Untuk Indonesia, sudah kita baca berbagai skenario. Ada  versi UI, versi IPB, versi ITB, versi UGM, dan versi BNPB dan Bappenas. Ada yang mengatakan puncaknya di Indonesia akan terjadi pada pertengah April, dan kemudian setelah itu menurun. Kalau sudah menurun, artinya sudah tidak ada lagi "pendatang baru." Yang ada adalah mereka yang terinfeksi oleh mereka yang sudah masuk dalam target group. Apakah yang sudah positif, masih suspect, atau PDP dan ODP.  Â
Sebagai contoh di Lombok Timur. Â Tambahan dua orang positif tempohari itu adalah mereka yang memang sudah masuk dalam kategori PDP atau ODP, karena dipastikan pernah berinterkasi dengan pasien positif 01 atau 02. Â Cuma dengan dinyatakan mereka positif, maka haruslah dicari lagi, kalau-kalau ada orang lain lagi yang pernah berinteraksi dengan pasien yang sekarang ber nomor 09 dan 10, yang belum masuk dalam kategori PDP atau ODP sebelumnya. Â
Begitu seterusnya, sehingga dalam skenario-skenario yang ada, semua menskenariokan corona  ini akan dinyatakan berlalu dua bulan setelah masa puncak terjadi.  Mudah-mudahan skenario optimis yang menyatakan puncaknya April  ini yang akan menjadi kenyataan, sehingga, dua bulan setelahnya, yaitu pada bulan Juni kehidupan kita sudah akan  kembali normal. Insha Allah.
Dari dua cerita di awal tulisan ini, kita mungkin bisa mendapat inspirasi untuk dua hal dalam masa physiscal distancing ini. Yang pertama, adalah bagaimana kita dapat mengukur "volume" atau mereka yang kemudian dinyatakan positif corona dan berapa banyak yang kemudian terdampak. yang kedua, adalah kita mengukur ulang tingkat solidaritas sosial kita, sebagai suatu bangsa, dan secara internal sebagai sebuah keluarga.Â
Sebuah penelitian dari Charities Aid Foundation yang berpusat di Inggris tahun lalu mendudukkan Indonesia sebagai negara yang masyarakatnya paling dermawan di dunia. Ini artinya kita memiliki tingkat solidaritas sosial yang tinggi.  Di luar yang dua  itu, menarik juga titipan pertanyaan seorang teman, produk apakah  yang dapat kita hasilkan sebagai seorang profesional,  selama masa kita stay at home yang cukup lama kali ini? Wallahu a'lam bissawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H