Mohon tunggu...
Rosiady Sayuti
Rosiady Sayuti Mohon Tunggu... Dosen - Ka Prodi Sosiologi Unram

Ph.D. dari The Ohio State University, USA 2008-2013, Kepala Bappeda Provinsi NTB; 2013-2015 Asisten Satu Setda Prov NTB; 2015 - 2016, Kadis Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Prov. NTB; 1 Juni 2016 - 20 Mei 2019, Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat.. 10 Juni 2019 - Sekarang Kembali Menjadi Dosen di Universitas Mataram, Sejak Januari 2020 menjadi Ketua Program Studi Sosiologi Universitas Mataram

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nihil Temuan Pemeriksaan (NTP)

8 Desember 2016   07:12 Diperbarui: 8 Desember 2016   08:06 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih teringat dalam benak saya, pada suatu ketika di awal masa ‘kegubernuran’  Bapak Tuan Guru Bajang, TGH Muhammad Zainul Majdi, beliau bertanya kepada Kepala Inspektorat (Inspektur) pada waktu itu, alm. Bapak H Junaidi Najamuddin. “Pak inspektur, mungkinkah ketika Bapak melakukan pemeriksaan di SKPD SKPD, tidak menemukan sama sekali sesuatu yang keliru, alias nihil temuan?” Secara spontan pak inspektur menjawab “tidak mungkin pak Gub?” yang kemudian di balas lagi oleh pak Gub kala itu, “mengapa tidak mungkin? Bukankah tugas Bapak disamping memeriksa juga melakukan pembinaan; kalau tidak mungkin, apa gunanya pembinaan? Bukankah dengan pembinaan itu, makin lama temuan temuan kesalahan itu akan makin berkurang dan pada suatu ketika akan menjadi nihil sama sekali?”

Sebuah dialog yang bagi saya terus terngiang-ngiang sampai hari ini.  Saya sangat ingin, ketika saya menjadi Kepala Bappeda, atau ketika menjadi Kadis Dikpora, bahwa  dari hasil pemeriksaan inspektorat, atau Irjen Kementrian, atau BPKP, dan atau BPK sekalipun, staf saya melaporkan kalau di SKPD yang saya pimpin tidak ditemukan suatu kekeliruan alias temuan hasilpemeriksaan sekecil apapun. Baik yang sifatnya administrasi, ataupun dan apalagi keuangan. Namun harapan pak Gubernur seperti yang saya ceriterakan di atas, masih belum dapat terwujud. Ada saja kekeliruan yang menjadi ‘temuan pemeriksa.’ Baik yang sifatnya administrasi, ataupun juga keuangan.  

Lucunya, untuk tidak mengatakan sesuatu yang susah diterima, kekeliruan atau kesalahan yang terjadi seringkali merupakan perulangan dari tahun ke tahun. Bahasa bahasa pemeriksa seperti “tidak sesuai juklak/juknis,” atau “terjadi kemahalan harga,” atau “barang tidak sesuai dengan spesifikasi,” atau “konstruksi bangunan tidak sesuai perencanaan” atau “dokumen perjalanan tidak lengkap,” dan sebagainya adalah kalimat atau frase yang sesungguhnya sangat terukur.  Artinya, si terperiksa juga dengan mudah menerima atau memahami kalimat tersebut. Yang saya maksudkan dengan ‘lucu’ adalah, kesalahan yang sama masih bisa terjadi pada tahun berikutnya. Padahal si terperiksa adalah orang atau pejabat yang sama.

Ketika memberikan binwas pada jajaran inspektorat beberapa waktu yang lalu, setelah menjabat Sekda, cerita diatas saya ungkapkan dengan lebih utuh.  Lalu saya buat kalimat tanya, “dengan fenomena tersebut, siapa sesungguhnya yang bermasalah? Apakah kawan-kawan aparat pelaksana yang tidak mampu memperbaiki kesalahan yang dibuat tahun sebelumnya, ataukah kawan-kawan pemeriksa yang suka mengada-adakan kesalahan, yang tidak happy, tidak merasa bekerja dengan serius, kalau tidak ada temuan ketika melakukan suatu pemeriksaan?”  Saya kemudian melanjutkan, “kalau yang kedua yang terjadi maka, mungkin mindset rekan-rekan pemeriksa yang harus segera diubah. Sudah tidak masanya lagi kita menggunakan paradigma buruk sangka.  Menurut paradigma buruk sangka, ‘semua orang pasti membuat kesalahan kecuali yang benar-benar bekerja dengan baik.’  Kita harus dapat mengubahnya menjadi sebaliknya, paradigma berbaik sangka. Artinya, ‘semua orang pasti akan melakukan sesuatu dengan baik dan benar, kecuali yang memang punya niat dan tabiat jahat.”

Memang manusia bukan mahluk yang sempurna. Manusia tidak luput dari kesalahan.  Tapi, menurut guru saya waktu SMA dulu, hanya manusia yang maaf, bodoh saja, yang membuat kesalahan dengan sengaja. Dari situlah saya sangat terinspirasi dari dialog antara Gubernur TGB dengan Inspektur di atas.  Melalui kerja keras dan cerdas, serta ketelitian yang tinggi, Nihil Temuan Pemeriksaan atau NTP di instansi kita masing-masing harus dapat diikhtiarkan.  Sehingga propinsi NTB bukan hanya dikenal dengan predikat WTP yang sudah lima kali berturut-turut diperoleh, tapi ke depan, kita juga harus mampu membangun budaya NTP alias Nihil Temuan Pemeriksaan.  Mulai dari entitas yang paling kecil, di setiap SKPD kita masing-masing. Dirgahayu NTB ke 58, 17 Desember 2016. Wallahu a’lam bissawab. (Jkt, 081216)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun