. Menjelang maghrib kami tiba, dilanjutkan dengan bersih-bersih dan beristirahat. Rencananya esok harinya kami akan kembali mendaki gunung tujuh untuk melihat keindahan danau gunung tujuh yang konon merupakan danau tertinggi di Asia Tenggara.
Terima kasih Ya Allah karena izin Mu jualah kami bisa menggapai atap Sumatera. Terima kasih juga untuk orang tua kami dan teman-teman atas do’anya juga untuk rekan-rekan seperjalanan, terima kasih tanpa kalian semua saya mungkin tak akan bisa sampai di Puncak Kerinci.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H