Mohon tunggu...
Tenni Purwanti
Tenni Purwanti Mohon Tunggu... Wartawan -

Jurnalis | penulis | feminis |

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Film Perahu Kertas

19 September 2012   04:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:15 937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jujur saja, setiap kali ada buku yang diangkat ke layar lebar, saya selalu lebih suka dengan bukunya ketimbang filmnya. Sebut saja Harry Potter, Memoirs of a Geisha, lalu film Indonesia ada Ayat-Ayat Cinta, Laskar Pelangi, dan yang terakhir kali saya tonton : Perahu Kertas. Dari buku, banyak sekali detail yang bisa saya nikmati. Sedangkan dalam film, semua terbatas durasi. Selain itu, ketika membaca buku, saya memiliki khayalan-khayalan sendiri di kepala, tentang satu tokoh, juga setting cerita. Ketika menonton filmnya, semua jadi buyar. Perahu Kertas adalah contoh paling dekat. Saat membaca bukunya, bayangan saya sosok Kugy adalah cewek usil yang sangat lincah, atraktif. Tapi Mayudi Ayunda yang memerankan Kugy langsung merusak imajinasi saya itu. Kugy jadi sosok feminim, cantik, dan (sedikit lembut) dalam film. Selain itu, alur dalam buku berurutan dan memancing rasa penasaran untuk selalu membuka lembar demi lembar. Sedangkan saat menonton filmnya, alur cerita menjadi begitu cepat. Saya tidak tahu, apakah orang yang sama sekali tidak pernah baca buku Perahu Kertas akan mengerti alur cerita film ini. Yang pasti, meski sudah dibagi dalam 2 film agar tak ada bagian yang terpotong, saya tetap merasa alurnya terlalu cepat. Entah saya yang terlalu teliti atau bagaimana, tapi ada beberapa dialog dan adegan yang berubah dalam film Perahu Kertas. Dalam bukunya, Kugy mencari Keenan dengan cara berteriak-teriak di stasiun kereta, sampai langkahnya terhenti karena yang punya nama merasa dipanggil-panggil. Tapi dalam film, Kugy hanya mengandalkan radar neptunusnya untuk mencari Keenan. Kurang dapat “feel”-nya menurut saya setelah diubah begitu. Lalu saat Noni dan Kugy akhirnya baikan lagi, dialognya berubah. Kalau yang sudah baca bukunya pasti tahu perubahannya dimana. Kata-kata “bahwa sebetulnya elo batman?” yang menurutku sangat lucu, justru dihilangkan. Lalu saat mereka berada di kantin Pemadam Kelaparan. Dialog Kugy dan Keenan berubah. Begitulah sekilas pendapat saya tentang film Perahu Kertas, jika dibandingkan dengan bukunya. Nah, kalau soal akting, menurut saya Hanung Bramantyo sudah sangat berpengalaman mengarahkan para pemainnya. Akting para pemeran di film ini memang bagus-bagus. Pemilihan pemainnya pun tepat. Nama-nama besar seperti Titi DJ, Tio Pakusadewo, Reza Rahadian, Ira Wibowo, August Melasz, sudah sangat tepat berada di karakter tokohnya masing-masing di film ini. Jadi memang tidak kecewa-kecewa banget dengan film ini, malah beruntung sempat menontonnya dan menikmatinya sebagai pelengkap buku. Untuk penggemar Dewi Lestari, akan bertambah bahagia melihat akting penulis favorit kita bersama ini dalam perannya di film ini. Meski hanya tampil beberapa menit, akting Dee sangat alami menurut saya. Dua jempol untuknya yang tampil elegan di film ini. Ya, secara keseluruhan, film ini memang segar, sesegar cerita dalam bukunya. Jadi, jika hanya melenceng sedikit dari bukunya, rasanya bukan hal signifikan yang harus dipermasalahkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun