intoleransi laktosa atau defisiensi laktase (Badan BPOM RI, 2008)
Laktosa memegang peranan penting dalam sumber karbohidrat yang terkandung di dalam susu atau makanan bayi dan anak. Dalam kondisi yang normal, enzim laktase dapat membantu tubuh untuk memecah laktosa menjadi gula sederhana. Laktase pada manusia, akan terus diproduksi selama hidupnya. Tanpa laktase yang cukup, manusia tidak dapat/mampu mencerna laktosa sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare yang dikenal sebagaiIntoleransi laktosa merupakan ketidakmampuan tubuh dalam menyerap laktosa, hal ini karena adanya kekurangan laktase di dalam usus halus. Gejala klinisnya adalah kembung, nyeri pada bagian abdomen, pengeluaran angin atau gas yang berlebihan, dan diare setelah mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung susu dan produk susu lainnya.
Intoleransi laktosa sering dialami oleh anak-anak dan remaja. Penyebab dari intoleransi laktosa sendiri ialah enzim laktase yang tidak cukup di dalam tubuh. Enzim laktase ini berfungsi dalam memecah laktosa menjadi monosakarida. Jika laktase tidak tercukupi, maka tidak dapat mengalami proses pencernaan di dalam susu, dan peran bakteri yang akan memecah proses pencernaan di dalam usus halus. Bisa dikatakan bahwa sekitar 70% anak-anak dan remaja dapat mengalami intoleransi laktosa. Hal ini mencakup konsumen intoleransi laktosa, dimana penderita intoleransi laktosa hanya dapat mengonsumsi susu yang mempunyai laktosa yang rendah.
Kriteria Diagnosis Intoleransi Laktosa
Hingga saat ini, intoleransi laktosa masih menimbulkan gejala seperti sakit perut, mual, sering flatus, kembung, dan lainnya. Gejala yang paling sering terjadi pada anak ialah mual dan muntah dan adanya gejala dari perut dengan rasa yang tidak nyaman.
Cara mendiagnosis intoleransi laktosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Tes Napas Hidrogen
Cara yang dilakukan ialah mengeluarkan flora kolon dengan udara napas terhadap hasil fermentasi laktosa dengan pengukuran kadar gas hidrogen.
Pembuktiannya adalah jika hidrogen yang terukur semakin banyak, maka laktosa yang difermentasikan pun semakin banyak juga. Hal ini dapat disimpulkan bahwa laktosa yang tidak diabsorpsi di usus halus pun semakin banyak.
Namun, Tes Napas Hidrogen ini jika dilakukan kepada bayi akan sulit, karena salah satu metode yang dilakukan ialah dengan berpuasa selama 4-6 jam, lalu larutan laktosa akan diberikan kepada pasien sekitar 2g/kgbb.
2. Tes Toleransi laktosa
Tes Toleransi Laktosa ini termasuk tes yang metodenya sangat mudah. Jika dalam Tes Toleransi Laktosa ini ternyata hasilnya positif, walaupun gejala klinisnya hanya sakit perut, kembung, mual, dan flatus berlebihan, maka bisa dikatakan dengan positif intoleransi laktosa.
Dalam keadaan fisiologis, jika tidak terjadi peningkatan kadar glukosa darah setelah mengonsumsi laktosa, maka mengalami positif intoleransi laktosa karena dalam mengabsorpsi pembuluh darah terjadinya kegagalan dalam pengubahan enzim laktase menjadi laktosa yang mana glukosa dan galaktosanya diabsorpsi. Sehingga terhambatnya gangguan pencernaan melalui proses fisiologis ini.
3. Tes Gen LCT C>T-13910
Cara dalam pemeriksaan Tes Gen Lactase-phlorizin hydrolase (LCT) yaitu menggunakan sampel tes DNA di seluruh subyek  dengan sampel darah vena perifer. Selanjutnya ketahap isolasi DNA sebagai pemeriksaan darah Dneasy dan sebagai kit jaringan.
Sekitar 20 kb ukuran gen LCT yang berlokasi pada kromosom. Hipolaktase yang dihubungkan terhadap variasi alel polimorfisme LCT C>T-13910 yang teridentifikasi, pada posisi LCT C>T-13910 terjadi polimorfisme pada penderita intoleransi laktosa dengan tanda gen abnormal  C/C-13910 karena Oct-1 faktor transkripsi mempunyai daya ikat yang lemah sehingga memengaruhi sekresi enzim laktosa. Sedangkan untuk tanda Gen T/T-13910 merupakan usus halus yang normal.
Bagaimana Cara Mengatasi Kasus Intoleransi Laktosa?
Kasus intoleransi laktosa dapat diatasi dengan adanya perubahan pola makan. Mengurangi konsumsi makanan yang mengandung laktosa merupakan metode dalam menghilangkan gejala intoleransi laktosa. Tetapi, semuanya tergantung dari kemampuan tiap individu dalam mentoleransi laktosa, seperti anak-anak dan orang dewasa yang memiliki intoleransi laktosa, tak perlu menghindari sepenuhnya makanan yang mengandung laktosa. Namun, untuk bayi yang lahir dan menderita intoleransi laktosa, sebaiknya tidak diberi makanan yang mengandung laktosa.
Setiap individu memiliki tingkat toleransi laktosa yang berbeda. Pada umumnya, konsumsi laktosa  sekitar 4-12 gram atau 100-240 ml susu tidak menimbulkan gejala intoleransi laktosa yang parah.  Biasanya jika mengonsumsi laktosa sekitar 12 gram atau 240 ml susu hanya berdampak sakit perut, diare, dan kembung saja. Produk susu dengan bentuk padat atau yang sudah dikembangkan dengan bakteri seperti yogurt dan keju dapat ditoleransi dengan baik bagi pemilik intoleransi laktosa. Hal ini karena kadar laktosa pada produk susu dengan bentuk padat akan mengalami pengosongan lambung lebih lambat pada produk ini.
Produk yang mengandung laktosa dan kaya akan kalsium, contohnya yaitu susu dan produk susu. Namun, bagi pemilik intoleransi laktosa yang membatasi konsumsi susu dan produknya mudah terjadi defisiensi kalsium. Jika terjadi defisiensi kalsium, maka akan mengakibatkan terganggunya mineralisasi dan pertumbuhan tulang, terlebih lagi pada anak-anak yang membutuhkan peran kalsium. Bagi pemilik intoleransi laktosa yang membatasi konsumsi susu dan produknya, sangat memerlukan penambahan kalsium, tetapi cukup rawan mengalami osteoporosis yang disebabkan oleh defisiensi kalsium bagi orang dewasa.
Untuk mengurangi gejala intoleransi laktosa, salah satu metodenya ialah dengan membatasi konsumsi susu dan produk susu lainnya sampai teratasi kelainan utamanya. Istilahnya ialah diet bebas laktosa bagi pemilik intoleransi laktosa. Pemilik intoleransi laktosa dituntut untuk tidak mengonsumsi makanan yang mengandung laktosa, terlebih lagi pada anak yang disarankan untuk mengonsumsi susu yang memiliki kandungan rendah laktosa, seperti susu kedelai. Sebagai pengganti susu yang mengandung tinggi laktosa, susu kedelai menjadi salah satu alternatif sebagai susu pengganti rendah laktosa. Susu kedelai bisa dikatakan sebagai susu yang tidak mengandung laktosa, mengandung tepung rantai pendek (sukrosa) sebagai sumber gulanya.
Oleh karena itu, pemilik intoleransi laktosa sangat cocok untuk mengonsumsi susu ini. Di dalam tubuh pemilik intoleransi laktosa tidak memiliki enzim laktase, akibatnya makanan yang berlemak tidak dapat mencerna dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H