Mohon tunggu...
Rosianajayanti
Rosianajayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknologi Pangan Universitas Al-Azhar Indonesia

Hai, saya Rosianajayanti Mahasiswa Teknologi Pangan UAI, disini saya ingin berbagi ilmu seputar Ilmu Teknologi Pangan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengenali Lebih Dalam tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP) Pemanis

20 Januari 2024   10:55 Diperbarui: 20 Januari 2024   11:05 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Berdasarkan Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012, pemerintah berkewajiban menjamin terselenggaranya keamanan pangan, termasuk pengaturan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) untuk pengawetan pangan, untuk menjamin makanan dan minuman higenis serta aman dikonsumsi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012, Bahan Tambahan Pangan yang selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau benntuk pangan. BTP bukan untuk dikonsumsi secara langsung dan tidak diperuntukan untuk bahan baku. BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi.

Permenkes Nomor 033 Tahun 2012 berlandasan, BTP dibedakan menjadi BTP yang diizinkan dan BTP yang dilarang/berbahaya untuk digunakan. Untuk BTP yang diizinkan, pengguna harus diberikan batasan agar yang mengonsumsi tidak keracunan setelah mengonsumsi makanan yang diberikan BTP. Sementara untuk kategori BTP yang dilarang, penggunaan dengan dosis sekecil apapun tetap tidak diperbolehkan. Menurut PerBPOM Nomor 11 Tahun 2019 BTP terdiri atas 27 (dua puluh tujuh) Golongan BTP. Salah satu BTP yang diizinkan untuk dikonsumsi adalah BTP pemanis (sweetener). 

Pemanis (sweetener) merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis dalam pangan,  penambahan pemanis pada pengolahan suatu pangan bertujuan untuk mempertajam rasa manis terhadap olahan pangan tersebut. Bahan pemanis juga terdiri dari alami dan buatan (sintetis). Pemanis alami adalah pemanis yang terdapat pada bahan alami meskipun melalui proses sintetik atau fermentasi, sedangkan pemanis buatan adalah  pemanis yang melalui proses kimia dan senyawa tersebut tidak terdapat dialami. Beberapa contoh pemanis alami diantaranya gula pasir, gula palem, gula aren, stevia, dan sebagainya. Sementara pemanis buatan berdasarkan PerBPOM Nomor 11 Tahun 2019 pasal 13 BTP Pemanis Buatan tidak dapat digunakan pada produk Pangan yang diperuntukkan bagi bayi, anak usia di bawah tiga tahun, ibu hamil dan/atau ibu menyusui.

Pemanis buatan terdiri dari Asesulfam-K, Aspartam, Asam siklamat, Sakarin, Sukralosa (Sucralose/Trichlorogalactosucrose), Neotam (Neotame), dan lain-lain. Sediaan pemanis, termasuk pemanis buatan (table top sweeteners, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi) memiliki batas maksimal CPPB. CPPB adalah jumlah Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan terdapat pada pangan dalam jumlah secukupnya yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Dampak dari penggunaan bahan pemanis sintetis, yang tidak berdasarkan jumlah dan takaran yang seharusnya, dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh seperti kerusakan gigi, sakit kepala, iritasi, asma, hipertensi kanker dan sebagainya.

Dengan pengetahuan yang mendalam mengenai Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 dan regulasi terkait Bahan Tambahan Pangan (BTP) pemanis di Indonesia, kita menegaskan pentingnya peran pemerintah dalam menjamin keamanan pangan bagi masyarakat. Melalui peraturan yang telah diatur, termasuk Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 dan PerBPOM Nomor 11 Tahun 2019, diharapkan dapat tercipta lingkungan pangan yang sehat, higienis, dan aman untuk dikonsumsi.

Penting untuk diingat bahwa penggunaan BTP, termasuk pemanis, harus mematuhi batas dosis yang telah ditetapkan agar tidak membahayakan kesehatan konsumen. Adanya pembatasan penggunaan pemanis buatan pada produk pangan untuk bayi, anak di bawah tiga tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui adalah langkah yang bijak untuk melindungi kelompok konsumen yang lebih rentan terhadap potensi risiko kesehatan.

Kita diingatkan bahwa pemanis dapat berasal dari sumber alami maupun buatan, dan pemahaman mengenai perbedaan antara keduanya penting untuk membuat pilihan konsumsi yang tepat. Konsumen juga perlu mengakui dampak yang mungkin timbul dari penggunaan berlebihan pemanis sintetis, yang dapat mencakup kerusakan gigi, sakit kepala, iritasi, asma, hipertensi, dan risiko kanker.

Dalam menghadapi dinamika konsumsi pangan modern, edukasi masyarakat mengenai pemilihan makanan yang sehat, termasuk penggunaan BTP, perlu terus ditingkatkan. Semua pihak, baik pemerintah, produsen pangan, maupun konsumen, memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan pangan yang aman, seimbang, dan berkelanjutan untuk generasi yang akan datang. Mari bersama-sama menjaga kualitas makanan dan kesehatan masyarakat demi masa depan yang lebih baik.

Referensi :

Jamil A, Sabilu Y, dan Munandar S. 2017. GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, TINDAKAN DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN PEMANIS BUATAN SIKLAMAT PADA PEDAGANG JAJANAN ES DI KECAMATAN KADIA KOTA KENDARI TAHUN 2017. JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT. 2(6) : 2.

Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012

PerBPOM Nomor 11 Tahun 2019

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012

Permenkes Nomor 033 Tahun 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun