aku menantimu dengan secangkir kopi
dengan uap yang telah berhenti menari
bedak dan perona pipi pun telah larut
dalam irama detak jam dinding
hingga ke pintu malam kau tak jua datang
mungkinkah kau mampir tuk mengetuk pintu yang lain?
kau sapa aku ketika kantuk merejamku
hanya igauan karena aku telah sedingin hidangan
hanya pungung resah malam kau tambatkan
mungkinkah dalam tidur
sekalipun pada mimpi-mimpi yang lain?
dan cemburu ini hampir menghanguskanku
sayang tahukah kamu
rasa cemburu ini telah membakarku
sehingga menebar aroma curiga
sedangkan baru sedetik waktu cemburu ini
kutitipkan untukmu
bagaimana bilah seluruh hidupku
ku titipkan pada dirimu
mungkin jiwaku akan mati